[caption id="" align="alignnone" width="648" caption="designed by @mhdzahrawi on twitter"][/caption] forward from my other blog http://thefanoffiction.blogspot.com Sore menjelang, menampakkan wujud aslinya melalui guratan-guratan cahaya yang terukir tegas di barisan awan-awan cumulonimbus sebelah utara tempat ia berdiri. Puluhan warna terukir disana, terlukis dengan jelas seperti kumpulan ribuan pelangi yang menyeruak keluar dari balik awan. Ilalang menari-nari, menyambut kedatangan sore yang indah. Cahaya sore mendarat di lengannya, menimbulkan kehangatan yang tidak biasa, jauh dari lubuk hatinya ia merasa damai. Ia melepas kacamatanya, membersihkannya dari debu menggunakan bagian bawah bajunya, berharap bisa melihat lebih jelas pemandangan menakjubkan di depannya. Gravitasi. Menahannya tetap di permukaan. Melawan keinginannya untuk terbang bebas menyambut parade warna dan cahaya di hadapannya. Baginya, menjadi penikmat saja tidak cukup. Seperti kau meminum kopi yang sangat nikmat tapi tidak tahu cara membuatnya, sehingga ketika kopi itu habis, maka habislah kenikmatan itu. Pernah sekali ia mencoba membuat “kopi” itu, melukis langit seolah ia adalah pemiliknya. Bersikap egois dengan memasukkan semua unsur yang ada. Menghilangkan bagian yang paling penting dari semuanya. Mencoba terus dan terus. Karyanya tak lebih dari genangan air di pinggiran jalan kota. Atau pernah ia mencoba memperbaiki langit yang sedang bersedih, yang sedang menumpahkan amarahnya kepada siapapun yang sedang melihat, namun gagal. Ia merubah posisi duduknya, bukan karena ingin menghindar dari cahaya yang merambat masuk melalui daun-daun pohon pinus yang sedang menaunginya, melainkan karena ingin melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. skypainters.skylovers