Konsep manajemen Qur’ani menjelaskan bahwa setiap manusia (bukan hanya organisasi) hendaknya memperhatikan apa yang telah diperbuat pada masa yang telah lalu untuk merencanakan hari esok. Dalam Al Qur’an Allah berfirman : ” Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al Hasyr : 18) Hal menarik dari ayat tersebut adalah perintah kepada orang-orang yang beriman dimulai dengan bertakwa kepada Allah untuk selanjutnya mempersiapkan bekal untuk masa depannya baik di dunia maupun di akhirat kemudian ditutup dengan perintah takwa. Jika digambarkan seperti ini : Pertanyaannya, mengapa perintah bertakwa harus diletakkan di awal dan di akhir? Alasan yang bisa dikemukakan adalah bahwa merencanakan masa depan harus dimulai dengan ketakwaan sehingga niat, komitmen, orientasi sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Segala yang dilakukan adalah kebaikan dan membawa manfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain, dan juga penuh kewaspadaan dan kehati-hatian sehingga segalanya terencana dengan baik dan jauh dari kecerobohan. Kemudian ditutup dengan ketakwaan kembali berarti bahwa dalam pelaksanaan perencanaan berbasis ketakwaan yang telah disusun, betul-betul dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, sesuai visi, misi dan target dengan pengendalian, monitoring dan pengawasan yang profesional. Inilah manajemen ketakwaan, dimulai dengan takwa dan diakhiri dengan takwa (husnul khatimah). Bagaimana caranya agar manajemen takwa ini dapat terwujud ? Imam Al Ghazali dalam kitab Tazkiyatun Nafs nya membagi tangga menuju takwa terdiri atas lima tingkatan dan dilakukan modifikasi dan kontekstualisasi yaitu :
- Mu’ahadah (dedikasi) : perjanjian yaitu menguatkan kembali niat dan komitmen bahwa segala yang dikerjakan adalah semata-mata karena Allah sehingga tujuan demi kebaikan serta pelaksanaan juga akan sebaik-baiknya karena merupakan ibadah dan persembahan kepada Allah.
- Muhasabah (evaluasi) : penghitungan yaitu evaluasi diri di awal pekerjaan berbasis data yang akurat dan objektif untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan sehingga menyusun target betul-betul realistis dan menantang dan dapat dicapai dengan penuh antusias. Evaluasi juga terus dilakukan saat pelaksanaan pekerjaan untuk menghadapi dan mengantisipasi segala kendala yang ada untuk selanjutnya disiasati dengan cerdas sehingga target tetap dapat tercapai.
- Mujahadah (optimalisasi): kesungguhan yaitu mengerjakan rencana dengan penuh kesungguhan melalui pengerahan secara optimal segala potensi yang dimiliki baik sumber daya manusia, material, mesin, metode dan dana.
- Muraqabah (kontrol) : pengawasan yaitu dalam melaksanakan pekerjaan diperlukan pengendalian untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah, dan membenarkan yang salah.
- Mu’aqabah (konsekwensi) : yaitu penghargaan (reward) dan hukuman (punishment) yang berguna untuk memotivasi. Dalam Islam ada istilah basyir (berita gembira) dan nadzir (berita ancaman) yang dianalogikan dengan penghargaan dan hukuman. Kedua hal ini tidak boleh dipisahkan. Jika yang dilakukan hanya memberi reward saja, maka seseorang akan memiliki semangat untuk melakukan sesuatu karena tujuan jangka pendek. Jika yang dilakukan hanya hukuman saja, maka seseorang cenderung menjadi takut dan tidak berkembang. Lebih jauh lagi, Allah menyiapkan pahala dan dosa, surga dan neraka atas segala aktivitas dan amal manusia. Sehingga yang terbaik untuk ditumbuhkan dalam penghargaan yaitu harapan penghargaan dari Allah dan ketakutan hukuman dari Allah.
Jika digambarkan :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H