Peribahasa China ini sangat relevan dengan Hari Kesehatan Nasional (HKN) pada 12 November 2012 yang mengusung tema “Ibu Selamat Anak Sehat”. Perjalanan panjang seorang ibu sebagai “reaktor dalam memproduksi anak”, seolah-olah menjadi tanggungjawab perempuan semata. Padahal, berbagai faktor di luar perempuan kemudian sangat berpengaruh dalam membentuk baik buruknya kualitas bayi atau anak yang dilahirkan. Artinya, perempuan sudah berkontribusi separuh dari tegaknya kehidupan. Jika kita sebagai faktor luar itu tidak berkontribusi apa pun, maka runtuhlah langit kehidupan itu.
Beberapa keberhasilan di sektor kesehatan dari “sisi ibu”memang telah kita raih. Angka kematian ibu sebesar 228 kasus per 100.000 kelahiran hidup (2009). Capaian target tersebut tetap menjadi sangat berat, mengingat pada tahun 2015 amanat Millenium Development Goals (MDGs) paling tidak mendekati angka 102 kasus per 100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan dari “sisi anak”, menunjukkan angka kematian anak-anak di bawah usia lima tahun juga mengalami penurunan dari 97 kasus per 1.000 kelahiran hidup (1991) menjadi 44 kasus per 1.000 kelahiran hidup (2007). Target MDGs angka kematian anak di bawah usia lima tahun yang harus dicapai pada tahun 2015 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup.
Hak bayi baru lahir terhadap akses air susu ibu (ASI) sungguh mengenaskan. Hasil Survai Sosial Ekonomi (Susenas) menunjukkan telah terjadi penurunan terhadap perilaku para ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Tercatat pada tahun 2006 hanya sebesar 64,1%, kemudian menurun menjadi 62,2% pada tahun 2007, bahkan merosot hanya 56,2% pada tahun 2008. Sementara, data terakhir dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2010 justru memperlihatkan hasil yang sungguh sangat mencengangkan, bahwa di kalangan ibu yang menyusui cakupan ASI eksklusif hanya mencapai sekitar 22%.
Padahal, beberapa penyakit yang biasa menyerang anak, dapat dihindarkan dengan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dan meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia dua tahun. Bahkan, inisiasi menyusu dini (IMD) yang diberikan kepada bayi baru lahir dapat menurunkan angka kematian bayi sebesar 22%.
Ancaman serius berikutnya adalah penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus)dari ibu hamil kepada bayinya yang meningkat menjadi 150% dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Secara nasional ada 1.200 ibu hamil yang dinyatakan positif mengidap HIV. Angka penularan HIV dari ibu hamil sebelumnya hanya 1,2% dari total jumlah pengidap, sekarang menjadi 2,7%. Potensi penularan dari ibu ke bayi menjadi semakin meningkat karena ada 3.200 ibu rumah tangga pengidap HIV, yang pada gilirannya berpeluang untuk menjadi hamil dan melahirkan.
Fakta ini tidak mengejutkan, karena Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa, hanya sebesar 44,4% penduduk yang sudah pernah mendengar tentang HIV/AIDS(Acquired Immune Deficiency Syndrome). Sementara hanya sebesar 13,9% di antaranya berpengetahuan benar tentang penularan HIV/AIDS dan hanya sebesar 49,3% berpengetahuan benar tentang pencegahan HIV/AIDS.
Maka, benar saja jika banyak korban berjatuhan menimpa individu yang sebenarnya justru tidak melakukan perilaku yang berisiko tinggi terhadap penularan HIV, sebut saja misalnya, para ibu rumahtangga, bayi maupun balita. Ketidaktahuan akan cara penularan dan pencegahan HIV menjadi penyebabnya. HIV sudah mengintip dari balik bilik-bilik pribadi kita.
Program-program yang dikembangkan selama ini belumlah cukup. Salah satunya adalah upaya menurunkan angka kematian ibu dengan program nasional Jampersal (jaminan petolongan persalinan). Program Jampersal memungkinkan setiap persalinan dapat dipastikan ditolong oleh tenaga kesehatan tanpa dipungut biaya sepeser pun.
Perlu dikembangkan program-program yang tidak hanya berbasis pada kesehatan ibu dan anak saja. Pemberian ASI eksklusif tidak harus “ibu” saja yang mempunyai peran penting, tetapi juga para “ayah” menjadi kunci keberhasilan. Sebut saja misalnya Komunitas Ayah ASI, yang merupakan kumpulan para “suami” yang selebritas dalam mendukungpara “isteri” dalam memberikan ASI eksklusif.
Penularan HIV/AIDS pada ibu hamil, bayi, dan anak, juga harus disadari merupakan kelalaian para suami, ketika tidak mampu mengerem hasrat seksual yang menyimpang. Jadi, hargailah para ibu dalam menjunjung separuh langit, jangan sampai kita “para suami” justru turut meruntuhkan jerih payahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H