Mohon tunggu...
Dokter Avis
Dokter Avis Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Anak

Saya dr. Hafiidhaturrahmah namun biasa disapa Avis, dokter umum dari FK Univ Jenderal Soedirman, dokter anak dari Univ Gadjah Mada. Awardee Beasiswa LPDP-PPDS Angkatan 1. Saat ini bekerja di RS Harapan Ibu Purbalingga. Monggo main di blog saya www.dokteravis.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tekno Bolang, Sang Kembara Nusantara

24 Desember 2014   01:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:36 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menuliskan kisah ini membuat saya harus mengingat kembali ketika satu tahun berada di sudut Pulau Sumba tepatnya di Sumba Barat Daya. Saat itu saya menjadi dokter malaria dan ditempatkan di daerah yang jaraknya dua jam saja dari kota tapi saya seperti masuk ke peradaban kuno, hidup tanpa listrik, air, dan akses sinyal.

[caption id="attachment_385193" align="aligncenter" width="480" caption="Tanah Sumba ketika musim kering, terasa meranggas (Dok Pribadi)"][/caption]

Saya masih ingat ketika menggunakan lampu matahari yang hanya mampu menyala beberapa jam saja tiap harinya. Walhasil, saya lebih banyak menghabiskan malam dengan bantuan pencahayaan lilin. Beruntung di akhir tugas ada bantuan genset sehingga setiap malam ada jeda dua jam menyalakan listrik berbasis bensin untuk sekadar mengisi peralatan elektronik.Tidak jauh berbeda dengan kesulitan listrik, akses internet pun sama susahnya. Tulisan pertama saya di "Sumba" lahir dari hasil rajin sms per kata ke rekan sesama kompasioner Bandung. Dari sanalah tulisan itu malah dihadiahi HL oleh admin.

[caption id="attachment_385199" align="aligncenter" width="480" caption="Lampu matahari di bawah kelambu kenangan (Dok Pribadi)"]

14193027451988071533
14193027451988071533
[/caption]

Sampai akhirnya ketika saya memiliki akses ke kota, disanalah saya merasa seperti berada dalam surga padahal saya hanya ketemu listrik dan akses internet saja.  Nah, di kota itulah kali pertamanya saya bertemu dengan Mas Sutiknyo alias Tekno Bolang dan rekan petualangan Sumba Adventure Club (SAC). Berbagi hal tentang Indonesia Timur dalam aneka sudut pandang bersama mereka adalah hal terindah yang pernah saya jalani.

[caption id="attachment_385207" align="aligncenter" width="285" caption="Salah satu foto SAC dari blog Tekno Bolang (Dok Tekno Bolang)"]

14193040241338220842
14193040241338220842
[/caption]

Dulu saya masih tidak percaya masih ada orang yang tinggal di rumah alang dalam kesederhanaan seperti para Marapu.  Mereka tinggal tanpa hiruk pikuk kota, tanpa kemewahan berbalut listrik mulai dari telepon genggam, radio, bahkan televisi. Ketika saya berinteraksi semakin dalam, saya merasa tenang dan malah merasa orang kota hidupnya terlalu rumit karena tidak pernah terpuaskan nafsunya. Berbeda dengan yang tinggal di pedalaman,berrpikir sederhana tapi begitu menghayati hidup, menjaga diri dan alam dengan adat dan tradisi mereka.  Betapa Indonesia saya sangat beragam dan tidak bisa kita memaksakan semua orang harus maju mengikuti zaman yang ada karena pada dasarnya yang paling penting adalah kenyamanan. Berada di zaman batu bukan berarti mereka tidak nyaman dengan yang ada, buktinya anak-anak mereka walau dengan langkah tertatih mulai bersekolah, mengayakan pemikiran mereka dengan menimba ilmu.

[caption id="attachment_385204" align="aligncenter" width="322" caption="Marapu dan istrinya dalam kesederhanaan yang bersahaja (Foto:Ratih Ayu)"]

1419303431341761799
1419303431341761799
[/caption]

Tekno Bolang dan Donasi Buku

Menimba ilmu erat hubungannnya dengan buku dan Tekno Bolang yang pertama kali saya kenal di Sumba mengiyakan. Bahkan traveller sejati yang hobinya keluar masuk Indonesia Timur ini bukan hanya menggukkan kepala melainkan mewujudkannya. Inilah bedanya satu orang dengan kebanyakan orang lainnya ketika mempunyai ide, ada yang mewujudkannya dan ada yang sampai sekarang hanya sekadar ide saja.
Semua kisah tentang donasi buku ini berawal dari kecintaan Tekno Bolang berpetualang ke Indonesia Timur terutama NTT. Hingga akhirnya tulisan keseharian dia bersama anak-anak di Pulau Semau ditorehkan di blognya. Sebuah perpustakaan kecil binaan Pak Sef menimbulkan ide sederhana untuk membawa #BukuUntukSemau ke Desa Uiboa, sebuah desa terpencil di Pulau Semau, Kupang, NTT.
Hanya butuh waktu tiga bulan, tim kecil ini menggebrak dunia maya sekaligus menggerakkan hati banyak orang untuk membantu. Hanya sekadar buku namun hal tesebut sangat berharga untuk Pak Sef. Berawal dari tulisan sederhana lalu Tekno Bolang bertemu rekan seide (Rida dan Metha) yang sudah lebih dulu membuat donasibuku. Melalui  video karya Tekno , dia berhasil menyentuh lebih banyak hati lagi untuk berbagi buku. Bukan hanya untuk Semau saja, Tekno Bolang masih terus ingin berbagi termasuk ketika dia membantu promosi #BukuUntukAlor dari Taman Bacaan Pelangi atau renovasi Perpustakaan Gedhek di Kondang Merak . Bahkan mereka masih membuka kesempatan untuk kita berbagi apapun yang kita mampu, termasuk menyebarkan tulisan mereka.
Bukan hanya buku, kecintaan Tekno pada dunia pendidikan diwujudkan pula dengan ide kakak asuh untuk SD dan SMP. Dibantu oleh Mba Novi dan Mas Anto dari Komunitas Taft Diesel yang ada di Malang, mereka membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin berbagi hanya dengan 20ribu sebulan untuk keperluan sekolah adik-adik di sekitar daerah Kondang Merak. Loh kok kecil banget nominalnya? Karena tujuan Tekno Bolang hanya ingin menumbuhkan jiwa berbagi secara rutin. Sama harganya dengan satu kali makan siang ya. Dan hingga detik ini juga masih dibuka kesempatan untuk berbagi, mudah caranya, jawil aja Tekno Bolang.

Jatuh Cinta Videographer

Perbincangan jatuh cinta pernah saya bahas dengan Tekno Bolang dan dari puluhan karya yang dia bagi di link youtubenya, saya tahu bahwa lelaki kebapakan ini memang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan  NTT. Bahkan dia dengan sadar memilih menjadi traveller sejati dan meninggalkan pekerjaannya di salah satu maskapai terkenal Indonesia. Baginya, melihat Indonesia dari dekat dan bertemu dengan banyak orang dari berbagai budaya adalah kebahagiaan tidak terkira.

Saya yakini itu karena dari tulisan dan video yang dibagi Tekno Bolang, kecintaan pada Indonesia itu terlihat jelas. Saya bertambah yakin karena seluruh proses "mencari" sekaligus "jalan-jalan" yang dilakukan oleh Tekno Bolang ini dilakukan dengan riang gembira. Bagi yang sudah pernah merasakan "jalan" bareng Tekno Bolang pasti akan setuju dengan pendapat saya, apalagi ketika sebagai teman seperjalanannya saya tidak perlu bersusah payah menyiapkan berbagai jenis kamera keren dan lensa mahal. Namun jangan khawatir, terkadang Tekno Bolang mengeluarkan peralatan magic yang membuat kita tidak perlu susah payah mengeluarkan peralatan besar. Aman dan nyaman, itu prinsip perjalanan dia.

[caption id="attachment_385236" align="aligncenter" width="480" caption="Begini bawaan Tekno Bolang, kalau sudah selengkap ini saya nyaman cuma bantuin bawa doang (Dok Pribadi)"]

14193088771937772103
14193088771937772103
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun