mimpi itu aku telusuri, aku menemukan banyak sisi. Ada yang mendekat, tidak sedikit yang lalu menjauh. Ada yang bersahabat, ada juga yang hanya mengajak berdebat.
KetikaKetika mimpi itu aku kelabui, aku yang terjatuh. Tersungkur lalu memilih mundur, terkapar yang jelas merasa lunglai. Pernah juga hingga merasa tersiksa, tak berdaya.
Ketika mimpi itu aku garisbawahi, malah jauh dari jawaban. Tidak terhampar jalan-jalan terang, lalu terdampar, terkapar dipenuhi penyesalan.
Ternyata benar, hadirnya itu adalah kedamaian. Serupa tenang yang iringi perjalanan, serupa terang yang sebentar saja sempat berbayang. Selebihnya, tentu adalah kenikmatan itu.
Ketika mimpi itu menjadi terbukti. Diwakili olehnya yang berkenan untuk mengerti, terwakili dengan hadirnya itu yang berkenan mau mencoba untuk menerima.
Ketika mimpi itu berhasil aku dekap, hangatnya bukanlah pura-pura. Dingin itu tidak sampai ada lalu terbawa, sebab hangatnya enggan menoleh sia-sia semata.
Ternyata benar, hadirnya itu adalah kesejukan. Butuh melalui sekian mimpi yang tak terbukti, demi mendapatkannya. Butuh menjajaki sekian hari menguras banyak energi, untuk merasakan kesegarannya.
"Hadirnya abadi, mimpi itu kini milikku. Terbukti."
sedikit catatan, 05 Mei 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H