Mohon tunggu...
Rabiul Awal F.
Rabiul Awal F. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Awal Putra Zulhajjah atau yang bernama pena Rabiul Awal F. (akrab disapa Feby) adalah seorang mahasiswa dengan prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di kampus Universitas Negeri Makassar yang memiliki hobi bermusik, mengedit, dan menulis. Karya pertamanya yang berhasil lahir dalam bentuk buku fisik adalah “Lekas Pulih yang Telanjur Pilu”

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Refleksi Diri: Membunuh Tuhan, Orang Tua, dan Diri Sendiri

27 Januari 2024   10:28 Diperbarui: 27 Januari 2024   11:29 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Percakapan di cafe sederhana itu semakin intensif. Seorang teman meminta penjelasan tentang apa hakikat refleksi diri dalam mencapai kesadaran murni?. Aku pun menjawab: Bunuh 'Tuhan' anda, 'Orang Tua' anda dan kemudian 'Diri Anda Sendiri’. Reaksinya harus dipahami: APA??!!
 
Reaksi kalian pasti sama setelah membaca headline ini. Apakah Feby sudah gila? Apakah dia mendorong orang untuk bertindak tidak bermoral dan melawan hukum? Penjelasan pasti diperlukan.
 
Satu hal yang pasti. Tidak ada pembunuhan yang disarankan di sini. Hidup sebagai penjahat tidak dianjurkan. Sebaliknya, ketiga pembunuhan ini membawa orang ke tingkat pembebasan dan pencerahan spiritual tertinggi.
 
MEMBUNUH TUHAN
 
Manusia ingin membentuk konsep Tuhan. Kemudian konsepnya dipuja. Orang yang tidak menerima konsep tersebut akan terbuang dan disingkirkan. Bahkan, mereka dibunuh secara kejam hanya karena tidak setuju.
 
Tuhan yang sebenarnya tidak dapat dikonsepkan. Bahkan, Ia tidak bisa dibahasakan. Tuhan berada di luar pikiran dan bahasa manusia. Itu tidak bisa dipahami dengan akal, tapi bisa dialami selama kita mengerti caranya.
 
Tuhan yang dapat dikonsepkan bukanlah Tuhan. Tuhan yang mampu dibahasakan bukanlah Tuhan. Itu hanya gambaran manusia tentang Tuhan. Itu hanya ilusi. Karena ilusi ini, banyak terjadi konflik, perang dan penderitaan.  
 
MEMBUNUH ORANG TUA
 
Bagi banyak orang, orang tua adalah simbol kenyamanan. Orang tua adalah pengingat akan masa lalu yang indah. Ini membuat orang terlarut di dalam ingatan. Orang malas untuk keluar dari kenyamanan dan menemukan jati diri yang sebenarnya.
 
Zona nyaman itu dapat membuat manusia betah, namun berbahaya. Orang bisa terlena dan malas berpikir. Lagi pula, orang tidak benar-benar hidup, mereka hanya mengikuti peristiwa secara membabi buta.
 
Orang yang hidup di zona nyamannya menjadi kerdil. Dia mengikuti tradisi secara membabi buta, tanpa bertanya. Ia menjadi budak dari lingkungan sosialnya. Pemikirannya dangkal bahkan cenderung fanatik, dan berbahaya bagi kehidupan yang beragam.
 
MEMBUNUH DIRI SENDIRI
 
Ego terbentuk di bawah pengaruh lingkungan sosial. Ego adalah identitas diri yang dibangun dalam kaitannya dengan dunia sekitarnya. Di dalam ego terdapat keinginan untuk mengendalikan segalanya,  untuk menjadi siapapun yang kita inginkan. Ego memiliki kekuatan yang seringkali mengancam jiwa.
 
Namun, dunia terus berubah. Kita hidup di atas lempengan api yang terus bergerak. Bencana alam bisa terjadi kapan saja. Jantung bisa langsung berhenti dan tubuh kita mengakhiri hidupnya.
 
Tidak ada yang bisa dikendalikan. Kontrol adalah ilusi ego. Ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penderitaan yang hebat dan menghancurkan segalanya. Membunuh diri sendiri berarti membunuh ego, ambisi dan keinginan untuk menguasai pikiran. Sampai kita menyadari bahwa ego sebenarnya tidak pernah ada.  
 
SETELAHNYA…
 
Apa yang tersisa setelah "Tuhan, orang tuaku dan aku" dibunuh? Yang tersisa adalah kesadaran murni. Ini adalah inti dari kehidupan. Semua filosofi dan jalan spiritual menuntun orang ke kesadaran murni ini. Itu adalah diri sejati manusia dan esensi dari segalanya. Kesadaran murni memiliki tiga kualitas. Pertama, kosong. Ia tidak memiliki konsep dan bahasa. Tidak ada penilaian moral dalam hal itu.
 
Kedua, kesadaran murni adalah kesadaran penuh. Dia membuat manusia melakukan lima fungsi inderanya. Kesadaran murni sepenuhnya utuh dan tidak pernah hilang. Sepanjang hidup kita harus terus mengenali kesadaran murni di dalam diri kita. Saat tubuh kita larut, kesadaran murni harus diwujudkan untuk mencapai pembebasan tertinggi.
 
Ketiga, kesadaran murni tidak terbatas. Ia tidak memiliki tempat fisik. Ia juga tidak bermateri. Ia seluas alam semesta dan menjadi penghubung kita dengan segala yang ada. Sejatinya kita tidak pernah terpisah dari semua yang ada.
 
TERUS BERLATIH
 
Mengetahui kesadaran murni adalah pembebasan sejati. Penderitaan itu hilang dalam sekejap. Pencerahan dialami dengan cara yang nyata. Ini hanya dapat dicapai ketika "Tuhan, Orang Tua dan Diri Sendiri" dibunuh.
 
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa juga terus berlatih. Lakukan dengan sadar. Berpartisipasi penuh dalam setiap momen kehidupan adalah cara tercepat untuk menyentuh kesadaran murni.
 
Apa yang sedang terjadi, rasakan sepenuhnya. Jangan ditolak. Jangan menghakimi dan jangan memberi label yang berbeda. Cukup alami dan sadari saja. Maka, kesadaran murni akan muncul ke depan.
 
Ini adalah pelajaran terpenting dalam hidup. Karena ketidaktahuan kita di Indonesia, hal ini dilupakan. Di Indonesia kita memang banyak mengajarkan hal-hal yang tidak penting dan tidak bermutu. Apakah itu yang kita inginkan selama ini?
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun