Saya mengenal dunia lembaga/organisasi sejak masih duduk di bangku SMA kelas satu. Saat itu Saya tengah bergabung disebuah organisasi desa, yakni LKMB. sebulan setelahnya saya mendapat informasi kembali bahwa perekrutan anggota FPM sul-sel juga sudah terbuka, saat itu pula selain menjadi siswa di sekolah pesantren,  saya  banyak menghabiskan waktu didunia organisasi dengan aktif melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang menjadi program di dua lembaga ini.Â
sembari  bersekolah, saya terlibat aktif dalam kegiatan kelembagaan yang secara spontan menjelma menjadi hobi baru bagi saya. saya menempuh pendidikan di sekolah agamis, salah satu persyaratan untuk mengikuti mata pembelajaaran adalah  menyetor BTQ, yang menulis al-quran sampai 2 halaman itu. saya mempunyai stok BTQ yang cukup  banyak, kawan-kawan lain menulis BTQ saat mata pelajaran pertama akan segera berlangsung, saya menyaksikan mereka menulis tergesah-gesah dengan memburu waaktu dan menghindari hukuman. karna stok tulisan al-quran yang banyak, membuat saya lalai memperhatikan tugas-tugas lain. merasa sudah aman dan merasa punya waktu untuk melakukan aktivitas diluar sekolah.Â
sepulang sekolah, sebelum makan saya menyempatkan diri untuk ke rumah Malik, saya panggilnya kak Malik. Dia merupakan om sekaligus senior saya di LKMB dan FPM. tujuan saya kesana untuk mempertanyakan jadwal diskusi tiap malam dilakukan dengan tempat yang berbeda. kadang-kadang dia memanggil saya juga kadang-kadang meelarang saya yang mengatas namakan sekolah. saya meminta secara baik-baik dengan alasan tugas sekolah suudah saya amankan terlebih dahulu.Â
saya mengikuti proses kaderisasi di FPM yang bertempat di Tino. waktu itu perkaderan berlangsung hingga jam setengah 4 pagi. karna rute evaluasinya di pinggir laut, sesekali senior bertingkah aneh, menyuruhku masuk ke laut yang membuat  celana dan bajuku basah kuyup. setelah selesai saya langsung pulang kerumah, membulatkan niat untuk bolos sekolah karna rasa kantuk dan kedinginan.Â
tak  lama kemudian, tante saya datang dan melihat sepatu saya masih tersimpan di rak. saat itu tante saya baru pulang mejahit di rumah sepupu saya, langsung mengetok keras pintu kamaar daan akhirnya saya terbangun. "jama-jamang apaantu nujama songngi, na tannu kullemo gio'" katanya diluar kamar yang pintunya masih saya kunci. sejak saat itu saya sudah  dilarang keras keluar rumah baik malam maupun sepulang sekolah.Â
menyongsong MAY DAY, teman-teman saya  sedang mempersiapkan untuk kemakassar melakukan aksi massa bersama mahasiswa dari berbagai kampus dan fakultas yang tergabung dalam FMN. saya yang masih sekolah hanya bergerak aktif di kampung melakukan konsolidasi, padahal saya sangat berkeinginan untuk ke Makassar melakukan aksi yang akan saya lakukan pertama kalinya. namun hanya menjadi harapan, saya sibuk bersekolah dengan dibebani tunggakan catatan harian dan tugas-tugas lainnya.Â
saya memadu proses belajar sekolah  dengan aktif mengikuti diskusi-diskusi tentang kajian buku progresif. berbicara soal soekarno, bicara soal  Tan Malaka, bahkan bicara soal kajian-kajian lainnya yang mencaakup soal gerakan-gerakan pemuuda dan Mahasiswa. saya menyukai hal itu, namun sulit rasanya jika akan akan mengesampingkan pendidikan formal. pertengahan semester 1 dan 2, saya mulai abai terhadap kegiatan-kegiatan sekolah. dan akhirnya menghasilkan masalah baru.Â
saya dikeluarkan dari sekolah pasca penaikan kelas ke kelas 3. saya dianggap suuah  tidak mematuhi aturan dan dianggap mengasingkan diri dari pergaulan sesama siswa. awalnya saya menolak hal itu, nilai saya sudah saya perbaiki semua, salain itu, saya juga sementara menjabat sebagai ketua kelas yang tentunya menjaga image dari teman-teman. hal demikian sampai keteliingah orang tua saya, Nenek, Tante, dan bapak saya. saat itu saya berusaha menghadapi kenyataan dan menganggap bahwa saya salah dalam mengambil ti dakan.Â
saya sebagai anak yatim yang tinggal dirumah nenek merasa mejadi beban. dengan perasaan malu, setelah resmi dikeluarkan dari sekolah saya mogok 10 hari. saat itu adalah musim panen cengkeh. untuk mendapatkan sekolah  baru,  saya harus membayar Rp.400.000 untuk menebus harga baju seragaam yang gratis saat masuk sekolah. sebaagaaimana peraturan dan kesepakaatan orang tua saat pertama masuk sekolah.Â
saya petik cengkeh selama 8 hari, saya hanya mengumpulkan uang Rp. 320.000 yang tentunyya tidak cukup untuk pembaayaraan seragaam di sekolah lama. dengan berat hati saya harus mengataakan hal demikian kepadaa tante saya dengan harapan akan dibantu mencukupi persyaratan pembayaran tersebut. karna takut ponakannya putus sekolah, saya dibantu dengan persyaratan harus tinggal dirumah setelah  lulus. saya mengiakan hanya untuk mencairkan suasana dan memperlancar urusan saya waktu itu.Â
libur covid pertama yang hanya 14 hari  saya manfaatkan untuk berkunjung ke kantor Balaang intitute. salah satu NGO lingkungan yang ada di kab. Bantaeng.  tidak mudah untuk bergabung dan terlibat aktif di Balang. selain  harus mengingkari janji  ke orang tua, juga mempertimangkan pekerjaan kebun yang akan jarang lagi saya kunjungi saat sudah aktif dalam kegiataan-kegiatan.Â