Ditulis Oleh : Awaludin
Fakultas FISIP/Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Tangerang
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” (Pembukaan UUD 1945).
.
Dalam hiruk pikuknya celoteh politik si badut-badut jenaka, rakyat berteriak-teriak di pecuti lidah-lidah pembual. Kemudian di stir oleh joki-joki profesional di bidang lobi politik.
“Fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh negara”, begitulah bunyi lirik Konstitusi. Sedangkan di Tanah Para Ulama (BANTEN) dan di Tanah PAPUA, cita-cita mereka untuk bersekolah di gantikan dengan sebuah pertanyaan yang sangat sederhana, yaitu “Apakah saya dapat Makan esok hari?”
Ada banyak hal yang telah lama terlupakan ditanah surga ini, rasa nasionalis yang dahulu di junjung tinggi kini mulai menunjukan titik jenuh yang tidak seorang pun mengerti sampai kapan menampakkan titik cerah. Sila-sila dari sang Garuda tercerai menjadi serpihan-serpihan tulang belulang yang tengah membusuk karena lahapnya kaum-kaum pencuri, sedangkan mereka bersuka cita di balik jeruji buih dengan Pelayanan Publik yang hampir mirip dengan UU no. 25 Thn. 2009. Bhineka tunggal ika tersamarkan menjadi perumpamaan yang direduksi dalam kepentingan antar golongan yang bergerombol saling menjatuhkan.
Semua elemen berorasi, bertindak atas dasar tuntutan keadilan dan perimbangan ekonomi serta menjatuhkan si bayi bongsor. Tiada perumpamaan lain yang dapat menggambarkan egoisme kita ketika melihat para pengemis tetapi mengabaikannya, membakar maling motor tetapi melepaskan pencurian APBN/APBD, menutup mata atau menerima suap dari para kandidat, sungguh indah jika perumpamaan ini di gantikan dengan Penyelubungan Diri.
Satria berdasi di Parlemen dan Meja hijau yang selama ini menjadi pengaduan kita, ternyata merunduk mengeluarkan liur ketika nominal masuk kerekeningnya yang dikirim oleh “a.n Orang Baik” untuk sebuah keputusan, “Kami Setujui Proyek Anda!”. Lalu kita semua bertanya dan mencari Super Hiro demi memperbaiki generasi, maka kita dapati yaitu Oemar Bakrie. Pupus sudah harapan ketika tak ada lagi Oemar Bakrie, yang ada hanyalah jubah-jubah berlambangkan Garuda yang di selipkan sikap-sikap anjing si tuan polan.
“Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.”
Alangkah puitisnya kata terakhir dari sepenggal lirik UUD di atas, pelayanan kesehatan yang menelantarkan sepasang kakek nenek di RSUD Tangerang beberapa waktu lalu sehingga mereka terpaksa tidur di halaman RSU dengan kondisi yang semakin memburuk, seperti itukah hasil dari Reformasi Birokrasi yang di bangga-banggakan kaum elite dengan menikmati Trilyunan APBN/APBD untuk Kesehatan kemudian mengabaikan Sumpah Jabatan?
Sekian banyak kisah silam melanda bumi pertiwi seperti BLBI di era-1998 yang melahirkan reformasi, kisah Drama Century oleh BI, tragedi manipulasi APBD oleh Dinasti si Ratu Koret, dan mungkin masih akan bertambah kasus-kasus lain di penghujung 2014 ini yang kemudian akan menjerat seluruh rakyat dengan dalih-dalih Hutang Negara meningkat. Fantastis.....
Siapakah yang kemudian akan di persalahkan? Rakyat, karena salah memilih pemimpin. Pemerintah, karena lalai atau sengaja menambah penderitaan rakyat. Ataukah Konstitusi, yang setiap tahun harus dilakukan pergantian karena tidak relevan? Pada kenyataannya, madu pahit lah yang akan dinikmati rakyat jelata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI