Rekonsiliasi Golkar yang akan digenapkan pada Munas di bulan Mei mendatang tidak sesederhana anak kecil yang bertengkar kemudian “cantel tangan”. Separasi Golkar antara kubu Aburizal Bakrie (ARB) dan Agung Laksono (AL) masih berlanjut dalam pertarungan menghadapi Munaslub yang akan datang. Meski keduanya menyatakan tidak akan maju kembali menjadi kandidat ketua umum, keduanya mendesak untuk mensukseskan”kader”-nya untuk menjadi ketua umum.
[caption caption="sumber foto : rimanews.com"][/caption]Nama yang semakin menguat dalam bursa kandidat yang beredar di publik adalah Ade Komarudin (Akom) yang kini menjabat Ketua DPR menggantikan Setya Novanto (Setnov). Akom yang membuat celah untuk memaksa kemunduran Setnov dari kursi DPR 1 kemudian menggantikannya, digadang-gadang mendapatkan dukungan penuh dari AL. Akom hanya dijadikan sebagai alat untuk merebut sumber kekuatan yang selama ini dimiliki oleh ARB melalui Setnov.
Skenario AL menjatuhkan Setnov akhirnya berhasil setelah beberapa kali percobaan yang gagal. Tujuannya adalah untuk mengamputasi Kekuatan ARB yang dioperasikan oleh Setnov dengan jabatan Ketua DPR RI. Drama ini tidak lantas berakhir. Golkar yang menjalani beberapa kali persidangan untuk menentukan kepengurusan yang sah terpaksa bertarung secara internal lebih panjang dengan dinamika yang lebih menegangkan dan mengorbankan kader daerah yang berpotensi menang di Pilkada 2015 yang lalu.
Menjelang Munaslub, rekonsiliasi nampaknya hanya dijadikan jargon semata. Semestinya rekonsiliasi dilakukan bukan hanya untuk mengubah konfigutasi calon ketua umum dari ARB dan AL. Tetapi juga mengubah tatanan partai yang selama ini membuat Golkar keteteran menghadapi kondisi politik dari kompetitornya baik di konstelasi pusat maupun di daerah. Sementara yang terjadi saat ini hanya distribusi konflik dari semula ARB menghadapi AL menjadi Setnov menghadapi Akom. Padahal siapa yang tidak tahu bahwa Setnov adalah operator (jika “boneka” dianggap terlalu sarkas) segala kehendak ARB, sedangkan Akom adalah tangan kiri AL dalam gerakan-gerakan politik selama ini.
Secara sederhana, kubu ARB akan melakukan segala cara agar Akom tidak jadi ketua umum, begitu juga dengan kubu AL yang akan melakukan segala cara agar Setnov tidak menjadi ketua umum. Hal ini disikapi dengan cermat dan bijak oleh politisi paripurna sekelas ARB dan AL, keduanya memberikan sinyal positif bagi kandidat lain asal bukan “orangnya sebelah”.
Begitu juga dengan para pemilik suara, terutama yang sudah merasakan pahitnya akibat konflik Golkar, tidak mau lagi terjebak pada pusaran konflik elite yang terjadi di Jakarta. Mereka sudah lebih berani untuk mengambil sikap demi mengembalikan kejayaan Golkar. Kemunculan Airlangga Hartarto adalah jalan tengah yang paling tepat untuk diambil jika Golkar ingin keluar dari kemelut yang menyiksa ini.
Baik ARB maupun AL sudah memberikan sinyal-sinyal dukungan konkret pada Airlangga Hartarto. Misalnya ARB yang menginjinkan Nurdin Halid sebagai PLT Ketua DPD I Sumatera Utara untuk menerima kunjungan silaturahmi Airlangga Hartarto ke Medan, Sumatera Utara. Bahkan dalam sambutannya Nurdin Halid mengatakan bahwa dari lima orang kandidat yang datang ke Sumatera Utara hanya Airlangga Hartarto yang kami pakaikan songket adat kebesaran Sumatera Utara. Dalam komunikasi politik tingkat tinggi hal ini merupakan kalimat dukungan dan keberpihakan yang tegas. Begitu juga dengan AL yang mengijinkan putranya, Dave Laksono, untuk menjadi salah satu anggota tim inti dalam suksesi Airlangga Hartarto.
Airlangga Hartarto mungkin tidak terlalu populer di mata khalayak. Tapi di internal Golkar seluruh Indonesia, Airlangga Hartarto merupakan salah satu tokoh partai yang disegani kawan dan ditakuti lawan. Menjadi anggota DPR berturut-turut menjadikan dia matang sebagai politisi. Bimbingan langsung dari ayahnya, Bapak Hartarto, yang merupakan salah satu orang kepercayaan Presiden Soeharto menjadikan pengetahuannya semakin lengkap.
Selain itu, Airlangga Hartarto juga dikenal sebagai tokoh politik yang tertib dan bersih. Selama menjabat sebagai pejabat publik tidak ada satupun kasus yang menyeret namanya. Berbeda dengan tokoh-tokoh lain yang tidak bisa menahan diri untuk melanggar batas-batas bernegara dan beragama. Maka tidak heran jika Presiden Habibie dengan tegas menyatakan dukungan kepada Airlangga Hartarto untuk menyematkan Golkar dari badai politik dan mengembalikan kejayaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H