Mohon tunggu...
Axel Sabina Rachel Rambing
Axel Sabina Rachel Rambing Mohon Tunggu... Mahasiswa FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Belajar menulis untuk menuangkan isi pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Problem Implementasi UU Penyiaran No.32 Tahun 2002

27 Maret 2025   02:01 Diperbarui: 27 Maret 2025   02:01 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sejak diberlakukan lebih dari dua dekade lalu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran telah menjadi dasar hukum dalam mengatur industri penyiaran di Indonesia. Namun, dalam praktiknya, implementasi UU ini sering kali tidak mencerminkan semangat awalnya untuk menciptakan penyiaran yang independen, berimbang, dan bermanfaat bagi masyarakat. Sebaliknya, banyak pihak menilai bahwa UU Penyiaran lebih sering menjadi alat kepentingan politik dan ekonomi tertentu dibandingkan sebagai instrumen regulasi yang efektif. Hal ini terlihat dari berbagai kasus yang menunjukkan lemahnya penerapan aturan serta intervensi politik dalam dunia penyiaran di Indonesia.

Penyiaran sebagai Alat Politik: Kepentingan di Balik Layar

Salah satu tujuan utama UU Penyiaran adalah menjamin kebebasan pers dan independensi media dari pengaruh politik maupun kepentingan bisnis. Namun, realitas yang terjadi justru sebaliknya. Penyiaran di Indonesia didominasi oleh segelintir kelompok pemilik modal yang memiliki keterkaitan erat dengan elit politik. Ketimpangan kepemilikan media ini menyebabkan banyak stasiun televisi menjadi alat propaganda bagi pihak-pihak tertentu, terutama menjelang pemilu atau dalam momen politik strategis lainnya.

Salah satu contoh yang mencolok adalah bagaimana beberapa stasiun televisi nasional kerap digunakan untuk kepentingan politik pemiliknya. Kasus Metro TV dan MNC Group dapat dijadikan gambaran nyata bagaimana pemilik media yang juga terafiliasi dengan partai politik tertentu memanfaatkan kanal penyiaran untuk kepentingan politik mereka. Metro TV, misalnya, sering dikaitkan dengan Partai NasDem, sementara MNC Group dikaitkan dengan Partai Perindo. Kedua stasiun televisi ini telah beberapa kali menerima teguran dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) sebab menayangkan kampanye iklan partai yang terkait dengan pemilik stasiun televisi tersebut. Praktik kampanye partai ini pada dasarnya bertentangan dengan Pasal 5 UU Penyiaran yang menegaskan bahwa isi siaran harus bersifat objektif, berimbang, dan tidak berpihak.

Minimnya Peran Masyarakat dalam Pengawasan Penyiaran

Pasal 52 UU Penyiaran menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengawasi penyiaran. Namun, dalam praktiknya, mekanisme ini tidak berjalan dengan baik. KPI memang menyediakan kanal aduan bagi masyarakat, tetapi tindak lanjutnya sering kali lambat dan tidak transparan. Kasus aduan masyarakat terhadap tayangan tidak mendidik layaknya sinetron, juga program infotainment yang sering melanggar privasi, kerap kali tidak mendapatkan respons yang memadai. Meskipun banyak masyarakat yang mengajukan aduan, program tersebut tetap tayang tanpa adanya perbaikan, menunjukkan lemahnya implementasi pengawasan berbasis partisipasi publik dalam UU Penyiaran.

Dalam kondisi tersebut kredibilitas KPI turut dipertanyakan dalam pertanggungjawabannya mengawasi penyiaran di Indonesia. KPI sering kali dianggap lemah dalam menjalankan tugasnya. Misalnya dalam kasus pelanggaran isi siaran yang terus terjadi, lembaga ini hanya memberi sanksi ringan seperti teguran atau peringatan. Meskipun banyak laporan dari masyarakat, KPI hanya memberikan teguran tanpa ada tindakan tegas lainnya. Ketidaktegasan ini menunjukkan bahwa UU Penyiaran belum diimplementasikan secara optimal dan lebih sering digunakan sebagai formalitas daripada instrumen kontrol yang efektif. 

Pada akhirnya revisi terhadap UU Penyiaran bukan hanya kebutuhan, tetapi juga keharusan untuk memastikan media tetap menjadi pilar keempat demokrasi yang independen dan bertanggung jawab.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun