Mohon tunggu...
Axtea 99
Axtea 99 Mohon Tunggu... lainnya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kakek tiga cucu : 2K + 1Q

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Komunikasi KPK-Polri dan Simalakama Rekening Gendut

21 Januari 2015   09:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:41 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14215511761466931484

Gambar : Shutterstock.com

Komunikasi dan relasi antara kedua tubuh Negara penegak hukum semakin meruncing dan genting dengan ditetapkannya Calon Tunggal Kapolri Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka oleh KPK sehari menjelang Fit and Proper Test di DPR RI, atas dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi. Bahkan ketua KPK Abraham Samad menegaskan akan segera menjebloskan BG ke tahanan, sesuai KUHAP yang memberikan batas maksimal penahanan 120 hari, dan jika dalam masa itu proses penyidikan belum tuntas, maka tersangka dapat bebas demi hukum.

Masalah laten rekening gendut Polri yang sudah sejak lama ditudingkan kepada beberapa petinggi Polri ini harus dikomunikasikan secara obyektif dan bebas dari muatan politis praktis dan harus dituntaskan secara cepat dan tidak berlarut-larut.  Karena tidak tuntasnya kasus ini bisa dijadikan isu politis dan dicicil kapan saja oleh KPK seperti dikasus BG ini.

Kehebohan tentang rekening fantastis para petinggi Polri ini sudah berhembus sejak masa pemerintahan SBY , menjadi bola panas dan opini buruk yang menguras kredibilitas polisi dimata rakyat. Ironisnya sejak saat itu terjadi kebuntuan komunikasi antara kedua institusi hukum tersebut. Adanya rekening gendut ini juga akan sangat berkaitan dengan upaya yang diindikasikan sebagai korupsi yaitu pencucian uang yang biasa dilakukan oleh para koruptor kelas kakap diseluruh dunia, termasuk dinegri ini.

Menurut otoritas moneter Internasional, Indonesia dikenal sebagai surganya bagi para koruptor untuk melakukan pencucian uang dengan cara mengalihkan secara legal uang haram yang diperolehnya menjadi se-olah2 bisnis halal dengan reputasi yang bagus. Diperkirakan uang haram ini berkisar antara 2-5 persen dari Produk Domestik Bruto. Uang haram ini bisa mereduksi anggaran pemerintah dan pada akhirnya dapat menggangu Pemeritah atas kebijakan ekonominya.

Sebetulnya kita sudah memiliki Undang2 No 8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang, namun dalam prakteknya dilapangan undang2 ini terkesan sangat majal dan tidak pernah mampu sekalipun menyeret para pelaku korupsi yang melakukan pencucian uang di negeri ini.

Kegentingan rivalitas yang hebat institusi penegak hukum antara KPK dan Polri ini tentu saja akan membuat Presiden Jokowi gerah, karena bak sedang menghadapi buah simalakama, dan harus segera dicairkan dan diatasi dengan cara komunikasi efektif.

Dengan adanya kasus BG ini, sudah saatnya dan bisa menjadi  pemicu Presiden Jokowi untuk segera membentuk tim khusus yang menjadi jembatan komunikasi yang kokoh antara KPK dan Polri dengan melibatkan para pakar komunikasi yang independen untuk bersama menemukan solusi ideal dengan sinergi yang kondusif agar sentimen rakyat kepada polisi tidak semakin membesar.

Sumber :

Harliantara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun