Mohon tunggu...
Axtea 99
Axtea 99 Mohon Tunggu... lainnya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kakek tiga cucu : 2K + 1Q

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agar Intoleransi tak Meruyak

19 Oktober 2015   03:59 Diperbarui: 19 Oktober 2015   08:26 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar : Ikis.or.id

Kerusuhan bernuansa sara terjadi pada tanggal 13 Oktober 2015, di Desa Suka Makmur, Gunung Meriah, Aceh Singkil, Aceh. Kericuhan ini berawal dari kesepakatan antara Pemda dan perwakilan masyarakat setempat terkait dengan pembongkaran 21 gereja yang dianggap bermasalah karena tidak memiliki izin, dimana telah ada kesapakatan untuk dibongkar pada tanggal 19 Oktober 2015. “Rupanya masyarakat lainnya tidak mengakui perwakilan masyarakat yang berbincang dengan Pemda, sehingga terjadilah kerusuhan tersebut”, ujar Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Akibat kerusuhan tersebut satu korban dinyatakan tewas dan empat lainnya terluka termasuk seorang anggota TNI. Insiden ini patut dikecam, karena menunjukkan betapa intoleransi masih tumbuh subur di negri bersemboyan Bhineka Tunggal Ika ini.

Sejatinya penolakan bahkan penyerangan atas rumah ibadah selalu menimpa kelompok minoritas, dan dimaknai sebagai pengingkaran terhadap konstitusi, khususnya Pasal 29 Undang2 Dasar 1945, yang secara tegas menjamin kebebasan masyarakat menjalankan ibadah. Pengingkaran ini juga tercermin dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri no 8 dan 9 tahun 2006, yang antara lain mengatur pendirian rumah ibadah, yang sesungguhnya bertentangan dengan semangat toleransi itu sendiri.

Dalam Pasal 14, disebutkan bahwa pendirian rumah ibadah harus didukung minimal 90 calon penggunanya, ditambah izin 60 warga sekitar gedung.

Sebaiknya pemerintah tidak perlu membatasi pendirian rumah ibadah. Serahkan saja masalah agama ini kepada pemeluknya. Pihak berwenang cukup mengatur persyaratan administratif dan teknis pendirian sebuah bangunan.

Dengan demikian keberadaan SKB dua Menteri itu tidak efektif untuk menjaga toleransi beragama, sehingga layak dipertimbangkan untuk dicabut. Untuk bangunan peribadatan yang sudah terlanjur berdiri, pemerintah bisa memutihkan perizinannya.

Agar insiden ini tidak terulang lagi dimasa mendatang, polisi harus mengusut semua pihak yang terlibat dengan kerusuhan, sambil memberikan pesan jelas bahwa mereka yang tidak toleran, berarti mengingkari konstitusi dan harus dihukum. Tanpa hal itu, tindakan intoleran akan meruyak ke-mana.

 

Sumber :

Tempo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun