Rasanya seperti tidak kebagian lebaran jika tidak bisa pulang kampung. Maka tidak heran jika tidak sedikit dari kita yang memaksakan diri untuk bisa mengikuti ritual tahunan ini.Â
Perjalanan yang melelahkan sepanjang ratusan kilometer, bahkan mungkin lebih dari seribu kilometer, dengan aneka warna kemacetan, tidak menyurutkan keinginan untuk menyambangi tanah kelahiran.Â
Juga, sepertinya tidak harus merasa sayang untuk menghabiskan sebagian uang tabungan hasil kerja setahun atau mungkin beberapa tahun, juga sedikit uang tunjangan hari raya (jika ada), untuk ongkos perjalanan, membeli baju lebaran, dan membawakan oleh-oleh buat orang rumah, saat ingin merayakan hari kemenangan di kampung halaman.
Tapi tahukah kita, jika ada ribuan orang didalam sana yang terpaksa memendam mimpi dan harapan untuk bisa menengok kampung halaman? Mereka memendam mimpinya itu untuk satu, dua, tiga, lima, sepuluh, atau mungkin selama dua puluh tahun.Â
Mereka simpan rapat-rapat mimpi itu, hingga nanti jika saatnya tiba, baru mereka akan membukanya. Dan selama saat itu belum tiba, mereka hanya bisa bermimpi dan menanti.
Dan bahkan, bagi sebagian dari mereka, pulang ke kampung kelahiran sudah dihapus dari daftar keinginan. Jangankan menginginkan, untuk memimpikannya pun sudah tidak berani.Â
Ya, mereka sudah tidak berani bermimpi tentang pulang ke kampung halaman; kampung dimana mereka lahir dan dibesarkan; kampung dimana sebagian kenangan hidup dirajut dalam kebersamaan berbalut kasih sayang. Mereka telah benar-benar mengubur mimpi tentang pulang ke kampung halaman.
Siapakah mereka? Merekalah orang-orang yang terpenjara, para narapidana. Mereka yang oleh negara (penguasa) dirampas kemerdekaannya, dan dipaksa untuk hidup dibalik terali besi.
 Mereka adalah orang yang 'terasing' yang tidak punya kuasa lagi untuk hidup sebagaimana yang mereka inginkan; ada tembok yang membatasi, ada aturan yang harus dipatuhi. Dan keluar dari batasan ini merupakan pelanggaran.
Namun demikian, tidak berarti momen lebaran tidak melewati tembok penjara (lapas). Karena, mereka yang hidup didalamnya tetap mengumandangkan takbir, tahlil, dan tahmid.Â
Mereka diperbolehkan untuk menabuh bedug atau menghiasi malam lebaran dengan serangkaian ibadah. Hampir semua hal diperbolehkan bagi mereka dalam menyambut datangnya hari kemenagan. Hanya satu yang tidak boleh lakukan oleh mereka, pulang kampung! Apa jadinya jika narapidana diperbolehkan pulang kampung?