Setiap orang pernah mengalami proses pembelajaran dalam kehidupannya masing-masing. Karena yang namanya proses belajar tidak hanya berlaku di bangku sekolah ataupun kuliah.Proses belajar tidak hanya bisa didapat dari guru ataupun dosen, melainkan bisa di mana saja dan kapan saja.
Bagi orang kreatif ada tiga tahap yang wajib ia lalui dalam proses belajar: (1) Mengamati. Proses ini kerap diabaikan dalam metode pembelajaran kita. Banyak orang yang bersikap cuek, atau mengaku sibuk dan tidak sempat memperhatikan hal-hal kecil di sekelilingnya. Melakukan riset kecil dengan metode observasi sederhana adalah penting untuk melatih kepekaan (sense), rasa peduli dan tidak menelan begitu saja setiap sumber yang ia peroleh;
(2) Berpikir. Hal yang sudah diamati dengan lebih mendalam kemudian secara reflek akan masuk ke dalam otak menjadi sebuah pemikiran (proses berpikir). Kecenderungan untuk malas berpikir hal-hal yang sederhana (apalagi yang berat) menyebabkan kita menyepelekan banyak hal, kurang perencanaan dan hasilnya menjadi tidak optimal. Berpikir itu mengasyikan seperti mengotak-atik sebuah permainan puzzle, menyusun ulang lalu meletakkan dalam kerangka berpikir yang sistematis dan logis (mana kepala, badan dan ekornya);
(3) Bertindak Kreatif. Jika kita sudah melakukan sebuah pengamatan lalu terlibat dalam proses berpikir, maka selanjutnya seperti ada "setrum" untuk bertindak. Karena biasanya sebuah ide dan gagasan yang muncul itu akan terus membayang dan ingin segera dipraktikkan. Orang kreatif selalu berpikir positif dan optimis, tidak pernah terjebak banyaknya kendala tapi terpacu mengatasi kendala tersebut. Dulu ada film Mc Giver yang selalu berupaya mengoptimalkan pengetahuan dan kemampuannya, memanfaatkan segala yang ada, untuk mengatasi permasalahannya.
Proses ini sesungguhnya sudah diperkenalkan oleh leluhur kita, di mana mereka tidak pernah sekolah dan apalagi kuliah. Tidak ada buku apalagi google sebagai sumber referensi. Juga tidak ada benda berharga yang mampu merubah ke-tiadaan menjadi ke-adaan. Kekayaan utama yang tidak ternilai harganya adalah akal pikiran kemudian termanifestasikan dalam bentuk tindakan. Mungkin hal sepele, tapi coba kita tanya, Siapa penemu buah durian pertama sekali? Siapa penemu daun-daunan yang bisa diramu dan dijadikan obat (tanpa bahan kimia)? Mengapa ada ide gagasan membuat genteng?
Mengapa orang-orang dulu tahu kapan datangnya bencana, dan tahu pula bagaimana mengatasinya? Mereka juga bisa hafal setiap musimnya, tahu di mana barat dan timur, tahu letak sumber mata air... dan sebagainya. Mereka serba tahu. Apakah mereka belajar? Ya, mereka belajar tapi tidak sekadar menggunakan metode catunglis (baca, hitung, tulis) dan menerapkan teknik hafalan. Mereka tidak sekadar tahu, melainkan mengerti, paham dan melakukan (praktik langsung). Mengapa? Karena mereka sadar, bahwa hidup dan kehidupan mereka sesungguhnya itu ada di alam nyata, bukan dalam pustaka.
Untuk itu penting melatih anak-anak kita agar terbiasa melakukan proses produksi berupa pengamatan, berpikir dan bertindak kreatif. Alam (lingkungan, hewan, tumbuhan dan manusia) ini diciptakan oleh-Nya tidak habis untuk dipikirkan. Proses tersebut akan terus berkelanjutan, karena semakin kita tahu maka akan semakin kita sadar pula bahwa masih banyak yang tidak kita ketahui. Sebaliknya semakin sedikit kita tahu maka kita tidak beranjak kemana-mana. Jika tidak percaya, maka mulailah mengamati, berpikir dan bertindak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI