Cerita pendek sebatas hiburan melawan kegerahan, agar terwujud kestabilan perasaan, apapun jenis perasaan yang sedang melayang, terbayang pun menantang di pikiran. Tujuan lainnya adalah untuk meredam menahan apa saja supaya terkendalikan dan tidak sampai bercucuran di sembarang keadaan. Di keadaan apapun itu, termasuk di keadaan yang mungkin saja akan sangat menyenangkan lalu melegakan.
"Coba bayangkan! Terkadang, satu atau lain hal yang dipaksakan, mungkin saja rasanya jadi tidak sesuai harapan dan kemudian berakhir berantakan. Bukankah demikian?"
Cerita pendek ini akan segera dimulai. Silahkan, duduk manis sambil bersandar ke tembok ataupun lantai, buatlah agar tersaji kondisi perasaan yang nyaman juga santai. "Tapi tolong, tidak perlu sambil membayangkan hal apapun tentang dia yang aduhai yang rambutnya seringkali terurai, yang saat ini...mungkin saja, sedang berjemur di tepi pantai." (Ups! Tuh kan...)
Siang menjelang sore hari yang tertanam kerinduan. Dua insan terlibat percakapan, dan sepertinya...sedang mempersiapkan agenda pertemuan. Ada sentuhan keadaan tak tertahankan yang akan menjadi rancangan bahan pembahasan.
"Mas, kapan kita bisa bersua berdua saja di tempat yang biasa?"Â M bertanya dalam keadaan tanpa busana. (Hanya sudut pandang yang belum tentu benar adanya).Â
"Kapan-kapan saja, kan sedang ada wabah yang tebar pesona dimana-mana."Â Mas menjawab dengan lantang tanpa berpikir panjang, sambil memegang sesuatu yang bisa dipanjangkan. Entah apa gerangan, yang jelas...sesuatu tersebut, tidak bisa diruncingkan.
Bukan keindahan, manakala kerinduan berujung penasaran, manakala keelokan momentum pertemuan yang ingin disegerakan, belum bisa dikondisikan karena keadaan yang masih tidak memungkinkan.
"Mas, ini semua bukan perpisahan kan!?"Â M kembali bertanya, dan tentu saja masih tanpa busana. (Menurut penerawangan sih begitu katanya).
"Tenang saja, dibutuhkan kesabaran yang bukan hanya akal-akalan. Menjaga, daripada terjadi hal-hal yang bukan-bukan, bila pertemuan dipaksakan."Â Mas kembali menjawab pertanyaan M, namun kini Mas sudah tidak memegang sesuatu yang tadi dipegangnya. (Semoga saja memang sudah tidak dipegangnya).Â
Obrolan singkat namun padat, tentang kerinduan yang kini melekat di antara keduanya yang belum terpecahkan. Ada beberapa hal yang harus dilakukan tanpa pengecualian, meskipun kerinduan yang memang membuncah harus menelan ludah lalu pasrah kemudian menyerah sisakan setetes gundah yang rasanya adalah rasa serba salah. "Tapi, ya sudahlah...tahan saja."Â Begitulah kurang lebih gumam isi hati Mas dan M yang masih harus menanti waktu yang tepat, agar kerinduan yang menjerat bisa direalisasikan menjadi sebuah kenikmatan yang tidak hanya sesaat lalu penat kembali tersingkap.Â
"Mas dan M bukanlah sepasang katak yang bisa loncat sana loncat sini semaunya. Istilahnya, Kalaupun iya mau meloncat karena memang ada batu loncatan, maka meloncatlah pada tempatnya. Sebuah loncatan yang mampu diloncati lalu terbang tinggi dan kemudian meraih nikmat tentang hasrat yang bukanlah mimpi atau janji-janji tanpa isi."