Sering kali dari kecil sampai dewasa, dari muda sampai tua setidaknya kita pernah mendengar istilah republik. Entah itu dari pendidikan formal, sosial media, atau dari mulut seorang caleg yang tiba tiba menjadi seorang nasionalis. Namun, diskursus mengenai republik acapkali terabaiakan padahal republik telah menjadi sejarah yang panjang peradaban manusia.
Secara etimologis, republik berasal dari kata Res (hal, fakta, atau sesuatu) dan kata publika (publik). Sementara yang dimaksud dengan republik adalah suatu komunitas politik bersama yang diorganisir oleh pemerintahan yang mendasarkan diri pada prinsip demokrasi, termasuk sistem perwakilan yang diadakan dengan kesepakatan untuk mengabdi pencapaian tujuan tujuan hidup bersama yang baik di bawah prinsip hukum dan persamaan (robertus robet, 2007).
Terdapat juga Encyclopedia britannica mendefinisikan republik sebagai istilah yang mengacu pada:
a. Negara yang tidak diperintah oleh monarki atau kekaisaran, tetapi secara umum oleh kepentingan publik dan bukan oleh pemilikan atau pewarisan pribadi
b. Negara di mana kekuasaan tidak secara langsung berada di tangan rakyat sebagaimana dalam demokrasi, melainkan lebih pada apa yang disebut dengan perwakilan
Dapat dikatakan Aristoteles, seorang filsuf yunani kuno masa itu merupakan sumber catatan pemikiran republik yang terinspirasi oleh pola kehidupan polis yunani kuno (athena). Dunia atau arena politik di dalam yunani kuno inilah yang diartikan sebagai polis atau res publica. Berawal dari hal tersebut, nantinya aristoteles membagi dua realitas menjadi sebutan res publica dan res privata.
Dikutip dari buku “republikanisme dan keindonesiaan: sebuah pengantar” karya robertus robet, ide ide dan gambaran akan dunia yang baik dan adil ditegakkan dalam res publica, sementara hal hal yang menyangkut ekonomi, keluarga, reproduksi diurus dalam res privata. Dengan demikian res publica dapat diartikan sebagai apa yang pantas untuk publik bagi kemaslahatan bersama, sedangkan res privata apa yang menjadi urusan privat/ oikos maka ia diletakkan dan diatur di bawah kendali polis.
Transformasi istilah res publica menjadi re publica sendiri baru benar benar terjadi oleh seorang filsuf dan negarawan pada masa romawi kuno, Cicero yang menganjurkan pemerintahan dibentuk sedemikian rupa agar melayani prinsip prinsip dan kepentingan warga.
Pemisahan res publica dan res privata tidak lain dan tidak bukan bertujuan untuk kehidupan yang adil, baik dan toleran. Arendt juga berpendapat bahwa hidup di dalam republik selalu merupakan pernyataan kesediaan untuk hidup bersama di dalam pluralitas
sebuah negara yang menganut sistem republik memang seharusnya tak boleh memiliki identitas, sebab negara akan menjadi wadah bagi masyarakat yang plural. Entah mengapa beberapa negara di dunia mempraktikkan sistem republik dicampur dengan kepercayaan agama. Contohnya pada negara republik islam iran, republik islam pakistan, dan republik islam mauritania. Memang tidak salah, pemimpin negara negara tersebut dipilih oleh warga/ rakyat bukan dijalankan secara turun temurun (monarki).
Seperti yang dijelaskan diatas, ranah privat tidak seharusnya dijadikan landasan hukum dan kebijakan publik. negara yang mengintervensi urusan publik dengan urusan privat akan mudah terjadi tindakan tindakan diskriminatif pada masyarakat minoritas. Polis adalah arena politik yang memungkinkan seseorang berekspresi dan berbicara lantang di muka umum.