Mentari memang tak selalu hadir bersinar setiap hari, sinarnya kadang tertutupi. Mentari juga tidak selalu memberikan kehangatan, kadang sorot dari hangatnya itu terhalangi awan, atau pepohonan yang rindangnya berlebihan.
Rembulan memang tidak selalu menawan, kadang terprovokasi olehnya hujan yang derasnya cukup kelewatan. Tapi.. rembulan juga tidak akan selalu tertawan. Indah pun cantiknya, akan tampak juga di detik-detik terbaiknya, di menit atau jam yang kesekian.
Pelangi pun begitu, seperlunya saja untuk muncul. Jarang sekali menunjukkan pesonanya, cukup timbul sebentar, selebihnya memilih tenggelam. Tidak tampak, terbenam, namun kerap hadirnya itu sungguh sangat dirindukan.
"Bunga.. begitupun engkau bagiku."
Bunga.. mekarmu yang aku butuhkan. Satu kadar penyemangat yang akan membuatku kian yakin, bahwa mekarmu memang hanya untukku. Khusus, yang tidak untuk yang lainnya.
Bunga.. tumbuh kembangmu adalah bahagia itu sendiri untuk aku. Bertumbuh atas dasar butuh, berkembang atas dasar niat yang memang lapang untuk meraih harum pun tersenyum.
Bunga.. sekuntum yang engkau miliki, kelak akan menjadi panorama dan pesona itu sendiri. Tidak mesti selalu wangi, tidak mesti senantiasa indah. Sebab bagian terpentingnya, adalah kau dan aku akan menikmati momen-momen yang bukanlah pecah belah, melainkan sebuah anugerah.
Bunga.. tidak akan pernah habis rangkaian kata untuk mengungkapkan segalanya yang terasa, sebab satu menjadi dua dan seterusnya. Selalu ada saja kata yang terucap, atau tertulis untukmu, segala tentangmu itu.
"Bunga..begitulah engkau bagiku."
Bandung, 17 April 2022