Mohon tunggu...
Dokter Avis
Dokter Avis Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Anak

Saya dr. Hafiidhaturrahmah namun biasa disapa Avis, dokter umum dari FK Univ Jenderal Soedirman, dokter anak dari Univ Gadjah Mada. Awardee Beasiswa LPDP-PPDS Angkatan 1. Saat ini bekerja di RS Harapan Ibu Purbalingga. Monggo main di blog saya www.dokteravis.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Muslihun: Kisah Si Ahli Fisika Anak Penjual Kelapa

12 Desember 2014   22:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:25 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namanya Muslihun, saya pertama kali mengenalnya dari tulisan di web ini dan jujur pertama kali membacanya saya langsung menarik napas panjang. Ternyata masih ada yang perjuangannya untuk kuliah jauh lebih hebat lagi dan kisah itu masih ada bahkan banyak di era bangsa yang konon sudah merdeka.

Setelahnya, karena sama-sama menjadi penerima beasiswa dari LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) maka Mulihun sudah seperti adik saja. Dia tipe yang mudah akrab dan menyenangkan untuk berdiskusi. Saya yakin setelah membaca kisahnya, kita semua akan setuju jika Muslihun nanti akan menjadi Ahli Fisika yang dimiliki Indonesia.

[caption id="attachment_382181" align="aligncenter" width="480" caption="Muslihun bareng ama rekan-rekan penerima LPDP di PK10"][/caption]

[caption id="attachment_382182" align="aligncenter" width="364" caption="Nah ini dia beberapa buku yang pernah ditulis Muslihun"]

1418372671987087957
1418372671987087957
[/caption]

Atas izin Muslihun, tulisan beliau saya publikasikan disini dengan harapan makin banyak anak Indonesia yang TIDAK PUTUS ASA untuk terus bersekolah. Harapan akan terus lahir Muslihun lainnya.  Jika ingin berkunjung melihat buku karya Muslihun bisa disini.

Doa Ibunda

Perekonomian keluarga yang memperihatinkan membuat saya harus menuntut ilmu dengan perjuangan dan harus tahan banting menyikapi keadaan dengan keterbatasan ekonomi. Saya akan menceritakan keadaan ekonomi keluarga saya saat itu dimana semua harus disikapi dengan kesabaran. Ibu saya berjualan di warung kecil yang barang-barangnya seperti kelapa dan buah-buahan dibeli dari pasar kecil di desa saya dan barang-barang tersebut dibayar malamnya (kurang lebih setelah maghrib) setelah barang itu laku, namun kadang barang itu tidak laku. Saat Ibu saya tidak dapat membayar lunas, Ibu saya sering dimarahi saat pemilik barang-barang itu menagih uang kepada Ibu saya. Alasan tepatnya adalah jika uang barang yang dibeli Ibu itu dikasihkan ke penjual maka saya tidak ada uang untuk ongkos ke sekolah karena sekolah saya di kota sedangkan saya di desa dan pada saat itu ongkos untuk ke sekolah saya seribu rupiah. Ibu saya pernah memberi ongkos hanya seribu rupiah karena benar-benar tidak ada uang lebih untuk dikasihkan saya yang hanya cukup sekali ongkos saja, ongkos pulang saya pikirkan nanti yang penting saya dapat berangkat sekolah dulu.

Saya sama-sekali tidak iri terhadap teman-teman yang mempunyai uang jajan lebih dari orang tuanya, menurut saya yang paling penting adalah do’a dari kedua Orang tua dan do’a itu terbukti karena saya bisa lulus kuliah. Saat wisuda, saya bahagia bukan karena acara wisuda dan foto-foto melainkan kedatangan kedua Orang tua saya dan saya mau menangis ketika Beliau datang karena wisuda ini adalah hasil jerih payah perjuangan yang sungguh luar biasa dan do’a dari Beliau dan keluarga saya.

Saya masuk di MAN Demak sebenarnya masih ada tunggakan biaya awal dan Alhamdulillah dapat dibayar saat saya kelas III mendapat beasiswa golongan ekonomi lemah dan saya berprestasi mewakili sekolah dalam olimpiade fisika (walaupun saya tidak menang).Keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi ada sejak saya sekolah di MAN. Saya berjuang belajar dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan nilai yang baik dalam Ujian Nasional sehingga memudahkan saya mendapatkan beasiswa saat di perguruan tinggi. Saat pengumuman kelulusan tiba, Alhamdulillah saya mendapatkan nilai 10 (skala 10) mata pelajaran matematika dan target saya tercapai karena saya menargetkan mendapat nilai 10 pada mata pelajaran matematika.

Si Pantang Menyerah

Setelah lulus, keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi semakin besar tapi saya harus menahan keinginan tersebutkarena tidak adanya biaya. Saya memutuskan untuk bekerja dulu di Semarang tepetnya di Karangayu dengan tujuan satu tahun ke depan saya mendaftar ke Perguruan Tinggi Negeri. Saya bekerja sambil membawa buku untuk belajar waktu malam setelah kerja karena saya takut ilmu yang saya dapat akan lupa yang akibatnya dapat tidak diterima di Perguruan Tinggi Negeri. Ternyata kerja lulusan SMA sederajat itu sangat berat dan uang yang didapat-pun tidak seberapa sehingga tidak dapat menabung untuk persiapan kuliah. Satu tahun berlalu saya mendaftar ke Fisika Universitas Diponegoro Semarang dengan hanya modal uang pendaftaran dan ongkos ke Semarang. Hari pengumuman SPMB pun tiba dan saya senang sungguh luar biasa karena saya dinyatakan keterima, namun kurang lebih setengah menit saya langsung sedih karena ingat nanti uang kuliah dari mana. Hari itu juga setelah membaca pengumuman di koran terminal Demak, saya langsung ke semarang karena saya mendapatkan alamat kantor beasiswa Etos. Saya nekat menuju ke alamat tersebut walaupun saat itu saya masih belum familier dengan Semarang. Setelah saya menemukan alamat tersebut, saya ketemu orang yang mengkoordinir beasiswa etos di wilayah Semarang dan sekitarnya. Saya menyampaikan keinginan saya dan saya perlu beasiswa untuk kelangsungan pendidikan. Jawaban yang saya terima adalah jurusan Fisika tidak ada dalam daftar jurusan yang diberi beasiswa Etos. Akhirnya saya pulang ke rumah menemui Orang tua dengan kabar gembira dan sedih. Kabar gembira saya diterima di Fisika Undip dan kabar sedihnya mencari dana untuk membayar biaya awal.

Sebelum batas waktu pembayaran, saya ke Undip dengan tujuan meminta keringanan pembayaran. Saat itu saya ketemu perwakilan BEM yang sedang bertugas untuk membantu para calon mahasiswa untuk registrasi ulang. Saya menceritakan keadaan dan keinginan saya untuk kuliah dan akhirnya saya dipertemukan dengan pejabat rektorat yang bertugas untuk memberikan arahan dan menandatangi surat keringanan atau penundaan pembayaran. Saya menceritakan kondisi perekonomian saya dan keinginan saya untuk kuliah. Saat itu Beliau meminta agar Orang tua saya datang untuk mendampingi saya sebagai bukti bahwa saya benar-benar orang yang tidak mampu secara ekonomi. Sehari kemudian saya datang dengan Ibu saya tercinta dan menemui pejabat rektorat tersebut. Setelah berbincang-bincang, akhirnya saya diperbolehkan membayar uang masuk kuliah satu juta rupiah dan kekuranganya dapat dicicil.

Kami sekeluarga memikirnya dapat uang satu juta dari mana, untuk makan saja kami kadang harus hutang. Coba meminjam orang yang di Jepara tidak dapat. Akhirnya kakak saya meminjam uang ke saudara yang ada di Tulung Agung, Jawa Timur. Beliau adalah seorang Alkhafidz dan merupakan keponakan Bapak saya. Akhirnya kami dapat pinjaman dari Beliau.

Kuliah Sambil Bekerja

Saya hanya mendapatkan beasiswa yang hanya cukup untuk membiayai SPP dan PRKP (Praktikum) tiap semester saja. Saya sering dipanggil pihak rektorat dan bahkan nama saya sering terpampang di papan pengumuman dekanat dari daftar mahasiswa yang dipanggil. Disamping mikir kuliah fisika yang berat, mikir uang kekurangan biaya awal masuk kuliah yang belum lunas, saya bekerja sore hari dan bekerja lagi dari jam 22.00 - 06.00 WIB, akibatnya saya sering ngantuk saat kuliah. Walaupun begitu, saya tetap semangat demi cita-cita dan melepaskan Orang tua saya dari belenggu kemiskinan. Sedikitpun saya tidak iri kepada teman-teman saya yang mempunyai uang jajan lebih, menurut saya do’a restu Orang tua lebih berharga dari itu. Setelah dinyatakan lulus oleh tim penguji skripsi, saya memikirkan dana wisuda. Saya mempunyai ide untuk menulis buku diferensialyang sangat berguna untuk mengerjakan teori Ralat pada praktikum Fisika Dasar. Uang hasil penjualan buku sekala universitas tersebut dapat saya gunakan untuk biaya wisuda. Walaupun demikian, saya tetap berjuang menuntut ilmu dan meraih cita-cita karena do’a kedua Orang tua selalu menyertai langkah saya.

Saat saya mau berangkat kuliah, kadang Ibu saya memberi saya uang kurang lebih seribu rupiah untuk berangkat. Ibu saya sudah maksimal dan itu merupakan bentuk kasih sayang yang sungguh luar biasa kepada anaknya. Sukses, merupakan pencapaian hasil yang relatif. Kedua Orang tua saya telah berjuang dengan susah payah, hutang dan mau menanggung marah-marah dari orang lain demi pendidikan saya, maka sukses menurut saya adalah pencapaian yang dimulai dari membalas jasa Orang tua dengan membantu perekonomian Orang tua sehingga saat mau makan tidak hutang-hutang lagi dan memperbaiki rumah yang semula pagarnya kayu yang bolong-bolong menjadi tembok sehingga Orang tua saya tidak kedinginan dan kebocoran saat hujan. Walaupun itu semua tidak dapat membalas jasa Beliau karena jasa Beliau tidak akan terbalas dengan apapun. Selain itu, saya ingin meraih pendidikan yang tinggi guna mencapai cita-cita saya sebagai peneliti dan dosen sehingga saya tidak jauh dari ilmu dan ikut memajukan bangsa Indonesia sesuai bidang yang saya tekuni. Disamping itu, keinginan saya ingin membatu siswa-siswi yang mempunyai tekad untuk kuliah namun mempunyai latar belakang ekonomi lemah agar dapat kuliah sehingga dapat meraih cita-cita yang secara tidak langsung dengan pendidikan yang mereka dapat, mereka ikut memajukan bangsa ini.

Selalu Memudahkan Jalan tuk Orang Lain

Hampir tiap ajaran baru dari saya masih kuliah, saya mengantarkan siswa-siswi yang mempunyai keterbatasan ekonomi tapi mempunyai tekad yang kuat untuk kuliah. Saya menemui Pembantu Rektor II dan bahkan Rektor Undip untuk meminta penundaan pembayaran atau pembayaran awal dicicil. Saya memotivasi mereka dan orang tua/keluarga mereka agar melanjutkan ke bangku kuliah untuk masa depan mereka, kampus PTN menyediakan banyak beasiswadan bekerja part time untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka berhak merasakan pendidikan tinggi, namun yang membedakan hanya keterbatasan ekonomi.Alhamdulillah diantara mereka sekarang dapat menikmati bangku kuliah dengan beasiswa dan kerja partime.

Organisasi yang saya ikuti saat itu adalah Himpunan Mahasiswa Fisika (HMF) sebagai seksi infokom yaitu memberikan informasi di himpunan dan Diponegoro Physic Competitions (DPC) sebagai seksi materi, yaitu membuat soal untuk olimpiade fisika tingkat SMA se-Jateng. Disamping itu saya menjadi koordinator praktikum fisika dasar untuk mahasiswa Teknik Industri dan Perikanan Undip.

Selain berorganisasi, saya juga mengajar sejak mahasiswa, yaitu tentor Matakuliah Kalkulus I dan II, Kalkulus Peubah Banyak, Fisika Dasar I dan II, Mekanika dan Hidrodinamika dan menjadi Asisten Laboratorium Fisika Dasar untuk Matakuliah Praktikum Fisika Dasar I (Mekanika dan Kalor) dan II (Listrik dan Optik), Laboratorium Fisika Atom dan Inti untuk percobaan Muatan per Massa Elektron, praktikum Optik untuk mahasiswa IAIN Walisongo Semarang dan praktikum Viskosimeter Stokes untuk pengambilan data skripsi mahasiswa Teknik Elektro Undip. Disamping itu, saya bagian dari tim olimpiade fisika Undip dan peringkat 10 olimpiade fisika mahasiswa tingkat Nasional dan saya penulis buku Sukses Juara Olimpiade Fisika SMA, Kompas_Gramedia Jakarta dan Kupas Tuntas UN Matematika SMA, Amara Book Yogyakarta.

[caption id="attachment_382180" align="aligncenter" width="160" caption="Muslihun yang saat ini kuliah di ITB"]

1418372416222752378
1418372416222752378
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun