Hari-hari setelah pernikahan kami dipenuhi dengan kebahagiaan dan semangat baru. Bersama-sama, kami merencanakan banyak kegiatan untuk menjaga kelestarian hutan. Kami mengadakan workshop untuk penduduk desa tentang pentingnya hutan dan bagaimana cara merawatnya. Kami juga bekerja sama dengan sekolah-sekolah untuk mengedukasi anak-anak tentang lingkungan sejak dini.
Namun, tak selamanya perjalanan kami mulus. Suatu hari, kami mendengar kabar bahwa ada perusahaan yang ingin membuka lahan baru untuk perkebunan sawit di dekat desa kami. Kabar ini membuat kami khawatir karena hal tersebut bisa merusak ekosistem hutan yang telah kami jaga dengan susah payah. Safa dan aku segera mengumpulkan warga desa untuk membahas masalah ini. Kami sepakat untuk melawan rencana tersebut dengan segala cara yang kami bisa.
Kami mulai dengan menggalang dukungan dari masyarakat luas. Kami membuat petisi dan menyebarkannya secara online. Dukungan mengalir dari berbagai penjuru, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kami juga mengadakan demonstrasi damai di kantor pemerintahan setempat, membawa spanduk dan poster yang menuntut agar hutan tetap dilestarikan.
Sementara itu, di desa, kami melakukan patroli lebih sering untuk memastikan tidak ada aktivitas ilegal yang merusak hutan. Pada suatu malam, saat sedang berpatroli, aku dan Safa menemukan beberapa orang yang sedang menebang pohon secara ilegal. Kami segera menghubungi pihak berwenang dan meminta bantuan. Berkat kerja sama yang baik antara warga desa dan pihak berwenang, para pelaku berhasil ditangkap.
Meski begitu, tekanan dari perusahaan sawit semakin besar. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan izin membuka lahan, termasuk menawarkan uang kepada beberapa warga desa. Kami tahu bahwa perjuangan ini tidak akan mudah, tetapi kami tidak menyerah. Kami terus menggalang dukungan dan mencari cara untuk melindungi hutan kami.
Suatu hari, seorang jurnalis dari luar negeri yang tertarik dengan perjuangan kami datang ke desa untuk meliput. Dia membuat dokumenter tentang Desa Lestari dan perjuangan kami melawan perusakan hutan. Dokumenter itu tayang di berbagai platform dan mendapatkan perhatian internasional. Dukungan terus mengalir, dan tekanan terhadap pemerintah semakin kuat untuk menolak izin perusahaan sawit tersebut.
Pada akhirnya, setelah berbulan-bulan berjuang, kami mendapatkan kabar baik. Pemerintah memutuskan untuk menolak izin pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit di dekat desa kami. Kabar ini disambut dengan suka cita oleh seluruh warga desa. Kami merayakan kemenangan ini dengan mengadakan acara syukuran di tengah hutan, tempat yang selalu kami jaga dengan penuh cinta.
Perjuangan kami membuahkan hasil. Desa Lestari tetap menjadi surga kecil yang hijau dan asri. Kami merasa bangga dan bahagia karena bisa melindungi hutan ini, bukan hanya untuk kami tetapi juga untuk generasi mendatang. Safa dan aku semakin yakin bahwa cinta kami yang berawal dari hobi merawat hutan, akan terus tumbuh dan kuat seiring waktu.
Kami terus berjuang dan berinovasi untuk menjaga kelestarian hutan. Kami membangun pusat edukasi lingkungan di desa, tempat anak-anak dan orang dewasa bisa belajar tentang pentingnya menjaga alam. Kami juga mengembangkan ekowisata, sehingga lebih banyak orang bisa datang dan merasakan keindahan serta ketenangan hutan yang kami jaga.
Tahun demi tahun berlalu, dan Desa Lestari menjadi contoh bagi banyak desa lain di seluruh Indonesia. Kami bangga bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman kami dalam merawat hutan. Cinta kami pada alam telah menyatukan kami, dan kami akan terus berjuang untuk menjaga bumi ini tetap hijau.
Pada akhirnya, hobi merawat hutan bukan hanya membawa kami ke pelaminan, tetapi juga memberi kami tujuan hidup yang berarti. Kami bersyukur bisa hidup di tengah alam yang indah, dan kami berjanji untuk selalu menjaga dan merawatnya, untuk kita semua.