Sejak diberi nama Kampung Toleransi pada 2016, masyarakat Gang Ruhana RT 002 RW 002 Kecamatan Paledang Kota Bandung semakin antusia, biasanya masyarakat non muslim di Kampung ini turut serta memberikan takjil dan membersihkan masjid untuk digunakan tarawih dalam menyambut bulan suci Ramadan.
Keberadaan Vihara, Gereja dan Masjid dalam satu wilayah yang berdampingan membuat nuansa Ramadan semakin kentara dengan adanya kontribusi dari masyarakat non muslim untuk berbagi kepada masyarakat yang menjalankan ibadah puasa. Beberapa tempat makan yang buka juga menjual beraneka macam menu takjil untuk umat muslim berbuka.
Ketua Rukun Tetangga 002 Agus Sujana Juli (53 tahun) mengatakan masyarakat di kampung toleransi tidak hanya saling menghargai ketika ada perayaan Idl Adha, Cap Gomeh, Kirab dan Natal saja. Menurutnya, Ramadan juga menjadi ajang berharga bagi masyarakatnya untuk berbagi. Beberapa kegiatan digelar oleh para tokoh masyarakat juga Dewan Keluarga Masjid (DKM) Al-Amanah seperti kelas Inggris, kelas Arab, Tadarus, Maghrib Mengaji, Imtihan dan rencananya minggu depan akan mengadakan kelas kesejahteraan IT.
"Beberapa mahasiswa Universitas Pasundan, itu mengajukan diri untuk mengajar anak-anak Bahasa Inggris di sini siapa pun boleh ikut cuman sekarang libur dulu, yang mengajar sedang pergi ke Pare. Rencananya minggu depan sekitar 30 mahasiswa akan mengadakan semacam sosialisasi ekonomi digital, untuk menyejahterakan ekonomi berbasis IT masyarakat di sini," ujar pria yang suka mengenakan pangsi dan ikat kepala tersebut, Senin (5/6/2017)
Mengenai Maghrib Mengaji, awalnya salah seorang warga yang pernah tinggal di Timur Tengah berniat untuk mengajarkan anak-anak memahami Bahasa Arab. Kemudian, Asep berpikir untuk mengolaborasikan program Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil yang menurutnya cocok dilaksanakan saat Ramadan."Sempat ada turis ke sini, ke depannya kalau memang Kampung Toleransi menjadi contoh bagi masyarakat luar, otomatis saya ingin warga di sini kalau kedatangan turis mereka juga bisa mengobrol, tak hanya Bahasa Inggris, Bahasa Arab juga kalau bisa fasih dan Ramadan kali ini momen paling tepat usai tadarus," lanjutnya.
Istri Ketua Rukun Warga, Rini Ambarwulan saat ditemui usai mengaji sedikit bercerita, mengenai keseharian masyarakatnya saat Ramadan yang sangat menjunjung tinggi keberagaman. Ia juga mengatakan Kampung yang mayoritas masyarakatnya non muslim ini, tidak menjadikan perbedaan kepercayaan sebagai alasan untuk tidak turut serta merayakan hari besar antar sesama umat.
Bahkan masyarakatnya ikut menyediakan takjil bagi para jemaah di masjid, sesekali ada yang memang sengaja memberi hidangan berupa nasi tak hanya takjil. "Jangankan untuk kegiatan Ramadan, saat masjid Al-Amanah dibangun pun mereka (masyarakat non muslim-Red) membantu. Bayangkan, yang mengecor itu ibu-ibu yang bukan hanya muslim tapi juga masyarakat Buddha dan Kristiani, mereka juga menyediakan hidangan untuk yang bekerja, kebiasaan itu sudah turun temurun," tutur wanita yang gemar aktif di berbagai kegiatan sosial.
Agus juga membenarkan mengenai keterlibatan seluruh warganya yang saling merasakan nuansa Ramadan. "Padahal kami tidak menyuruh apapun, cuman kalau ada yang makan di warung nasi dekat masjid saat puasa, yang menegor itu biasanya warga non-muslim. Itu artinya mereka juga merasakan nuansa Ramadan" tambah Agus saat ditemui di selasar masjid Al-Amanah.
Salah seorang umat kristiani yang akrab disapa Miming (52) mengatakan ia melakukan hal-hal yang menurutnya memang wajar sebagai sesama warga. Ketika muslim sedang melaksanakan shalat Jum'at ia memilih untuk menata dan menjaga sandal milik orang-orang yang tengah beribadah dan itu dilakukannya tanpa ada keterpaksaan sedikit pun. Jika libur, Miming bahkan membantu pihak DKM untuk membersihkan masjid. "Kalau Idl Adha saya juga turut serta, lalu masyarakat di sini juga ikut memotong sapi bersama, apalagi Ramadan kita harus saling membantu, menjaga sandal saat shalat Jum'at di bulan Ramadan itu biar berkah. Ketika Misa juga, warga sini membantu saya dan lainnya, " ujarnya.
Senada dengan Miming cucu pemilik Vihara Giri Metta, Wong Ceping atau yang dikenal Koh Ahoy (63) menuturkan ia turut senang dengan adanya Ramadan. Kampung Toleransi saat ini didominasi pendatang dan perantau. Katanya, ketika Ramadan hampir berakhir Kampung yang berdiri sebelum Indonesia merdeka ini akan terasa sepi.
Sebagai wujud menghargai tradisi mudik Kampung Toleransi Koh Ahoy dan keluarganya, memilih untuk mengadakan do'a bagi para pendatang yang hendak mudik. "Biasanya kalau Imlek, warga sini membantu menyiapkan ritual. Tapi kalau mereka mudik karena kami tak bisa bantu banyak. Kami di sini selalu sembahyang, memohon agar mereka dapat bertemu dengan keluarga dan kembali dengan selamat. Mendoakan muslim yang tengah menjalankan ibadahnya juga salah satu cara kami memaknai perayaan umat lain."katanya.