Waktu menunjukkan pukul 22:23. Masih sore bagi seorang Bomat yang memang rajin begadang. Mengerjakan tanggung jawab berupa pekerjaan di malam hari, untuk Bomat adalah lebih tenang.
"Pak, anakmu kangen katanya. Ada perlu juga sama bapaknya."Â Pesan yang terbaca di salah satu aplikasi.
"Pak, kapan bisa ketemu anakmu. Nanya terus kapan bapak bisa datang."Â Pesan kedua yang terbaca, hanya berselang beberapa detik saja.
"Pak! Jangan lupa ya! Kasih kabar secepatnya."Â Pesan berantai yang ketiga kalinya, berisi ancaman, hehehe.
Bomat hanya tersenyum, tersenyum bahagia tentunya. Menjadi seorang bapak yang dirindukan putri kesayangan, tentu saja kabar gembira.
Bomat masih tersenyum, sembari mengingat masa kecil putrinya yang kini mulai tumbuh menjadi seorang remaja. Beberapa tahun ke depan, putri kesayangan tentu akan beranjak dewasa.
"Bu, Bapak belum bisa. Telpon saja dulu ya."Â Bomat membalas pesan berantai yang tadi mengancam, hehehe.
"Boleh, tapi video call ya. Anakmu maunya begitu." Balasan pesan darinya.
"Nggak usah video call ah Bu. Itu kan khusus dengan istri muda saja, hehehe." Canda Bomat.
"Halah Bapak, nggak usah cari istri muda. Fokus saja ngurus yang ada, yang jelas-jelas siap sedia." Jawabnya sambil tertawa, padahal kesel tuh, hehehe.
Percakapan yang sedikit, tapi cukup menarik. Percakapan dua insan yang pada kenyataannya memang saling membutuhkan. Percakapan yang jadi bumbu, bahwa komunikasi dua arah itu memang perlu.
Ya, dua arah. Ada saatnya, yang satu jadi pendengar setia, yang satunya lagi jadi pembicara. Begitupun sebaliknya, keduanya bisa saling mengisi, saling mengerti.
Ya, memang dua arah. Egois dong namanya bilamana terus maunya jadi pembicara. Lha kapan siap jadi seorang pendengar, apabila hanya jago jadi seorang pembicara.
Ya jelas dua arah. Dimana ada yang menyampaikan, tersampaikan. Kemudian sampailah pada sebuah kesepakatan bahwa apa yang disampaikan, bisa dipahami.
Begitulah tentang yang sepasang. Ada gilirannya masing-masing, kapan saatnya jadi seorang pembicara dengan semua argumennya, dan paham akan saat dimana berkenan jadi seorang pendengar setia, "Biar sama-sama lega, gitu lho."
Mengenai momentum, tergantung kedua pribadi itu sendiri. Ketika dekat, begitu rapat. Pun bilamana jauh, tetap ingat yang tidak sampai jadi lupa atau melupakan. "Bagusnya sih bisa begitu, mudah-mudahan bisa."
Untuk menjadi cocok itu memang butuh dibangun, pondasinya mana boleh asal-asalan. Diukur agar terukur, di konsep agar terkonsep, ditata agar bisa tertata sedemikian rupa yang memang alamiah leganya, untuk lahiriah maupun batiniah.
Orang tua adalah sosok panutan untuk anak-anaknya. Mungkin memang tidak ada yang mudah dalam hidup ini, memerankan peranan apapun beserta konsekuensinya. Tapi setidaknya, kalimat "I'll try my best" adalah motivasi tersendiri bagi siapapun yang perannya adalah orang tua untuk anak-anaknya.