Kita di satu ruang yang sama, tapi kita mana bisa duduk bersama. Kita memang saling membaca, tapi kita berdua juga cukup sadar, bahwa kita ini tidak perlu yang tak butuh untuk saling menerka.
Kita berada di satu lingkup yang sama, tapi jelas kita berdua memang kentara secara beda. Beda secara gaya juga tutur kata, beda secara skema serupa pola menyusun alur cerita, yang membuat kita mana akan bisa satu frekuensi.
"Jalanmu lain denganku. Sejauh itu perbedaan kita."
Tidak selalu mudah, tapi aku jarang sekali kalah. Sebab pemahaman yang memahami arti dari sebuah menang sesuai versiku, memang bukanlah sebuah kemenangan menurut sudut pandangmu.
Aku tidak pernah menyerah, aku hanya tengah merasa betah untuk mencoba menelaah. Bukan aku tak mampu, justru karena aku tau siapa saja yang adalah petunjuk dan para pribadi tangguh yang berpengaruh bagiku.
Saat aku tersenyum, cukup aku yang tau. Ketika aku tertawa, itu bukan sesuatu yang aku harus puja-puja secara terbuka. Bahkan di saat aku ini tengah melucu, cukup aku sedikit berimprovisasi di satu ruang pribadi tanpa harus menggunakan alas kaki.
Aku sama sekali tidak perlu sembunyi, aku hanya tengah menelisik apa saja yang akan jauh lebih baik. Aku sama sekali tidak perlu tertarik, menilik apapun yang untuk aku adalah kurang baik.
Berjibaku itu pasti, aku enggan menjadi seorang pemalas. Bergemuruh di olah pikir atau isi hati itu pasti, toh aku juga butuh banget dong menjadi seorang pribadi yang qualified.
Inilah aku, lone wolf yang tidak butuh untuk diakui menjalani hari-hari. Sebab aku, sangat senang dan benar-benar merasa riang menjadi aku yang memang seseorang, yang mana mau menikmati situasi rasa yang akan kerap dimabuk kepayang.
Bandung, Agustus 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H