Senyum simpul ketika membaca tulisan di detikfinance ketika seorang Wakil ketua Komisi XI DPR mengeluarkan statement berikut: Gagasan MUI sudah lama sekali kenapa Muhammadiyah baru sekarang, kan terlambat sekali," ujar Akhsanul kepada detikFinance, Senin (4/4/2010) malam.
Akhsanul sangat menyayangkan jika fatwa tersebut berupa sebuah hukum, sehingga pada akhirnya membuat masyarakat bingung. "Mereka (Muhammadiyah) mengeluarkan statement (pernyataan) berupa larangan haram, hal ini pasti membuat masyarakat bertanya-tanya setelah sekian lama berita mengenai bunga bank haram telah hilang. Karena kita semua mengetahui umat Islam di Indonesia jumlahnya 80% dari total jumlah penduduk," ungkapnya. Seharusnya, lanjut Akhsanul Muhammadiyah mensosialisasikan terlebih dahulu mengapa bunga bank haram melalui kampanye dan penjelasan-penjelasan konkrit kepada masyarakat sebelum dikeluarkannya larangan. "Kemudian mereka memberikan sebuah solusi atau jalan keluar kepada seluruh masyarakat dimana sebaiknya masyarakat menempatkan atau menabung dana mereka," jelasnya.
Akhsanul mencontohkan, dalam fatwa mengenai haramnya bunga bank tersebut hendaknya diberikan solusi seperti masyarakat bisa menabung di bank syariah atau unit usaha syariah bank konvensional. Sehingga, menurut Akhsanul Muhammadiyah dapat menjadi lokomotif utama untuk menggerakkan perbankan syariah. " Itu yang menurut saya bagus, jangan hanya berupa fatwa haram saja," tuturnya. ===================================================================================
Masyarakat Tidak Bingung!
Pernyataan tersebut seperti kembali ke tahun saat MUI mengeluarkan fatwa haram, ditakutkan terjadinya rush dana dan lain-lain, masyarakat menjadi bingung dll. Salah besar, masyarakat sangat tidak bingung dan percaya diri memilih jasa keuangan sesuai dengan kepercayaan mereka.
Hal ini disebabkan banyak faktor, baik mengejar keuntungan atau karena loyalitas semata.
Keuntungan disini berupa, kemudahan transaksi, teknologi yang memadai, banyaknya kantor cabang ataupun bunga (bank syariah mengenal bagi hasil) yang kompetitif----hal inilah yang dicari oleh para nasabah. Menurut teman-teman di BI disebut nasabah floating--rasional.
Loyalitas dapat berupa kedekatan dengan prinsip-prinsip yang dianut bank, Saya ingat ketika masih kuliah di Universitas sebelas Maret,Solo, menggunakan BNI konvensional karena letaknya dekat dengan kampus, jadi mudah untuk mengambil uang kiriman...hehehehhe. Suatu saat pas mudik ke Jakarta bertemu dengan seseorang yang telah menabung di bank syariah, kalau tidak salah Bank Muamalat. "Saya sih, milih tabungan Bank Islam saja, bebas dari riba--ini sesuai dengan Islam", ujar orang tersebut. "Kalau saya masih pakai konvensional Pak...karena dekat kampus sih, tapi bunganya gak saya makan Pak...saya beliin kaset-kaset..hehhehe", ujar Saya sambil terkekeh-kekeh.
Nah, semua pilihan kembali dengan fungsi dan tujuan individu dan nasabah yang bersangkutan. Tapi sekarang Bank Syariah sudah canggih-canggih, kantor layanan pun dimana-mana---by nature, tinggal menunggu booming syariah banking saja.
Wassalam
Adji Waluyo P