Mohon tunggu...
Avira Desty Lastiar
Avira Desty Lastiar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik

Menyukai menulis jurnal dan artikel mengenai psikologi dan kepolitikan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pansus Haji Sebagai Realisasi Hak Angket dan Hak Interpelasi DPR RI

4 November 2024   23:05 Diperbarui: 4 November 2024   23:13 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Panitia khusus atau Pansus ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagai bagian dari pelaksanaan sebuah hak angket dan hak interpelasi untuk menyelidiki suatu kebijakan atau peristiwa tertentu yang memerlukan pendalaman lebih lanjut. Dibentuknya Pansus ini bermula karena adanya indikasi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan terkait penambahan kuota khusus haji oleh kementrian agama yaitu dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2019 Pasal 64 ayat 2 yang menyebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8% dari kuota haji Indonesia.

DPR RI telah menyutujui pembentukan Pansus Haji dalam Sidang Paripurna ke-21 masa persidangan V pada Selasa, 9 Juli 2024. Sidang tersebut menghasilkan kesepakatan untuk mengangkat Nusron Wahid, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar, sebagai ketua. Pansus dibawah komando Nusron Wahid telah melakukan berbagai langkah penyelidikan, termasuk Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) serta inspeksi ke instasi terkait seperti Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), untuk mengumpulkan informasi mengenai tata kelola kuota haji dan manajemen terkait.

Sidang Paripurna Terakhir periode 2019-2024 dpr.go.id
Sidang Paripurna Terakhir periode 2019-2024 dpr.go.id

Laporan hasil penyelidikan Pansus Haji disampaikan pada Sidang Paripurna terakhir DPR RI Periode 2019-2024 pada Senin, 30 September 2024. Kementrian agama secara sepihak melakukan perubahan alokasi kuota haji yang tidak sesuai kesepakatan, bahkan Tim Pengawas Haji menemukan masalah berulang seperti katering, pemondokkan, dan tenda Jemaah. Ditemukan juga beberapa Jemaah yang menggunakan visa non-haji yaitu visa umrah dan visa ziarah, dimana penggunaan tersebut bisa berakibat sanksi dari Arab Saudi berupa denda 10.000 riyal dan larangan masuk selama 10 tahun. Selain itu, terdapat masalah dalam transparansi dan akuntabilitas pengolahan dana haji.

Berdasarkan hasil penyelidikan Pansus Haji mengeluarkan 5 rekomendasi terkait evaluasi penyelenggaraan ibadah haji. Pertama, perlu revisi UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengolahan Keuangan Haji agar sesuai dengan kondisi terkini di Arab Saudi. Rekomendasi kedua menekankan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem penetapan kuota haji, khususnya untuk haji khusus dan kuota tambahan. Pansus juga menyoroti pentingnya keterbukaan informasi kepada publik dalam setiap keputusan terkait haji. Dalam rekomendasi ketiga, Pansus mendorong penguatan penyelidikan terkait penyelenggaraan haji, baik dari perencanaan maupun evaluasi pasca haji. Rekomendasi keempat menekankan perlunya penguatan peran lembaga pengawasan internal, seperti Inspektorat Jenderal Kemenag dan BPKH. Terakhir, Pansus merekomendasikan agar pemerintah mendatang memilih pejabat Kemenag yang lebih kompeten dalam mengelola penyelenggaraan haji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun