Aku tak terbiasa untuk memulai. "Itu yang membuatku sontak terkesiap!"Â Saat dirimu mengatakan, suka!... owh! Begitu mengejutkan.Â
Aku tak terbiasa bersenda gurau, "Tentang yang hanya satu kata." Cinta! Bagiku adalah hal yang memukau. Mana bisa, dianggap biasa, lalu ditinggal pergi. Laksana nurani, yang tengah tertutup kabut tebal saja.Â
Aku tak terbiasa, samar rasa. "Iya adalah iya, bila tidak... tentu saja bukan iya."Â Begitulah aku memaknainya. Tentang apa itu rasa, terutama rasa yang adalah cinta, beserta ragam cita rasa yang terkandung di dalamnya.
Akhirnya, yang tentu saja adalah ujung-ujungnya, "Aku sih cukup tersenyum saja. Ketika dirimu, berlalu begitu saja." Kenapa? Karena mungkin untukmu, terlalu banyak hal yang adalah biasa-biasa saja. "Sesuai aura juga pesonamu itu, yang entahlah bentuknya bagaimana.Â
Ternyata, benar adanya. "Hanya suka, sementara. Bukan cinta, sebenarnya." Eh... ceritanya kepanjangan nih. Duh! Kebablasan deh!
Akhir kata, "Baiklah, terserahmu saja. Inginmu itu, yang hanya sebatas." Sebatas batasan yang dibatasi agar terbatas, sesuai inginmu itu, yang memang berkelas. "Sukamu itu! Duh ternyata! Rasanya itu ah begitulah!"
Salam Fiksiana
Ridwan Ali 25072020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H