Â
Gambar : Tempo/co
Â
Para politisi di Senayan dewasa ini sedang berupaya melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan menggagas Rancangan Revisi UU KPK dan Rancangan Undang2 Pengampunan Nasional, yang memungkinkan koruptor terbebas dari hukuman pidana.
Pembahasan RUU Pengampunan Nasional ini dimasukan bersamaan dengan Revisi UU No. 30/2002 tentang pemberantasan korupsi, yang memancing banyak perhatian, sehingga RUU Pengampunan luput dari pantauan publik, padahal sama2 berbahaya bagi upaya pemberantasan korupsi.
RUU Pengampunan Nasional ini seharusnya lebih banyak berkaitan dengan pengampunan pajak atau tax amnesty, hanya mengatur pengampunan dan pemutihan pajak masa lalu. Diharapkan uang para pengemplang pajak yang disembunyikan di luar negeri diharapkan masuk kembali ke sistem perbankan di Indonesia. Bila RUU Pengampunan Nasional ini diberlakukan, diperkirakan dana yang bisa dikembalikan mencapai Rp. 700 trilyun.
Namun dalam RUU tersebut terselip satu pasal yang menguntungkan koruptor yakni Pasal 10, yang menyebutkan bahwa selain memperoleh fasilitas dibidang perpajakan, orang pribadi atau badan memperoleh pengampunan tindak pidana terkait dengan perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana terorisme, narkoba dan perdagangan manusia. Karena perolehan kekayaan dari tindak pidana korupsi tidak termasuk pengecualian, maka ada celah bagi para koruptor untuk memperoleh pengampunan pidana atas hasil kejahatan korupsi mereka, asalkan mau menaruh uang panas mereka kembali ke Indonesia. Jelaslah bahwa Pasal 10 ini sangat bertentangan dengan semangat anti pencucian uang dan korupsi.
Dalam Pasal 4 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara tidak menghapuskan pidana terhadap para pelakunya.
Karena tidak pidana korupsi terbukti merupakan kejahatan luar biasa, maka pelakunya layak dihukum berat, dirampas seluruh harta hasil korupsinya, bukannya malah mendapat pengampunan. DPR seharusnya membatalkan Pasal 10 Draf RUU Pengampunan Nasional ini, dan alasan menarik uang hasil korupsi tidak boleh dijadikan dasar untuk memberikan imbalan pembebasan tindak pidana bagi para koruptor, karena bertentangan dengan prinsip keadilan, dan tidak ada jaminan bahwa para koruptor tidak akan mengulangi kejahatan yang sangat merusak itu.
Â
Sumber :