Mohon tunggu...
Lyfe

Kaliankah generasi penghancur kecewa itu?

8 November 2015   02:19 Diperbarui: 8 November 2015   02:19 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa terasa beberapa bulan telah kami mengucapkan sumpah di hadapan segenap anggota keluarga. Ketika saya kembali memutuskan untuk bergabung dalam barisan kepengurusan ini (baca:Progresif Revolusioner), saya pernah menyampaikan penolakan kepada pimpinan saat ini. Ya,alasan klasik regenerasi memang selalu jadi primadona bagi pengurus demisioner. Dengan alasan lain ingin membayar segenap hutang (baca:tanggung jawab) di tempat lain saya merasa peran saya disini tidaklah sekrusial di tempat lain dimana saya harus aktif lebih banyak. Namun,berhubung beberapa orang penting dalam hidup saya memberi seuntai nasihat,saya urungkan niat sebelumnya. Walaupun saya dikenal keras kepala,tetap saja bisa berubah pikiran layaknya karang yang tak bertahan lama oleh ombak yang datang menyapa setiap saat.

Beberapa pekan lalu saya tercengang oleh sebuah pilihan tak terduga seorang adik tingkat. Saya yang kebetulan diberi amanah sebagai salah satu pembuat soal ujian mid laboratorium. kemudian setelahnya memeriksa,membagikan hasil,dan menerima jika seandainya ada yang ingin menyampaikan protes. Sebagian besar protes dikarenakan ingin memperoleh nilai lebih tinggi. Namun, tentu bukan mereka yang menyita perhatian saya. Melainkan seorang yang ingin dikurangi nilainya dikarenakan merasa tak pantas memperolehnya. Sejenak terlihat lucu,dengan nilai seperti itu saja hanya memenuhi standar terbawah. Lah ini bocah malah minta dikurangi. Gimana sih? Saya yang sedang bermimpi atau memang malaikat berwujud manusia yang sedang menguji?. Lantas saya mencoba untuk kembali membujuknya untuk tetap menerima nilai awal. Tapi entah siapa yang mengajarinya untuk menolak bujukan itu. Dan begitulah,ternyata kejujuran tidaklah semahal apa yang saya bayangkan. Ternyata di hadapan mata pun saya memperolehnya,meski hampir di seluruh pelosok menjualnya dengan harga termurah.

Kemudian beberapa malam yang lalu saya dibuat tersenyum oleh sebuah sikap "pemberontakan" seorang junior. Saya yang diberi kesempatan menyampaikan beberapa sub materi untuk FOCUS GRUP DISCUSSION sebagai bagian dari pengaderan di lembaga kami disela olehnya dalam sebuah forum. Sejujurnya saya sengaja membuat kesalahan itu untuk mengetahui reaksi dari mereka yang diberi amanah sebagai mentor bagi mahasiswa baru. Dan ternyata hanya dia yang berani menyampaikan kebenarannya. Sikap berani tadi sebenarnya bukan baru ini saja ia lakukan. Pernah beberapa pekan sebelumnya,ia rela tak mengikuti asistensi ketika dihadapkan pada pilihan ikut asistensi atau menunaikan sholat. Ternyata masih ada yang berani meneriakkan kebenaran disini. Ia tahu persis resikonya,Namun tetap berani menhadapinya.

Dan hari ini kembali saya dipermalukan (baca:disadarkan) oleh seorang adik tingkat. Sejujurnya apa yang dia sampaikan seperti apa dia memperkenalkan diri. Ya,saya lebih suka menyebut gagasan yang ia sampaikan tadi seperti sajak kritikan dengan judul "Saya Mahasiswa Baru yang Sederhana. Susunan kalimatnya tersusun dengan sajak atau mungkin puisi. Pemilihan diksi pun tidak sembarang. Tapi lebih dari itu,isinya layak mengotak-atik nurani yang mendengarkan dengan seksama.

Dan sekarang saya memutuskan untuk menyimpan rasa pesimistis saya terhadap pelanjut generasi. Sudah seyogyanya regenerasi di tubuh keluarga harus dilakukan. Membandingkan mental ketika berada di posisi mereka saat sekarang dengan kami dahulu rasanya tak begitu adil. Ketika ditanya komitmen dan loyalitas mungkin dengan bangga saya perlihatkan generasi kami. Namun persoalan kejujuran kamilah yang harus berguru kepadanya. Untuk urusan keberanian menyuarakan kebenaran,ia lebih layak dijadikan teladan. Dan dalam hal kesadaran,mungkin memang kamilah yang sedang terjajah.

Okelah jika digunakan metode statistik banyak keraguan muncul perihal kapasitas yang mereka miliki sebagai sebuah kelompok. Dan terus berlarut menjadi kekecewaan bagi sebagian yang sudah berstatus kakak mereka termasuk teman-temanku sendiri. Saya pun tak menafikan itu. Namun sebuah perubahan besar takkan lahir tanpa harapan. Nurani saya meyakinkan untuk tak lelah menasihati,diminta ataupun tidak. Toh,itu merupakan tanggung jawab moril. Dan sebuah energi besar kebaikan takkan lenyap. Sebagaimana hukum kekekalan energi. Energi tak dapat dilenyapkan,namun dapat dipindahkan. Semoga energi positif mereka dapat tertular kepada kawan segenerasinya.

Dan terakhir sebelum saya menutup tulisan ini, Saya berharap yang sempat membaca untaian kalimat ini tak sekedar menjadi pengantar tidur ataupun hanya sebagai gagasan yang menyampah. Saya hanya tak ingin saya terbangun esok hari kembali melihat realitas dan dengan ketetapan hati meyakini bahwa kami adalah sebuah generasi yang kecewa. Kecewa karena tak mampu mewariskan hal positif, kecewa ketika tak menjadi teladan bagi mereka,dan kecewa jika segenap apa yang kami tulis hanya menjadi sekedar wacana. Bangkitlah generasi penghancur kecewa...bangkitlah atas nama kesadaran...

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun