"Hadis yang Membimbing Hati"
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang pemuda bernama Fajri. Ia seorang yang sederhana, tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah rumah kayu di pinggir desa. Meskipun kesehariannya tidak jauh dari pekerjaan di ladang, ia sering mengikuti pengajian dan mendalami kitab-kitab hadis yang diajarkan oleh seorang kyai bijak, kyai Husein.
Suatu sore, usai maghrib, Fajri duduk di dekat jendela rumahnya, menatap langit yang mulai gelap. Ia memikirkan kata-kata kyai Husein yang baru saja ia dengar beberapa waktu lalu. Kyai Husein berkata dalam pengajian,"hadis-hadis Rasulullah SAW adalah petunjuk hidup. Mereka bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi cahaya yang dapat membimbing kita dalam setiap langkah hidup".
Fajri tidak pernah melupakan kalimat itu. Dalam hati ia bertanya, apakah ia sudah benar-benar mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-harinya?
Pagi itu, Fajri terbangun lebih awal dari biasanya. Ia merasa hatinya lebih tenang, dan seolah ada dorongan kuat untuk bergegas menuju masjid. Sesampainya di sana, kyai Husein sudah duduk di depan jamaah, bersiap memulai pengajian. Fajri duduk di barisan depan, menyimak dengan penuh perhatian.
Kyai Husein membuka pengajian dengan sebuah hadits yang disampaikannya dengan suara yang lembut namun tegas:
"barangsiapa yang menolong saudaranya dalam kesulitan, maka Allah akan menolongnya di dunia dan di akhirat".(HR.Muslim)
Fajri terenak mendengar hadis tersebut. Dalam hati, ia merasa ada sebuah pesan yang sangat dalam. Sejak kecil, ia selalu menganggap ibunya cukup sederhana, bahkan cenderung pas-pasan. Namun, dalam setiap kesempatan, ia selalu berusaha menolong orang lain dengan apa yang ia bisa, meskipun tidak banyak.
Hari itu, Fajri memutuskan untuk menjalani hidupnya dengan lebih bersungguh-sungguh dalam menolong sesama. Ia mulai memperhatikan sekitar, dan melihat bahwa banyak orang di desanya membutuhkan bantuan.
Pada suatu hari, seorang wanita tua, Bu Siti, yang tinggal sendirian di ujung desa, datang menghadap Fajri. Ia tampak cemas. Dengan suara pelan, Bu Siti berkata,"Fajri, anakku... Rumahku rusak akibat hujan kemarin. Atapnya bocor, dan aku tak mampu memperbaikinya."
Fajri menatap Bu Siti dengan penuh perhatian. Tanpa berpikir panjang, ia segera menawarkan diri untuk membantu memperbaiki atap rumah Bu Siti. Ia menyadari bahwa meskipun dirinya tidak kaya, ia memiliki tenaga dan waktu yang bisa digunakan untuk membantu orang lain.
Keesokan harinya, dengan alat-alat seadanya, Fajri dan beberapa tetangganya mulai bekerja memperbaiki atap rumah Bu Siti. Selama proses itu, pak jadi merasa hatinya dipenuhi dengan rasa syukur dan kebahagiaan. Ia merasa ada kedamaian yang datang setiap kali ia melakukan kebaikan. Bahkan, tetangganya yang melihatnya ikut tergerak untuk membantu.
Setelah beberapa hari, atap rumah Bu Siti akhirnya selesai diperbaiki. Bu Siti tidak bisa menahan air matanya."terima kasih, Fajri. Kamu adalah anak yang baik. Allah pasti akan membalas kebaikanmu,"ujarnya dengan penuh haru.
Fajri tersenyum. "Bu Siti, Saya hanya menolong sedikit. Ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang telah Allah berikan kepada saya".