Tidak akan pernah menghalangi siapapun yang saling mencintai. Aku mengerti, aku peduli. Aku terbiasa berada di satu sisi, itulah kenapa aku lebih menikmati menjadi dua sisi seorang pribadi.
Tidak akan lagi menemui yang tak semestinya aku temui, bukan karena aku tidak memiliki hati untuk mengakui, justru karena aku merasa tidak kuasa untuk menerima yang tidak sejalan dengan intuisi hati yang aku yakini.
Tidak serta-merta atas inginnya diri ini, lalu aku mesti memperjuangkan yang tidak perlu aku perjuangkan. Bukannya apa-apa, sebab untuk apa  bila itu berseberangan dengan isi inti nurani.
Tidak untuk mengelabui, bukankah itu akan lebih berarti. Tidak untuk melukai, bukankah itu satu ciri insani yang memiliki pola pikir hati-hati. Tidak untuk seenaknya, ketika itu bukanlah satu sisi yang akan bernilai terpuji.
Tidak adalah satu bentuk penolakan, ketika tidak menjadi satu rupa jawaban. Kenapa harus ya, ketika tidak justru akan lebih bisa menyelamatkan perasaan itu sendiri dari keterpurukan. Itulah mawas diri.
"Ketika ingin masih meraja, tidak perlu menyalahkan suasana. Bilamana ingin masih saja berkuasa, itulah uji dunia."
"Ketika angan kurang menawan, wajar bilamana tertawan perasaan. Ketika angan ditahan penuh kesadaran, kesadaran terpetakan. Kedamaian perasaan."
Bandung, 29 November 2021
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI