Mohon tunggu...
Aulia Emzein
Aulia Emzein Mohon Tunggu... freelancer -

Penumpang resmi pemegang KTP Republik Indonesia Former Ketua Umum HmI Komisariat FE UMRAH Volunter FAM- Indonesia suka diskusi di Petisi Kepri.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menolong Demokrasi Kita

15 September 2016   20:15 Diperbarui: 15 September 2016   20:31 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cukup mudah untuk menyatakan bahwa Demokrasi hari ini adalah manifesto kemerdekaan yang kita dambakan. Setidaknya momentum reformasi di penghujung abad ke 20 menjadi pintu menuju besar langkah bangsa ini dalam pembumian demokrasi di nusantara. Buah buah dari reformasi serupa transformasi sentralistik kekuasaan ke otonomi daerah, supremasi hokum sampai pada amandemen UUD 1945 pun menjadi jargon jargon utama menyambut era demokrasi . tak pelak fenomena ini mempengaruhi tumbuh suburnya kantong kantong organisir politik dengan segala macam idealism yang bergerak. Kebebasan bersyarikat, kebebasan menyatakan pendapat sampai kebebasan berekspresi tidak lagi menjadi mimpi belaka. Blum pula tentang kemandirian daerah lewat otonomi yang menjadikan demokrasi begitu digandrungi untuk terus eksis dan sacral.

Kini setidaknya demokrasi yang di gandrungi ini telah berumur hampir dua dekade, bila dilihat dari momentum kelahirannya yaitu reformasi 1998. Bertambahnya umur demokrasi ternyata tak membuat nubuat-nubuat substansi demokrasi itu sendiri menjadi genap. Alhasil demokrasi sebagai wujud premis premis anti oligarki,feudalism dan otoritarian malah tertunggangi dan menjadi racun bagi kaumnya sendiri lebih beracun dari 32 tahun orde baru.

Mungkinkah demokrasi hari ini adalah demokrasi utopis?, itupun tidak sepenuhnya benar karena ternyata beberapa instrument dalam demokrasi pun telah dijalankan meskipun tidak banyak meninggalkan wajah lama kedemokrasian yang terlanjur tidak diinginkan di rezim rezim sebelumnya, sehingga muncul diskursus yang telak mensubversi esensi demokrasi itu sendiri. Akhirnya demokrasi pun telah mejadi suatu nama lain bagi komposisi perjuangan politik kelompok, dengan nilai nilai abstrak yang deikemas dengan procedural demokrasi. Kepincangan ini kemudian menimbulkan apakah sebenarnya semangat demokrasi ini hanya taktis dalam agenda reformasi. Atau demokrasi lah super visi bangsa ini yang menggunakan reformasi sebagai instrument taktis dalam upaya pembumian demokrasi.

Memahami demokrasi tidaklah dirasa cukup jika hanya bicara soal pemilu, pilpres, pileg sampai dengan pilkada. Demokarasi tidak cukup hanya hadir dalam pesta 5 tahunan yang tentusaja tidak menghabiskan biaya dan energi yang sedikit, jika demokrasi hanya sebuah kegiatan ceremonial distribusi aspirasi yang diakumulasikan dan kemudian menjadi legitimasi tindakan tindakan individu “terpilih”. Maka tentu saja pemahaman umum tentang demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat tersanggah. 

Karena demokrasi dalam pemahaman pemerintahan yang meletakkan kedaulatan di tangan rakyat memiliki substansi yang sangat luas menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan demokrasi yang telah dijalankan hari ini tidak lebih hanya merupakan kaidah teknis tentang substitusi kekuasaan dan legitimasi politik kepentingan . yang menyebabkan demokrasi tidak dapat menjawab tantangan dasar tujuan kebangsaan ini. demokrasi terasa lenyap ketika kedaulatan ekonomi nasional dan perekonomian mikro di hadapkan dengan pasar Global, demokrasi menjadi kerdil saat perhitungan berlabelkan mayoritas minoritas agama menjadi isu konflik horizontal. bahkan demokrasi tidak mampu menjadi media utama dalam melahirkan kebijakan kebijakan yang menginterpretasikan kedaulatan rakyat. Kenyataan ini mendorong pesimisme dikalangan awam menyangkut kemungkinan-kemungkinan lahirnya pemerintahan yang bersih, berwibawa, akuntabel, dan berdaulat.

Menolong demokrasi adalah gerakan yang dapat dilakukan bersama-sama setiap elemen bangsa ini. Dengan meradikalisasikan kembali demokarasi agar menjadi sebuah sistem visualilisasi kedaulatan rakyat maka keniscayaan terwujudnya pemerintahan cerdas, transparent, akuntabel dan berdaulat bukanlah hal yang mustahil. Kualitas demokrasi harus dipurifikasi melalui edukasi khusunya edukasi politik yang bertujuan memberikan pemahaman secara komperhensif bahwa demokrasi tidak hanya bicara soal pesta 5 tahunan yang kental nuasa bisnis komoditas suara. Tapi demokrasi juga bicara tentang partisipasi dalam setiap perancangan kebijakan dan keputusan yang menyangkut hajat hidup masyarakat secara utuh bukan ceremonial belaka. Demokarasi pun wajib eksis sebagai tanggungjawab bersama dalam upaya melahirkan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. 

Demokrasi tidak cukup dengan hanya melahirkan UU KIP, UU OTDA, UU TIPIKOR sampai Perda-Perda. Namun demokrasi harus tertolong dengan adanya edukasi politik dan upaya saling dorong dalam konteks mencitakan pemerintahan bersih yang kemudian mendorong tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkeadilan social dalam segala aspek. Demokrasi harus ditolong dengan prinsip bahwa kita berhutang kehidupan yang lebih baik dalam berbangsa dan bernegara pada generasi yang akan dating, karena jika itu tidak ditanamkan maka demokrasi tidak akan menjadi dirinya sendiri bahkan hanya dijadikan toping dari begitu banyak kepalsuan yang terlanjur dilegitimasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun