Padahal di dilapangan semua mengcuhkan niat para wakil rakyat. Sepatutnya para jajaran DPR bisa bercermin, dikaca bersih dan lebar. Memahami status, yang diraih berasal dari suara-suara rakyat “terlantar” yang dipaksa untuk mengatas namakan demokrasi. Defisit kredibilitas lembaga perwakilan rakyat sudah sampai kepada titik yang nyaris absolut sehingga tidak mudah untuk dipulihkan.
Wakil Rakyat Palsu
Apa yang menjadi harapan rakyat, tak semestinya dicukur oleh kepentingan elite politik yang bersemayan sebagai wakil rakyat. Antara kepentingan politik dan pribadi begitu kental terangkum, dibandingkan harus berjuang untuk kepentinagan rakyat. Mungkin lebih penting hal pertama.
Distrust atau ketidak percayaan masyatakat terhadapa wakil rakyat, ibaratkan telur di ujung tandung. Dan nyarisnya , kebohongan demi kebohongan tercipata secara sistematis, atas nama suara rakyat dan kesejahteraan.
Namun, itu pun hanya sekadar umpan politik, demi melanggengkan kedudukan. Kepalsuan sebagai wakil rakyat, menjadi preseden buruk di mata rakyat. Wakil rakyat hanya dipandag sebagi ‘lintah darat’ yang begitu menyakitkan.
Bagaimana tidak, dalam pembanguna Gedung DPR yang menelan dana, triliunan rupiah, tidak ada suara rakyat yang bergema, kecuali wakil rakyat. Rakyat tidak di libatkan dalam memperdebatkan pembangunan gedung DPR karena pembangunan gedung DPR adalah urusan orang-orang pintar seperti mereka.
Meskipun kritik masyarakat keras dan tajam, namun hal tersebut seakan lenyap ditelan oleh gelombang nafsu kekuasaan yang nikmat dan memabukkan.
Menggugat Presiden
Pernyataan presiden yang menghimbau agar rencana pembangunan gedung pemerintah yang belum perlu dan dianggap tidak penting sebaiknya ditunda atau bahkan dibatalkan, hanyalah di nilai sebuah pencitraan saja.
Pada akhirnya gugatan hukum datang untuk sang pemimpin negeri ini, selain Ketua DPR, Ketua BURT DPR, Menteri Keuangan, dan para ketua fraksi di DPR.
Para tergugat dinilai melakukan kerugian terhadap hak-hak publik karena tergugat lebih memprioritaskan alokasi anggaran untuk pembangunan gedung DPR daripada mengalokasikan anggaran untuk kesejahteraan masyarakat miskin. Meski publik sudah membayar pajak, tetap saja pemerintah mengabaikan aspirasi publik untuk menghentikan pembangunan gedung itu.