Jaksa Agung didesak untuk mengungkap kasus korupsi pajak PT Mobile 8 yang saat itu dimiliki CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo. Dilansir JPNN.com, Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom bisa menjadi momentum bagi Jaksa Agung M Prasetyo untuk menunjukkan prestasi. Sebab, jika Kejaksaan Agung bisa mengungkap dugaan manipulasi pajak di perusahaan tersebut, maka publik pun akan memuji kinerja Korps Adhyaksa.
pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, Kejagung perlu membuat terobosan pada 2016 ini. Menurutnya, Kejagung harus melakukan gerakan besar sehingga cekatan dalam mengungkap kasus-kasus besar.
Seperti diketahui, PT Mobile 8 pada periode 2007-2009 lalu menjalin transaksi dengan PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK), Ellyana Djaja terkait pembelian voucher senilai Rp 80 miliar. Dari transaksi itu, PT Mobile 8 Telecom mengurus restitusi pajak sebesar Rp 10 miliar. Namun, Kejagung mensinyalir PT Mobile-8 Telecom memanipulasi transaksi penjualan voucher. Berdasarkan penelusuran Kejagung, PT DNK sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk membeli voucher senilai Rp 80 miliar ke PT Mobile 8.
Bergerak cepat, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan segera mengungkap kasus tersebut karena timnya sudah mengantongi lebih dari dua alat bukti yang artinya sudah bisa menetaokan seseorang menjadi tersangka. Dia menegaskan memang ada sedikit intervensi dari beberapa orang yang tidak ingin kasus ini terungkap namun dirinya menegaskan akan terus maju menyelesaikan kasus ini. "Sedang disidik Jampidsus. Ada indikasi intervensi. Saya punya buktinya. Suatu saat, kami bongkar. Ada bukti dan faktanya," ucap Prasetyo.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah Mobile 8 diduga membuat transaksi fiktif jual-beli alat telekomunikasi dengan PT Jaya Nusantara di Surabaya pada 2007-2009. Tapi PT Jaya tidak mampu membeli barang-barang telekomunikasi seperti handphone atau pulsa. Jadi direkayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice pembayaran.
Dia mengatakan Mobile 8 lalu mentransfer sejumlah duit kepada PT Jaya sebesar Rp 80 miliar. Pengiriman uang itu agar seakan-akan PT Jaya memiliki modal untuk pembelian, sehingga menciptakan kesan terjadi transaksi perdagangan.Â
"Jual-beli itu bohong-bohongan," ucap Arminsyah. Dari transaksi yang diduga fiktif itulah, ujar dia, Mobile 8 mengajukan restitusi pembayaran pajak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H