Adalah unggah ungguh budaya Jawa yang diterapkan oleh keturunan darah biru atau keturunan ningrat dan priyayi kelas atas secara turun-temurun. Hal itu mencerminkan status sosial seseorang untuk mempertahankan citra serta kedudukan.Â
Pada tahun 1.800an masih kental sekali budaya patriarki yang diterapkan terutama pada lingkungan kerajaan. Aturan demi aturan berlaku, seperti aturan "laku dodok" atau jalan duduk yang dilakukan oleh orang yang lebih muda, yang lebih rendah status sosialnya (pribumi) ketika menghadap raja. Budaya pingitan terus diterapkan kepada anak gadis yang memiliki garis keturunan darah biru, anak patih (priyayi kelas atas), budaya ini diberlakukan sejak pertama kali ketika anak gadis tersebut telah mengalami datang bulan.Â
Selama proses pingitan, tidak diperkenankan meninggalkan keraton dan hanya di perbolehkan melakukan aktivitas di dalam keraton seperti: memasak, menyajikan makanan, melayani suami, membatik, bersolek, belajar unggah ungguh, menari dan menembang jawa. Jarang sekali perempuan pada kala itu diberi akses untuk belajar ilmu pengetahuan, karna hal itu dianggap tabu dan dapat menyaingi derajat serta pemikiran kaum lelaki. Berakhirnya proses pingitan ditandai ketika mereka dewasa ketika ada seseorang yang melamar gadis pingitan tersebut sampai gadis itu menikah, saat itulah berakhirnya masa pingitan.
Kaum darah biru dan priyayi kelas atas tidak diperkenankan menjalin hubungan dalam hal pernikahan dengan seseorang yang tidak memiliki status sosial yang jelas. Hal itu dianggap merusak budaya yang diterapkan secara turun-temurun. Banyak sekali perempuan pada kala itu dijadikan istri yang kesekian kalinya dari seorang atau pangeran, perempuan dikala itu tidak bisa memilih dengan siapa mereka akan jauh cinta.Â
Di satu sisi ketika para perempuan yang tidak memiliki status sosial itu jatuh cinta pada seorang bangsawan, tak jarang mereka mau dijadikan selir. Seorang selir tidak berhak atas hak raja dalam hal yang menyangkut keraton, selir terkadang bisa di posisikan sebagai babu istana yang tak jarang melakukan kegiatan kotor seperti menjadi tukang masak atau tukang bersih-bersih.Â
Terkadang selir ada yang di beri hak istimewa yaitu diberi tempat tinggal diluar yang jauh dari keraton dan diberi biaya hidup. Akan tetapi seorang yang mau dijadikan selir, harus sanggup merahasiakan dengan siapa ia menikah. Selir tidak diperkenankan memberi tahu bahwa dia adalah istri seorang Raja dan akan terus begitu selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H