Kekasihku, awalnya adalah kita bermain. Bermain mata, memainkan rasa. Untuk kemudian kita berdua dipermainkan, permainan yang pada akhirnya mengharuskan kita berdua bercermin.
"Apakah memang sedahsyat itu yang namanya rindu?!" tanyamu.
"Tidak! rindu kita hanya sekumpulan debu. Untuk kemudian tersapu waktu." Jawabku.
"Ah ternyata... rasaku tidak sejauh itu. Rasaku hanya sepintas lalu." Ujarmu.
"Memang... namanya juga permainan. Hanya sekadar yang terhampar, untuk kemudian terpapar yang terkapar." Jawabku berikutnya.
"Ah kamu... maafkan aku atas semua ini. Bukan maksudku menyudahi, tapi rasa ini memang telah menepi." Lanjutan bisikmu.
"Take it easy, stay cool and lovely. Ini semua memang tentang hati, demi untuk lebih hati-hati kedepannya tentang apa saja keperluan hati." Lanjutan bisikku.
Kekasihku, akhirnya kisah kita menutup buku. Toh ada baiknya menutup, untuk kemudian menatap dan menata secara bertahap, apa saja yang tidak bisa hanya sekadar hinggap.
Bandung, Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H