Mohon tunggu...
Awaludin Ridlo
Awaludin Ridlo Mohon Tunggu... Penulis - Hamba

Belajar menulis, mohon support dan bimbingannya :) Semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Perspektif Filosofis Kue Apem Pada Bulan Ramadan

12 Maret 2024   07:30 Diperbarui: 12 Maret 2024   07:54 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ika Rahma - Kue Apem

Siapa yang tidak tahu kue apem? Kue tersebut sangat familiar di kalangan masyarakat Indonesia, terutama di Jawa dan sekitarnya pasti akrab dengan istilah kue apem. Kue yang kerap disajikan pada momen-momen khusus, sepeti halnya saat selametan menjelang ramadan, atau acara-acara lainnya karena memiliki makna simbolis yang cukup mendalam di sebagian kalangan masyarakat Indonesia. 

Tepung beras, santan, gula dan ragi menjadi bahan utama yang digunakan untuk membuat kue apem atau appam, dan beberapa macam aroma yang digunakan sesuai selera. Kue yang dimasak dengan cara dikukus ini secara legenda menurut berbagai sumber dibawa oleh Ki Ageng Gribig, seorang keturunan Prabu Brawijaya yang kembali dari tanah suci yang kala itu membagikan oleh-oleh makanan kepada sanak saudara dan para tetangga, dikarenakan kue yang dibagikan tidak cukup untuk dibagikan, kemudian Ki Ageng Gribig dan Istri membuat kue untuk disebarkan kepada masyarakat. Kue ini kemudian dikenal dengan nama kue apem, yang berasal dari Bahasa Arab afuwwun yang memiliki makna maaf atau ampunan. 

Saat menjelang ramadan, masyarakat di beberapa daerah di Jawa mengadakan acara selametan dengan memasak dan menyajikan beberapa olahan hidangan makanan dalam nampan, keranjang, atau kotak, dengan beberapa menu yang biasa disajikan seperti ayam dan beberapa lauk pauk, sayur, nasi, dan banyak lainnya, dan tak lupa pula pasti di dalamnya terdapat kue apem sebagai ciri khas dengan makna yang ada di dalamnya yang berperan sebagai makanan pencuci mulut atau bahasa kerennya disebut dessert (makanan penutup).

Makanan yang telah siap biasanya dibawa ke langgar (mushola) atau masjid untuk disantap bersama saat selametan, ada juga yang dibagikan kepada sanak saudara dan para tetangga, dengan iringan harapan dan doa supaya mendapat kelancaran dalam beribadah saat bulan ramadan.

Secara filosofis kue apem memiliki makna maaf dan ampunan yang berasan dari saduran bahasa Arab yaitu afuwwun atau affan, yang pada saat itu mungkin lidah masyarakat Jawa sulit untuk menyebut kata berbahasa arab tersebut maka jadilah apem dalam penyebutannya dan lahirlah kue dengan sebutan kue apem.

Namun makna yang terkandung di dalamnya tidak hanya sebatas pada nama. Kue apem dimasak dengan cara dikukus dengan menaruh adonan pada tempat atau cetakan dengan bentuk sesuai selera. Saat dikukus adonan kue apem akan mengembang saat matang untuk siap dinikmati. Dari proses kukus tersebut dapat diambil makna bahwa bulan ramadan adalah bulan yang penuh dengan ampunan dan rahmat serta dilipatgandakannya pahala-pahala ibadah yang dilaksanakan pada bulan ramadan seperti mengembangnya kue apem saat dikukus untuk kemudian matang dan siap untuk dinikmati, seperti kemudian mencapai hari yang fitri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun