Jurnalistik ialah meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam tulisan atau gambar yang mempunyai kode etik yang sudah dipelajari. Dijelaskan dalam http://irwansyah-hukum.blogspot.com/2012/05/makalah-etika-profesi-jurnalistik.html Kode Etik Jurnalistik. Surat Keputusan Dewan Pers No.03/SK-DP/III/2006, tanggal 24 Maret 2006 tentang Kode Etik Jurnalistik : Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan "off the record" sesuai dengan kesepakatan. Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Kode etik merupakan prinsip yang keluar dari hati nurani setiap profesi, sehingga tiap tindakanya seseorang yang berprofesi akan membutuhkan tolak ukur dalam profesinya. Seperti pada profesi jurnalistik memliki kebebasan pers sendiri tentunya memiliki batasanya sendiri, dimana batsan yang paling utama dan tak pernah salah adalah apa yang keluar dari hati nurani, namun kebebasan pers bukan hanya dibatai oleh kode etik jurnalistik akan tetapi ada batsan yang kuat yang tercantum pada undang-undang. (UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers). Lalu apa dan siapa wartawan itu? Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan, tetapi mereka harus memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Sebagai professional dan dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.
Jurnalisme sebagai penyedia informasi yang diperlukan orang sekitar pada kebenaran terhadap seumber berita. jurbalisme yang berkewajiban memberikan kebenaran kepada khlayak, memberikan tanggung jawab atas suatu informasi, dan memberikan loyalitas kepada warga. Jurnalisme sudah semakin banyak saigannya dalam dunia profesi. Mereka yang mempunyai profesi jurnalimse akan berhadapan langung degan jurnalisme warga. Saat ini sudah banyak orang-orang yang menjalankan sebagai jurnalis, walapun mereka tidak mempunyai kartu identitas pers. Tetapi saat ini bebas mengeluarkan pendapat dan mereka yang disebut sebagai jurnalisme warga lebih mempunyai kesempatan yang luas dibandigkan degan jurnalisme profesi saat ini. misalnya saja seorang warga yang sedang berada dikejadian tragedi bintaro yang mengabadikan kejadian tersebut degan merekam menggunakan kamera gengamnya, akan lebih awal mendapatkan moment tersebut dibandigkan degan jurnalisme profesi, saat ini saja sudah banyak dalam televisi – televisi besar menyediakan wadah untuk para jurnalisme warga. Degan menggunakan kamera ponsel mereka dapat membuat berita. Banyak kejadian yang jurnalimse warga abadikan sebagai kesempatan mereka menjadi jurnalis, perbedaan yang lebih menonjol hanya saja jurnalisme warga tidak mempunyai identitas pers dan jurnalisme profesi mempunyai identitas peers yang sesungguhnya. Dan kita juga sering melihat tayangan berita di televisi itu merupakan salah satu hasil jurnalisme warga yang mengabadikan kejadian berita, dan ditayangkan kembali oleh stasiun televisi.
Kejadian atau moment yang sering didapatkan jurnalisme warga memang banyak yang menarik, jelas saja menarik dan lebih utama mendapatkan momet berita atau video kejadian tersebut. Mereka yang saat itu dalam suasana dan mereka yang melihat secara langsung kejadian tersebut langsung mengabadikanya degan kamera atau telephon gengamnya. Loyalitas jurnalisme warga tersebut pada sumber informasi berita untuk kebutuhan pribadi atau bisa dipublikasikan. Semakin canggihnya teknologi informasi jurnalisme warga semakin bebas dan dapat menyetarakan keberadaan mereka degan profesi jurnalis. Kemunculan internet saja memudahkan mereka untuk lebih awal mempublikasikannya. Tetapi memang dalam dunia internet mempunyai kendala untuk jangkauan yang kurang jarigannya, kendala ini tidak terlalu mengangu jurnalisme porfesi karena mereka yang mempunyai redaksi akan lebih mudah ketika mendapatkan berita langsung menghubungi redaksi dan mengirim berita lewat BBM atau SMS.
Kita membutuhkan berita dan infromasi untuk hidup, dalam buku Bill Kovach menjelaskan jurnalisme tak lain adalah system yang dilahirkan masyarakat untuk memasok berita. ini alas an mengapa kita perduli terhadap karakter berita dan jurnalisme yang kita dapatkan: mereka mempengaruhi kualitas hidup kita, pikiran kita, dan kebudayan kita.
Seharusnya jurnalisme atau wartawan itu harus memenuhi ketentuan-ketentuan jurnalis yang sudah diterapkan dalam etika jurnalis, yang salah satunya jurnalis harus disiplin dalam verifikasi. Tetapi saat ini verifikasi menjadi terbelakang. Mereka yang bekerja dalam dunia jurnalistik mengedepankan munculnya berita siapa yang lebih awal muncul, verifikasi diakhir setelah berita itu muncul, kemudian mereka setelah mendapatkan verifikasi menayagkan kembali berita yang sudah ditayangkan tersbut.
Semakin dunia maju semakin banyak orang yang merasa berhak dirinya menjadi apa saja, merasa bebas untuk memilih salah satunya memilih menjadi wartawan, banayk yang diluar sana tidak menruskan ke perguruan tinggi dan tidak mengikuti perkuliahan tentang jurnalistik, mereka menjadi wartawan mereka mempunyai alat yang lengkap untuk keperluan menayangkan berita dan informasi. Saya pernah bertemu degan orang yang saat ini mengaku wartawan padahal setau saya dan warga pun mengungkapkanya bahwa iya tidak pernah belajar atau tidak pernah kejenjang penidikan jurnalisitk. Ini salah satu contoh jurnlaisme warga yang semakin merambahnya mereka disetiap pelosok bahkan setiap daerah. Degan banyaknya jurnalisme warga yang menagku jurnalis atau wartawan tetapi hanya sebagai jurnalisme warga perlu perhatian penuh dan kehati-hatian khalayak, bisa saja mereka memanfaatkan situasi atau kejadian tersebut menjadi tabu dalam pemanfaatnaya bukan untuk menjadikan informasi malah memanfaatkanya degan hal lain.
Sudah tercemari nama jurnalis dimata masyarakat, semakin banyak orang yang mengaku jurnalis mereka mungkin yang mencemar nama jurnalis dimata masyarakat yang kurang sopan dan tidak memakai etika jurnalisitk dalam peencarian beritanya, ini membawa kerugian besar pada jurnalisitk-jurnalistik profesi.
Loyalitas jurnalisme harus kepada kepentigan maysrakat, kepentigan masyarakat bisa saja dijadikan kepentigan masyarakat. Tetapi degan semakin meningkatnya kepentigan masyarakat terutama masyarakat besar, mungkin mereka lebih utama mendapatkan informasi. Tetapi tidak degan masyarakat bawah. Kpentigan pada masyarakat semakin menurun. Kepentigam mereka pada dunia bisnis dan perolehan keuntugan masing-masing. Dalam buku elemen-elemen jurnalisme Bill Kovach . buku ini bermula pada suatu hari Sabtu pada juni 1997, ketika 25 wartawan berkumpul di Harvard Faculty Club, Cambridge, Amerika Serikat. Di sekeliling sebuah meja panjang duduklah parra redaktur dari beberapa suratkabar papan atas, beberapa nama paling berpengaruh di televisi dan radio, beberapa nama terhebat jurnalisme, dan beberapa penulis paling menonjol yang dimiliki Amerika. Mereka berada disana karena merasa ada sesuatu yang sangat salah degan profesi mereka. Mereka nyaris tak mengenali adanya apa yang mereka anggap sebagai jurnalisme. Mereka khawatir, alih-alih melayani kepentigan publik yang lebih besar, profesi mereka malah rusak. Yah sudah jelas memang saat ini sudah dibilang rusak degan mayarakat yang semakin bertambah tak percaya lagi kepada wartawan, bahkan membencinnya. Pada 1992 hanya 21% warga Amerika yang berpikir bahwa pers peduli terhadap rakyat, turun dari 41% pada 1985, mereka tidak lagi berbicara tentang jurnalisme. Mereka berbicara tentang tekanan bisnis dan perhitugan untung rugi.
Tidaklah heran semakin banyak oknum jujrnalisme yang memanfaatkan menyalahgunakan profesi dan melanggar kode etik jurnalistik. Semakin banyak pula khalayak yang tidak percaya terhadap wartawan profesi sesungguhnya. Memang tidak semua seperti itu, tetapi namanya masyarakat yang tidak megerti degan wartawan segungguhnya atau oknum mereka tidak peduli bahkan mereka sudah menganggap hal buruk pada wartawan ya tetap lah hal buruk yang sudah dilakukan, padahal tidak seperti itu semua wartawan. Wartawan yang mempunyai identitas pers pun kadang tidak dipercayai. Padahal wartawan yang mempunyai identitas itu tidak mudah mendapatkan ijin dan kartu pers tersbut.
Jika oknum wartawan lain mempunyai pers, memang sangat sulit bagi masyarakat untuk membedaknya mana yang wartawan dan mana yang bukan. Bisa saja mereka yang menjadi oknum wartawan membuat pers degan kemiripan. Perlu adanya sosialisasi tentang kartu pers agar masyarakat dapat mengenali seperti apa wartawan yang sesungguhnya sebagai jurnalisme profesi, sehingga tidak keliru dalam mengenali profesi jurnalisme seungguhnya dan mengurangi penilaian negatif yang saat ini muncul pada juranlisme profesi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H