Mohon tunggu...
Awfa Dikhrish
Awfa Dikhrish Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Wayang dan Deiksis

14 Maret 2022   22:09 Diperbarui: 14 Maret 2022   22:49 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: https://youtu.be/9IIxeMosuSk

Kalangan seniman Indonesia diguncang dengan ceramah Ustadz Khalid Basalamah yang membahas hukum wayang dalam Islam. Potongan ceramah tersebut viral di media sosial pada Februari lalu melalui kanal YouTube Afdal Mishary yang berjudul “Hukum Wayang - Ustadz Khalid Basalamah”. Video berdurasi 2 menit 23 detik tersebut menuai kontroversi di kalangan para seniman sebab Ustadz Khalid Basalamah menyatakan bahwa wayang dilarang dalam Islam. Sejumlah kalangan di Indonesia merasa tersinggung dan tidak terima akan pernyataan itu karena berdasarkan pengetahuan mereka wayang merupakan sebuah kesenian yang telah menjadi salah satu media dakwah dalam agama Islam yang digunakan oleh Sunan Kalijaga dengan cara mengadakan pertunjukan wayang di daerah Padjajaran dan Majapahit yang bertujuan untuk menanamkan nilai ketuhanan, ajaran syari’at, serta nilai akhlak yang berlandaskan ajaran Islam. Pernyataan selanjutnya yang membuat kalangan seniman -terutama dalang- semakin gempar adalah wayang lebih baik dimusnahkan dan ditinggalkan jika tidak cocok dengan agama. Kalangan seniman Indonesia memaknai pernyataan tersebut sebagai suatu tindakan pemusnahan wayang sebagai salah satu tradisi di Indonesia yang telah ada sejak sebelum abad ke-10 masehi.

Ceramah Ustadz Khalid Basalamah yang ternyata telah dilakukan empat tahun lalu tersebut dapat dianalisis dengan kajian pragmatik. Teori pragmatik yang akan digunakan dalam esai ini adalah deiksis. Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani “deitikos” yang artinya “hal penunjukkan secara langsung”. Menurut Putrayasa (2014:37-38), deiksis adalah bentuk bahasa baik berupa kata maupun lainnya yang berfungsi sebagai penunjuk hal atau fungsi tertentu di luar bahasa. Sedangkan menurut Sudaryat (2008:121), deiksis adalah bentuk bahasa yang berfungsi sebagai penunjuk hal atau fungsi tertentu di luar bahasa. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah kajian pragmatik yang berfungsi untuk menunjukkan hal di luar bahasa, seperti siapa penutur, waktu, dan tempat terjadinya tuturan. Analisis deiksis adalah cara paling nyata untuk mendeskripsikan hubungan bahasa dan konteks dalam bahasa karena berguna untuk mengetahui informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu, baik orang, benda, tempat, maupun waktu tuturan berlangsung.

Deiksis terbagi menjadi lima jenis. Pertama, deiksis persona, yaitu deiksis yang menunjuk kepada peran dari partisipan dalam peristiwa percakapan (penutur dan petutur), terdiri dari tiga sudut pandang, yaitu orang pertama (saya, daku, saya, -ku, ku-, kita, dan kami), orang kedua (engkau, kau, dikau, kamu, anda, kau-, -mu, dan kalian), dan orang ketiga (ia, dia, beliau, -nya, dan mereka). Kedua, deiksis tempat, yaitu deiksis yang menunjuk pada lokasi tempat terjadinya peristiwa percakapan, terdiri dari lokatif (sini, situ, dan sana), demonstratif (ini, itu, begini, dan begitu), dan temporal (kini dan dini). Ketiga, deiksis waktu, yaitu deiksis yang menunjuk pada waktu terjadinya peristiwa percakapan, terdiri dari kata sekarang, saat ini, besok, lusa, kelak, nanti, tadi, kemarin, minggu lalu, ketika itu, dan dahulu. Keempat, deiksis wacana, yaitu deiksis yang mengacu pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan sebelumnya atau yang sedang dikembangkan. Kelima, deiksis sosial, yaitu deiksis yang berhubungan dengan aspek kalimat yang mencerminkan kenyataan tertentu mengenai situasi sosial dalam peristiwa percakapan. Deiksis sosial merujuk pada perbedaan masyarakat yang mempengaruhi peran penutur dan petutur yang dapat ditujukan melalui pemilihan kata (Putrayasa, 2014).

Menurut saya, video ceramah ini mengandung tiga jenis deiksis, pertama adalah deiksis persona yang terlihat pada kalimat, “Makanya saya bilang caranya adalah harusnya Islam dijadikan tradisi dan budaya, jangan kita balik, jangan budaya di Islam kan.” Deiksis persona dalam kalimat tersebut menggunakan sudut pandang orang pertama yang ditandai dengan kata saya dan kita. Maksud kata saya merujuk pada Ustadz Khalid Basalamah yang sedang berbicara (penutur) dan maksud kata kita merujuk pada umat muslim. Deiksis persona kedua yang terdapat dalam ceramah ini terdapat pada kalimat, “Kalau masalah taubat ya taubat nasuha kepada Allah swt. dengan tiga syarat yang telah kita ketahui, meninggalkan dosa-dosa kecil, menyesal, dan janji kepada Allah tidak akan mengulanginya, dan kalau dia punya, maka lebih baik dimusnahkan, ya.” Deiksis persona dalam kalimat kedua ini menggunakan sudut pandang orang ketiga yang ditandai dengan kata dia yang maksudnya merujuk pada dalang yang ingin bertaubat. Jenis deiksis kedua yang terdapat dalam video adalah deiksis waktu yang terlihat pada kalimat, “Artinya, bukan kita mau menghapus 100% masalah kebiasaan dan tradisi, tapi kalau tidak cocok dengan agama, wajar kita tinggalkan. Atau mungkin ada teknologi canggih yang lebih baik, seperti orang sekarang sudah biasa tampil di panggung,” dan kalimat, “Saya yakin juga kalau generasi sekarang ini lebih cenderung untuk meninggalkan itu kan.” Deiksis waktu dalam kedua kalimat tersebut ditandai dengan kata sekarang yang maksudnya mengacu pada zaman modern yang serba teknologi dan cenderung meninggalkan tradisi.

Deiksis waktu kedua yang terdapat dalam ceramah ini terdapat pada kalimat, “Kalau memang itu peninggalan nenek moyang kita, mungkin kita bisa kenang dulu, oh ini tradisinya orang dulu.” Dalam kalimat ini, terdapat kata yang mengandung unsur deiksis waktu, yaitu kata dulu. Namun. kedua kata dulu ini mengandung maksud berbeda. Maksud kata dulu yang pertama mengacu pada waktu sebelum memusnahkan dan meninggalkan wayang, sedangkan maksud kata dulu yang kedua adalah waktu zaman nenek moyang, tepatnya orang-orang pada zaman nenek moyang. Jenis deiksis ketiga yang terdapat dalam video adalah deiksis wacana yang terlihat pada kalimat, “Maka, dengan wayang-wayang ini sebetulnya sudah bisa tergantikan dengan manusia yang sudah jelas-jelas nyata.  Saya yakin juga kalau generasi sekarang ini lebih cenderung untuk meninggalkan itu kan, sudah merasa itu sudah zaman dulu.” Dalam kutipan kalimat tersebut terdapat kata yang mengandung unsur deiksis wacana, yaitu kata itu yang merujuk pada wayang-wayang yang telah dijelaskan pada tuturan-tuturan sebelumnya. Melalui penelitian ini, dapat diketahui bahwa tidak ada deiksis tempat dan deiksis sosial dalam ceramah Ustadz Khalid Basalamah.

Berdasarkan pemaparan ini, dapat saya simpulkan bahwa terdapat tiga jenis deiksis dalam ceramah tersebut. Pertama, deiksis persona yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang ditandai dengan kata saya dan kita, serta sudut pandang orang ketiga yang ditandai dengan kata dia. Kedua, deiksis waktu yang ditandai dengan kata dulu dan sekarang. Ketiga, deiksis wacana yang ditandai dengan kata itu. Jenis deiksis yang paling sering muncul dalam ceramah ini adalah deiksis persona yang menggunakan sudut pandang orang pertama yang ditandai dengan kata saya dan kita. Dilihat dari keseluruhan pemaparan esai ini, diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi banyak orang terkait teori deiksis yang terdapat dalam kajian pragmatik, sehingga kegiatan bertutur menjadi lebih teratur dan kita dapat menangkap maksud yang diucapkan penutur, serta diharapkan tidak akan terjadi kesalahpahaman dalam bertutur.

Penelitian ini sebaiknya dapat digunakan sebagai bahan penelitian lanjutan kajian pragmatik, terutama mengenai deiksis. Esai ini dirasa belum mencapai kesempurnaan, untuk itu saya merekomendasikan adanya penelitian lebih lanjut mengenai deiksis yang menganalisis video-video dalam YouTube yang sedang viral. Analisis deiksis tersebut dapat berguna untuk mengetahui informasi luar bahasa yang terdapat dalam video terkait. Selain itu, dengan analisis deiksis, dapat diketahui maksud yang diucapkan penutur, waktu, dan tempat terjadinya tuturan. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya perlu disempurnakan dengan bahan dan sumber yang lebih akurat agar hasilnya dapat bernilai lebih tinggi dan dapat digunakan lagi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun