Aku pernah menikmati yang seutuhnya, tapi tak lama. Entah aku yang terlena, mungkin dia yang tersiksa. Entah aku yang kurang berjuang, mungkin dia yang masih saja terbayang.
Aku pernah mensyukuri yang jelas-jelas sebenarnya, meski entah kenapa pun atas dasar apa aku benar-benar mudah melupakannya. Aku mengalah saja, merasa tak biasa bersilat lidah.
Aku pernah bersua yang tak biasa, di satu wadah yang tumaninah. Dia setia, aku percaya. Namun entah kenapa, ada saja uji coba yang mengharuskan aku lagi dan lagi mengalah.
"Ah dunia... jauhkan saja segala yang bukan senantiasa. Aku sudah bosan dengan pengulangan."
"Ah dunia... biarkan saja aku menikmati segala sesuatunya tanpa apa yang sekadar hanya. Aku tidak lagi butuh kehadiran yang sementara, aku tidak suka mengulang untuk kemudian lagi dan lagi terulang."
Bukan menang, tapi tenang.
Bukan bimbang, sebab sayang.
Bukan curang, justru terang.
Bukan cangkang, karena benang.
Begitulah, aku memang pernah yang kini sudah. Pengalaman tercurah, lalu seja mengasah. Mengolah rasa itu biasa, bagi siapapun yang sadar untuk kemudian paham tentang apa itu berkah.
Salam Fiksiana
Bandung, 31052021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H