Kancah pertarungan politik pada pemilu april lalu telah usai yang ditandai dengan pengumuman pada tanggal 21 Mei oleh KPU, dari hasil pengumuman tersebut terpilihlah pasangan  nomor urut 1 yaitu joko widodo dan KH. Maaruf amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Tak sampai disitu pada pertarungan legislatif pun cukup menegangkan yaitu dengan suara terbanyak adalah partai demokrasi indonesia perjuangan (PDIP) yaitu dengan 19,33 persen yang disusul partai Gerakan Indonesia raya (Gerindra) pada posisi ke 2 dengan jumlah suara sebanyak 12,5 persen, Hal ini menjadikan partai PDIP sebagai pemenang pemilu tahun 2019. Tentu ini menjadi pertanda buruk jika negara indonesia minim oposisi yaitu antara eksekutif dan legislatif dikuasai oleh partai politik yang sama.Â
Pertarungan pimpinan eksekutif telah selesai yang ditandai dengan ditolaknya gugatan prabowo subianto oleh Mahkamah Konstitusi dan Pertarungan berikutnya adalah mengenai pimpinan legislatif yaitu untuk menentukan ketua DPR dan juga MPR, dan lagi-lagi koalisi pemenangan presiden terpilih yang juga menguasai pimpinan legislatif yaitu dengan terpilihnya Puan Maharani sebagai ketua DPR dan disusul oleh rekannya Bambanga Soesatyo sebagai ketua MPR, tentu hal ini menjadi pertanda buruk bagi pemerintahan indonesia yaitu dengan minimnya oposisi sebagai pihak yang kritis terhadap kebijakan yang akan dijalankan oleh pemerintah, jika indonesia tanpa oposisi dapat kita lihat kezaman orde baru yang seakan-akan pemerintah mengatur segalanya tanpa adanya kritikan dari lembaga legislatif.
Keberadaan oposisi sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas pemerintah yaitu sebagai check and balances. di mana cabang-cabang kekuasaan seperti eksekutif dan legislatif, harus bisa saling mengontrol dan memberikan perimbangan. Harus bisa saling mengingatkan terkait jalannya pemerintahan agar tetap sejalan dengan kehendak masyarakat.Â
Maka nantinya dari praktik checks and balances itu diharapkan cabang-cabang kekuasaan tidak bekerja hanya karena kepentingannya sendiri. Dalam konteks politik, khususnya dalam kehidupan demokrasi, terdapat beberapa fungsi utama oposisi.
Pertama, sebagai penyeimbang kekuasaan. Makna penyeimbang secara substansi dapat berarti adanya kekuatan di luar pemerintah yang memberikan alternatif pikiran atau sikap dan menyebabkan keseimbangan agar pemerintah tidak terlalu jauh dari kepentingan mayoritas rakyat. Setidaknya ada alasan lain kenapa peran oposisi itu penting, selain mengontrol jalannya pemerintahan, yang tentu tak luput dari kesalahan.Â
Oposisi setidaknya bisa memastikan munculnya alternatif kebijakan lain di luar pemerintahan yang bisa disuarakan. Dengan begitu, tentu akan ada lebih banyak pilihan kebijakan atau alternatif penyempurnaan atas kebijakan pemerintah yang sudah berjalan. Jika kekuatan oposisi lemah, dikhawatirkan partai koalisi pemerintah pun akan kehilangan tantangan, sehingga kondisi itu lagi-lagi akan berimbas pada kinerja parlemen.
Dalam konteks politik, khususnya dalam kehidupan demokrasi, terdapat beberapa fungsi utama oposisi. Pertama, sebagai penyeimbang kekuasaan. Makna penyeimbang secara substansi dapat berarti adanya kekuatan di luar pemerintah yang memberikan alternatif pikiran atau sikap dan menyebabkan keseimbangan agar pemerintah tidak terlalu jauh dari kepentingan mayoritas rakyat.Â
Makna utama penyeimbang ini mengingat ada kalanya pemerintah yang terpilih secara demokratis akhirnya jatuh menjadi pemerintahan yang melawan kehendak rakyat Kedua, arti penting oposisi adalah menjaga agar alternatif kebijakan dapat disuarakan, Oposisi akan memungkinkan munculnya lebih banyak pilihan kebijakan atau alternatif penyempurnaan atas kebijakan pemerintah.
Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa tidak ada satu pun pemerintahan yang tak luput dari kesalahan. Pemerintahan yang dipimpin oleh mereka yang terbaik sekalipun tetap membutuhkan dukungan tidak langsung dari kelompok oposisi untuk dapat lebih menangkap aspirasi dan kepentingan rakyat. Kemandulan oposisi, dengan demikian, adalah keterbatasan opsi bagi tegaknya aspirasi rakyat yang, manakala berjalan dalam waktu lama, dapat memunculkan pembusukan pemerintah sebagaimana yang terjadi di Myanmar era junta militer ataupun Indonesia era Orde Baru.Â
Dengan kata lain, oposisi dibutuhkan agar sebuah kebijakan yang lebih komprehensif dapat tercipta dan kesalahan dapat diminimalkan. Ketiga, arti penting oposisi lainnya adalah sebagai stimulus persaingan yang sehat di antara para elite politik dan pemerintahan. Sebuah pemerintahan akan mengalami stagnasi, bahkan kemunduran, bila tidak mendapatkan tantangan dari pihak-pihak yang kompeten dan mampu menunjukkan kepada masyarakat tentang adanya kebijakan-kebijakan lain yang lebih masuk akal ketimbang kebijakan pemerintah.Â