Mohon tunggu...
Awaludin Syarif Abdulah
Awaludin Syarif Abdulah Mohon Tunggu... lainnya -

Dedikasi untuk negeri

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Poso itu damai, bukan kota konflik, dan warganya hidup dengan rukun!

3 November 2014   19:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:47 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat mendapat tugas menjadi market riset untuk sebuah maskapai penerbangan ke Poso, Sulawesi Tengah, hal yang paling saya takutkan adalah konfliknya. Perang antar agama, bom dan hal-hal ekstrim lainnya. Bahkan untuk membayangkan terbang ke sana saja sudah ogah-ogahan. Tetapi jiwa muda saya memanggil-manggil saya untuk tetap datang ke Poso. Rasa penasaran lebih tepatnya.
Finally, Oktober 2013 saya dan seorang rekan pergi ke Poso menggunakan pesawat MA-60 Merpati Nusantara Airlines. Terbang mulus dari Bandara International Sultan Hasanudin, Makassar dan sampai dengan nyaman di Bandara Kasiguncu, Poso.
Di jemput oleh rekan dari salah satu travel agen terbesar di Poso, menggunakan Toyota Yaris kami menuju ke hotel yang terletak di depan markas kepolisian. Harganya terjangkau, Rp 80.000,-/ malam dan dapat double bed plus kopi dan snackdi pagi serta sore. Untuk transportasi menggunakan pesawat Merpati, saat itu di buka harga skitar Rp 299.000 untuk sekali jalan. Sayang, Maskapai Merpati sudah tidak beroperasi lagi. Padahal cukup lumayan, dengan adanya merpati, harga tiket pesawat jadi kompetitif dan masyarakat kelas menengah bawah dapat merasakan pelayanan medium service dari sebuah maskapai penerbangan. Berasa banget saat saya cek tiket dari Makassar ke Jakarta, sejak Merpati tidak ada, harga jadi melambung tinggi.


Lanjut untuk transportasi di Poso, selain untuk market riset menggunakan mobil rekanan, kami menggunakan Ojek. Disana ada taksi, tapi tidak seperti yang kita bayangkan. Taksi di Poso adalah mobil angkutan umum. Biasanya lewat depan hotel untuk ke pasar maupun ke Bandara Udara. Jadi Ojek lah pilihan terbaik kami. Untuk berkeliling Poso menggunakan Ojek, cukup merogoh kocek Rp 3.000,- (tiga ribu rupiah) sampai Rp 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) udah cukup muter-muter keliling kota Poso. Untuk makanan, bervariasi, dominasi ikan dan daging, sayuran jarang dan cukup mahal. Nasi telor sayur satu jenis harga di semacam “warteg di sana Rp 10.000,- mau lebih kayak soto dan sop bisa Rp 20.000,- kalau ikan bakar dan makanan khasnya kayak di Makassar Palu Basa, Palu mara dll mulai dari Rp 25.000,- tergantung dimana kita makan. Fyi, untuk keliling Poso yang tidak sampai perbatasan, bisa cukup 1-2 jam, tetapi bisa tergantung juga penginnya kemana saja. Berdasarkan hasil obrolan dengan rekan di travel agent, serta beberapa warga disana (mungkin belum mewakili pandangan umum ya.. karena memang dilakukan di sela tugas jadi agak terbatas waktunya) konflik Poso sudah jauh tak pernah terjadi lagi, hal ini dulu terjadi karena kesalah pahaman warga dan para warga sebenarnya yakin ada yang mencoba mengadu domba kerukunan disana, ditambah lagi pemberitaan yang terkadang berlebihan. Poso itu damai, bukan kota konflik, dan warganya hidup dengan rukun! Itu yang saya rasakan.
Setelah selesai melakukan tugas, pernah iseng satu sore sengaja pulang naik ojek pengin ke pantai di Poso. Biaya ojek Rp 3000,- (tiga ribu rupiah) dari hotel ke pantai. Saya lupa nama pantainya, tapi disana cukup sepi, dan banyak berjejeran warung-warung atau tenda-tenda makanan. Poso akan ramai ketika ada festival di Danau Poso dan kebanyakan warga asing yang datang ke sana (kebetulan saya tidak dalam musim itu dan tidak ada waktu untuk ke Danau Poso karena waktunya sempit).

Secara pribadi, pantai yang banyak tempat nongkrongnya ini bukan favorit saya, yang paling favorit adalah pantai tak bernama yang ada di pinggir jalan. Dapat dilalui mobil dan motor serta tidak perlu bayar untuk masuknya. Ini free. Dan disinalah saya merasa begitu bahagia datang ke Poso.
Pantai free di pinggir jalan, suasana tenang dan tidak  bising, serta banyak hal yang bisa di ekspoler. Dari terumbu karang yang berserakan sepanjang pantai, kelomangnya (uma-uma), dan keceriaan anak-anak yang bermain air di pantainya.

14149891071057093766
14149891071057093766

Ini adalah foto yang pantai di pinggir jalan yang biasa dipakai warganya berekreasi. Dan tenang aja, ini gratissss...haha

14149898641869359145
14149898641869359145

1414990241105430396
1414990241105430396

1414990559320554844
1414990559320554844

14149908531288397008
14149908531288397008

141499104293933611
141499104293933611

1414991370376160642
1414991370376160642

14149919241221255502
14149919241221255502

Belum lagi ditambah dengan suasanya yang cozy dan fun.. Poso, merupakan tempat yang asik untuk di ekspolore, dan saya tidak keberatan untuk pergi ke sana kembali jika datang kesempatan. Saya pun sempat berbicara dan ngobrol-ngobrol dengan anak-anak manis ini. Ternyata mereka tinggal di panti asuhan L, mereka anak yatim, piatu dan ada yang sengaja di titipkan ke panti karena alasan ekonomi. Asal mereka dari Makassar, Poso, Surabaya dan Kalimantan. Sungguh merasa tersentuh bukan dengan cerita sedih mereka, tapi mereka bercerita dengan tertawa seakan bahwa itu hal yang wajar dan biasa. Alhamdulillah mereka masih sekolah, semoga mereka menjadi anak yang sukses.
Satu hal lagi dari bocoran hasil keliling saya, adalah Poso begitu kaya tanahnya dengan coklat dan hasil alam, namun menurut pendapat pribadi saya, agak sayang kurang terawat dan kurang bagus managementnya. Salah satu contoh, adalah petani coklat disana pernah terserang semacam jamur putih di coklatnya, hingga menyebabkan produksi coklat menurun serta akhirnya gagal panen. Akhirnya petani coklatnya beralih menjadi tukang ojek (true storynya tukang ojek yang saya tumpangi). Upaya yang pernah dilakukan ex petani kakao ini macam-macam, dari pestisida hingga menyampaikan ke yang berwenang. Namun, terjadi seakan-akan pembiayaran kakao disana. Seandainya dinas terkait bisa melihat dan tahu bahwa kakao (coklat) itu sangat laku di dunia internasional, serta Poso dengan tanah yang diberkahi kesuburan untuk ditanami kakao bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk Program Ekspor Nasional, saya yakin 100% Poso menjadi akan lebih maju. Semoga bukan hanya pembangunan pencitraan oleh pejabat-pejabat disana yang menyebabkan Poso belum bisa muncul ke permukaan. Sayang bro!! sayang sis!! Waduh jadi kebawa emosi..haha, padahal saya bukan warga Poso.


Salam damai. Poso itu damai, bukan kota konflik, dan warganya hidup dengan rukun!


Hormat saya, yang menyukai travelling
Ttd.
Awaludin S. Abdulah
abdulah.awaludin@gmail.com

1414992259604831481
1414992259604831481

Tulisan ini telah saya posting sebelumnya di blog saya, http://lazuardiawal.blogspot.com/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun