Mohon tunggu...
Yusuf Awwab
Yusuf Awwab Mohon Tunggu... -

Hidup tanpa prasangka buruk akan menumbuhkan kecintaan dan persaudaraan pada sesama manusia. Love For All Harted For None

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menakar Ektabilitas Ahok dan Agus

17 November 2016   17:07 Diperbarui: 20 November 2016   05:34 1813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok dan Agus Yudhoyono saling berjabatan. (Sumber: poskotanews.com)

Lalu bolehkah mengambil Lembaga Survey menjadi konsultan dan sebagai tim pemenangan? Ini yang masih menjadi bahan perdebatan. Bebarapa anggota DPR menghendaki agar Lembaga Survey itu independent, berdiri sendiri dan tidak terikat oleh kepentingan partai atau elite partai manapun. Namun ada juga yang menghendaki sebaliknya. Begitupun dengan para prkatisi Lembaga Survey, ada yang setuju, banyak juga yang tidak setuju. Menanggapi banyaknya para peneliti yang seperti itu, Siti Zuhro, peneliti LIPI berkelekar bahwa sejumlah lembaga survey sudah tidak benar karena bukan lagi maju tak gentar membela yang benar, tapi maju tak gentar membela yang bayar.

Jika LSI ada dibelakang Agus Yudhoyono, maka peristiwa tahun 2004 akan terulang kembali, dimana LSI menjadi “kendaraan” SBY dalam pemenangan presiden. SBY paham akan hal itu. Ucapannya yang mengatakan bahwa pemilihan gubernur DKI beraroma seperti pemilihan presiden mengindikasikan jika strategi pertempuran yang diterapkan SBY adalah strategi 2004. Dan SBY menghendaki agar putra mahkotanya bisa menerapkan langka-langkanya dalam memenangkan pertempuran tersebut.

Bagaimana dengan Ahok? Setelah ditetapkan menjadi tersangka Sang gubernur banjir dukungan. Bahkan sudah ada kurang lebih 25 ribu orang menenken petisi perlindungan hukum untuk Sang gubernur. Beberapa orang yang mengatasnamakan ormas betawi datang memberikan dukungan. Ahok merasa bersyukur dirinya ditetapkan menjadi tersangka. Ahmad Dhani mengatakan bahwa penetapan tersangka Ahok hanya sandiwara. Bahkan H. Lulung lebih frontal mengatakan bahwa Ahok sudah yakin dirinya akan bebas. Melihat hal ini GNPF MUI mendesak agar Ahok dipenjarakan.

Melihat kasus Ahok dan terjunnya ektabilitas yang ada pada dirinya, harus dijadikan kegelisahan bagi tim suksesnya. LSI sudah mengeluarkan hasil polling terbaru yang menunjukan bahwa ektabilitas Ahok hanya 10%, jauh diatas dua kandidat lainnya, bahkan Agus mengalami peningkatan 10%. Anies Baswedan pun terheran-heran dengan peningkatan tajam ektabilitas Agus. 

Boleh saja timses Ahok meragukan atau tidak memperdulikan hasil polling LSI. Namun Ahok harus berkaca dengan pengalamannya di Bangka Belitung, saat ia mencalonkan diri dan gagal karena LSI secara masif mengeluarkan hasil polling bahwa ektabilitas Eko Ari Maulana, salah satu pesaing Ahok yang membayarnya mengahlakan ektabilitas dirinya. Jika timses tidak mengambil langkah-langkah yang tepat maka opini yang dibangun LSI untuk menjatuhkan Ahok akan kuat di masyarakat. Itu artinya kans Ahok untuk terpilih kembali menjadi gubernur Jakarta semakin menipis.

Mungkin saatnya bagi Ahok untuk menggandeng satu lembaga survey yang kridibel guna 'melawan' LSI. Jika Ahok tetap pada pendiriannya dan tidak mau menggandeng salah satu lembaga survey sebagai konsultannya, maka dikhawatirkan nasibnya sama seperti saat pilkada Bangka Belitung. Juga sama seperti Megawati yang gagal karena mengabaikan polling LSI. 

Selain sama-sama anti LSI, ternyata Ahok dengan Megawati pun memiliki persamaan yang lain, yaitu sama-sama menjadi penerus pemimpin sebelumnya. Megawati meneruskan tugas Gusdur yang dimakzulkan sebagai presiden, dan Ahok melanjutkan Jokowi yang naik menjadi presiden. Dan lucunya lawan kuat yang mereka berdua hadapi juga sama, yaitu sama-sama Klan Cikeas. Megawati ditantang pendiri Dinasti Cikeas, SBY. Dan Ahok ditantang Putra mahkota Cikeas, Agus Yudhoyono.  Lau lembaga survey yang menyudutkan mereka berdua pun sama yaitu, Lingkaran Survey Indonesia (LSI). Namun pertanyaannya apakah Ahok juga sama akan tumbang seperti halnya Megawati? Menarik untuk diikuti perkembangannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun