Menjelang launching album baru 'Fenomena Fariz RM', rasanya gatal ingin menulis tentang kiprah 'sang multi-instrumentalis' dengan berbagai pengaruhnya terhadap musisi lain. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dengan segala keterbatasan informasi yang saya punya. Fariz RM sangat mudah melebur dalam suatu kerjasama musikal, tanpa harus mengorbankan 'keunikan musikalitas' diri sendiri.
Kolaborasi Fariz RM sekitar akhir 1970-an sampai akhir 1980-an dengan para musisi pada saat itu menghasilkan berbagai warna musik yang sangat khas, tetapi spesifikasi 'brand' Fariz RM tetap terjaga. Pengaruh Fariz RM begitu sangat kuat pada saat itu, sebagian besar musisi dipastikan pernah bekerjasama atau bahkan menjadi obyek eksperimental musikal dengan kreatifitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
Hanya sekedar contoh saja, musisi sekaligus vokalis yang melegenda seperti Achmad Albar pun tidak lepas dari perhatian Fariz RM untuk digiring dalam memahami konsep bermusiknya. Hasilnya sungguh di luar dugaan, Achmad Albar dengan 'cengkok' Fariz RM! Sebuah pencapaian musikalitas dengan harmonisasi yang tinggi antara karakter 'rock yang kasar' dengan 'pop yang bernas'. Mereka kemudian merilis beberapa album, antara lain Langkahkan Pasti (Sky Record), Scenario (Sky Record, 1983), dan Secita Cerita (Sky Record), dengan mendapatkan apresiasi yang tidak pernah sepi sampai saat ini.
Apakah Fariz RM juga sangat berpengaruh terhadap para musisi saat ini? Tanpa kita sadari warna Fariz RM sebenarnya berpendar ke dalam nuansa musikal band-band yang lahir setelah zaman keemasannya. Pengaruh kuat musikalitas Fariz RM terhadap musisi-musisi muda saat ini, sebenarnya merupakan pijakan yang sangat berarti baginya untuk kembali meramaikan industri musik di Indonesia. Tentu saja dengan memberanikan diri berkolaborasi dengan mereka.
Pengaruh itu misalnya, musisi Koil tidak pernah mendengar band dalam negeri sebagi referensi, kecuali album Trapesium (Symphony, 1982). Fariz RM juga memengaruhi warna musik KLa Project (Kompas, 01/03/11). Giring (Nidji) jelas-jelas menyebut Fariz RM sebagai referensi (Living in Harmony, 2009). Pertemuan saya dengan Adrian bassis Efek Rumah Kaca dan Acum vokalis Bangkutaman di Cirebon (Jangan Marah Records Tour, 09/05/10), ketika saya menyebut nama Fariz RM dalam bincang-bincang, mereka bilang bahwa selera musik saya sudah pada jalur yang benar. Dalam sebuah kesempatan Fariz RM pun berkelakar, jika saja ia masih muda akan melamar sebagai pemain keyboard Efek Rumah Kaca dan Koil sekaligus! Sebuah kedekatan yang sangat emosional.
Kekosongan Fariz RM bermusik (baca: tidak merilis album secara fisik) membuat kita terperangkap dalam nostalgia di tengah gegap gempita lagu-lagu semacam Sandra Ameido, Selangkah ke Seberang, Sakura, Kurnia dan Pesona, Nada Kasih, maupun Barcelona. Seolah-olah itulah karya Fariz RM yang paling fenomenal dan terus diperbincangkan berbagai kalangan tak habis-habisnya. Kita pun sebagai penggemar terjebak pada lagu-lagu era klasik itu, walaupun tidak tertutup kemungkinan akan lahir lagu-lagu Fariz RM dalam konteks kekinian yang lepas dari 'image' yang sudah melekat selama ini.
Kegilaan Fariz RM untuk berkolaborasi dengan musisi-musisi lain pada zaman keemasannya, seharusnya sudah mulai dijajaki untuk saat ini. Fariz RM secara inklusif membuka diri terhadap kecenderungan musikal para musisi muda. Tidak hanya memengaruhi, Fariz RM pun seharusnya bersedia dipengaruhi oleh tipikal musik terkini yang diusung oleh para musisi muda.
Beberapa album Chrisye dan Iwan Fals merespon kecenderungan itu dengan memberikan ruang kepada karya para musisi muda. Tetapi kesan kuat citra musikalitas keduanya tetap terjaga. Walaupun pada lapisan penggemar tetap terjadi diskursus, pro-kontra pasti terjadi!
Sebenarnya tidak ada keraguan secuil pun ketika Fariz RM turut meramaikan konser BNI-Economic Jazz 2011 di Yogyakarta (14/05/11) bersama Barry Likumahuwa dan para musisi muda lain. Fariz RM sepertinya menemukan bentuk kolaborasi yang diinginkannya. Formasi ini merupakan penampilan ulangan dari Java Jazz Festival 2011 di Jakarta, walaupun tanpa Erwin Gutawa. Penulis sempat berbincang mengomentari kolaborasi ini, ketika ditanyakan apakah ada kemungkinan berkolaborasi dengan para musisi muda lainnya? Ada, tapi nanti, dinikmati yang ada dulu dan tidak terlalu tergesa-gesa.
Ada 'simbiosis mutualisma' antara Fariz RM dan Barry Likumahuwa dalam kolaborasi ini. Lagu-lagu Fariz RM menjadi lebih segar dan berenergi ketika Barry Likumahuwa memberikan sentuhan dalam menginterpretasikan ulang lagu-lagu Fariz RM. Sementara Barry Likumahuwa diuntungkan dengan nama besar Fariz RM yang melegenda itu, walaupun sebenarnya di kalangan penggemar musik jazz saat ini, Barry Likumahuwa mendapatkan porsi perhatian yang lebih. Barry Likumahuwa bisa dikatakan sebagai ikon baru musik jazz Indonesia saat ini.
Memang sudah tabiat Fariz RM selalu mencoba berbuat sesuatu yang baru sejak dulu. Jadi, ada kemungkinan (harapan penulis) kolaborasi juga akan terjadi dengan band-band yang memang menjadikan Fariz RM sebagai referensi bermusik yang baik bagi mereka, seperti Koil-band yang beraliran keras, Efek Rumah Kaca dengan lirik-liriknya yang cerdas maupun White Shoes and The Couples Company yang mampu menghadirkan lagu-lagu bernuansa retrospektif. Perlu dibuktikan mampukah Fariz RM yang berpredikat sebagai "kutu loncat" seperti yang biasa ia lakukan dahulu, bersinergi dan meleburkan diri bersama para musisi muda masa kini? Sebuah keniscayaan bahwa Fariz RM akan menjadi sebuah fenomena!