Janji adalah sebuah kata sederhana yang memiliki makna mendalam, terutama ketika diberikan kepada anak-anak. Bagi mereka, janji adalah segalanya. Itu bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi sebuah komitmen yang dipegang teguh oleh hati dan pikiran mereka. Ketika orang tua atau orang dewasa berjanji kepada anak-anak, mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang pasti akan terwujud.Â
Dalam artikel ini, kita akan membahas mengapa berjanji kepada anak merupakan hal yang sangat penting, bagaimana dampaknya terhadap perkembangan psikologis mereka, dan bagaimana cara kita sebagai orang dewasa dapat memenuhi janji-janji tersebut dengan bijaksana.
Makna Janji bagi Anak
Bagi anak-anak, janji adalah bentuk pengakuan dan penghargaan terhadap keberadaan mereka. Ketika seorang dewasa, khususnya orang tua, berjanji kepada mereka, anak-anak merasa dihargai dan diperhatikan.Â
Janji tersebut bisa berupa janji sederhana, seperti "Saya akan membacakan cerita sebelum tidur" atau janji besar seperti "Kita akan pergi liburan bersama saat libur sekolah." Janji tersebut memberi anak-anak harapan dan rasa aman bahwa ada sesuatu yang dapat mereka nantikan.
Selain itu, janji juga berperan penting dalam membangun kepercayaan antara anak dan orang tua. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan di mana janji-janji selalu dipenuhi akan cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih kuat.Â
Mereka akan merasa aman dan yakin bahwa orang-orang di sekitar mereka adalah sosok yang dapat diandalkan. Sebaliknya, ketika janji-janji sering dilanggar, anak-anak bisa kehilangan rasa percaya terhadap orang tua dan lingkungan sekitarnya. Mereka mungkin menjadi lebih cemas, kurang percaya diri, atau bahkan mengalami kesulitan dalam mempercayai orang lain di masa depan.
Dampak Psikologis Janji yang Tidak Ditepati
Ketika orang tua atau orang dewasa seringkali tidak menepati janji, anak-anak dapat merasa kecewa, marah, atau bahkan merasa tidak berharga. Mereka bisa merasa bahwa mereka tidak penting bagi orang tua atau bahwa keinginan dan perasaan mereka tidak dihargai.Â
Kekecewaan yang terjadi berulang kali bisa mengarah pada perasaan kurang percaya diri, bahkan rasa tidak aman secara emosional. Anak-anak yang tumbuh dengan pengalaman sering dikecewakan mungkin menjadi pribadi yang pesimis dan sulit mempercayai orang lain.