Di sebuah desa kecil di kaki gunung, hiduplah seorang gadis bernama Fitri. Fitri adalah putri bungsu dari keluarga yang sangat menghargai tradisi dan adat istiadat. Keluarganya, terutama ibunya, sangat ingin agar Fitri menikah dengan pemuda pilihan mereka, Damar, yang merupakan seorang pengusaha sukses di kota. Namun, Fitri, yang baru saja menyelesaikan tahun pertamanya di universitas, memiliki impian besar untuk menjadi seorang dokter.
Setiap malam, Fitri duduk di meja belajarnya, dikelilingi oleh buku-buku pelajaran dan catatan kuliah. Di luar jendela, dia bisa mendengar suara-suara riuh dari desa, tetapi pikirannya terus berkelana jauh ke dunia akademik. Dia tahu betapa beratnya perjalanan yang harus ditempuh untuk mencapai cita-citanya. Keluarga Fitri sudah mulai mendesaknya untuk segera menikah, tetapi hatinya masih terbelah antara dua pilihan yang saling bertentangan.
Suatu sore, ibunya memanggil Fitri untuk duduk bersamanya di halaman rumah. "Fitri, Ibu tahu betapa keras kamu bekerja untuk kuliahmu, tapi usia kamu sudah cukup matang untuk memikirkan masa depan. Damar adalah pilihan yang baik. Dia bisa memberikan kehidupan yang layak untukmu."
Fitri menatap ibunya dengan campur aduk. "Ibu, aku tahu Damar adalah orang yang baik, tapi aku juga memiliki impian untuk menjadi dokter. Aku ingin melanjutkan kuliahku, dan aku takut jika aku menikah sekarang, aku akan kehilangan kesempatan itu."
Ibunya menghela napas, "Kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Damar bisa membantu kita, dan dia akan membuatmu bahagia."
Fitri merasa terjepit di antara cinta yang dia miliki untuk ibunya dan cita-cita yang dia impikan. Setiap hari, dia merasa semakin tertekan, dengan desakan dari orang tua yang semakin intens. Dia tahu bahwa dia harus membuat keputusan yang sulit, dan itu membuatnya sangat cemas.
Suatu malam, setelah berdebat panjang dengan dirinya sendiri, Fitri memutuskan untuk bertemu Damar. Mereka berdua duduk di taman yang tenang, di bawah sinar bulan yang lembut. Damar memandang Fitri dengan penuh harapan.
"Fitri," katanya lembut, "aku ingin kamu tahu betapa aku mencintaimu dan betapa aku ingin kita bersama. Tapi aku juga tahu kamu memiliki impian besar. Aku tidak ingin menjadi penghalang untuk itu."
Fitri merasa terharu mendengar kata-kata Damar. "Damar, aku mencintaimu juga, dan aku menghargai semua yang telah kamu lakukan. Tapi aku juga merasa terjebak antara dua pilihan yang saling bertentangan. Aku tidak tahu harus memilih apa."
Damar menggenggam tangan Fitri dengan lembut. "Aku tidak ingin membuatmu merasa tertekan. Jika menikah sekarang membuatmu merasa kehilangan kesempatan, kita bisa menunggu. Aku akan mendukungmu untuk mencapai impianmu, dan aku akan selalu ada di sampingmu."