Mohon tunggu...
avinnuraini
avinnuraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Saya adalah pribadi yang bersemangat dan penuh dedikasi. Selalu mencari cara untuk memberikan yang terbaik dalam setiap hal yang saya lakukan. Dengan kepribadian yang ramah, mudah beradaptasi, dan memiliki rasa ingin tahu yang besar, saya mampu menghadirkan energi positif di sekitar. Saya juga peduli pada hal-hal kecil yang dapat membawa perubahan besar, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Tik Tok Vs Instagram: Mana yang Lebih Mengubah Cara Gen Z Berinteraksi dan Berkarya ?

11 Desember 2024   17:20 Diperbarui: 11 Desember 2024   17:19 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Foto Pengguna Media Sosial  (Sumber: Pinterest/ БРЕНД - ДИЗАЙН - СММ - ПРОДВИЖЕНИЕ )

Media sosial berkembang pesat di Indonesia, terutama di kalangan Gen Z. TikTok dan Instagram telah menjadi platform utama yang tidak hanya digunakan untuk hiburan, tetapi juga untuk berinteraksi sosial dan menciptakan karya. Berdasarkan laporan We Are Social 2024, pengguna media sosial aktif di Indonesia mencapai 167 juta, dengan rata-rata waktu penggunaan harian selama 3 jam 11 menit. Angka ini menunjukkan tingginya ketergantungan Gen Z pada media sosial, yang kini memengaruhi cara mereka berkomunikasi dan berkreasi.  

TikTok, dengan format video pendek, mendukung interaksi cepat dan penyebaran viral, sementara Instagram menawarkan ruang yang lebih terkurasi untuk berbagi karya visual dan membangun hubungan pribadi. Kedua platform ini memberikan pengaruh besar, tetapi dengan fokus yang berbeda.  

TikTok menjadi pilihan utama Gen Z untuk menciptakan konten kreatif. Laporan We Are Social 2024  mencatat bahwa TikTok digunakan oleh 63,1% pengguna internet di Indonesia (sekitar 129,17 juta). TikTok memfasilitasi interaksi sosial melalui fitur challenge, hashtag, dan duet, yang memungkinkan kolaborasi dan partisipasi dalam tren global dengan mudah.  

Sementara itu, Instagram tetap menjadi platform penting, dengan 84,8% pengguna internet di Indonesia menggunakannya (sekitar 173,59 juta). Instagram lebih fokus pada kurasi konten visual melalui stories, posts, dan reels, yang mendukung personal branding. Durasi penggunaan kedua platform juga mencerminkan pola eksplorasi dan kreativitas pengguna, di mana Instagram lebih sering digunakan untuk berbagi pengalaman yang terkurasi dibandingkan eksplorasi spontan ala TikTok.  

Berdasarkan Teori Komunikasi Sosial, TikTok dan Instagram merupakan saluran komunikasi yang memungkinkan Gen Z berinteraksi dalam cara yang berbeda. TikTok, dengan konten yang dapat dengan cepat menyebar secara viral, menciptakan ruang komunikasi yang anonim dan global. Hal ini memungkinkan pengguna berinteraksi tanpa batasan lingkaran sosial mereka. Sebaliknya, Instagram lebih menekankan hubungan personal melalui kurasi konten visual yang terfokus pada lingkaran sosial kecil, memberikan pengalaman komunikasi yang lebih intim dan visual.  

Namun, secara opini, TikTok lebih unggul dalam memberikan ruang eksplorasi kreatif bagi Gen Z dibandingkan Instagram. Spontanitas yang ditawarkan TikTok memungkinkan pengguna mengekspresikan ide-ide unik tanpa terlalu memikirkan estetika atau citra diri. TikTok memberi kebebasan untuk mencoba, gagal, dan tetap relevan dengan tren baru yang terus muncul. Di sisi lain, Instagram sering kali membatasi kreativitas karena tuntutan untuk tampil sempurna. Fokus pada visual yang terkurasi membuat pengguna lebih memikirkan kesan yang ditampilkan, sehingga sering mengurangi elemen spontanitas.  

Selain itu, kedua platform ini juga mencerminkan dinamika tekanan sosial yang berbeda. Pada TikTok, tekanan muncul dari kebutuhan untuk terus mengikuti tren yang berubah cepat. Sementara itu, di Instagram, tekanan lebih berkaitan dengan perbandingan sosial dan standar estetika tinggi yang sering kali memengaruhi rasa percaya diri pengguna. Dalam hal ini, TikTok memberikan suasana yang lebih inklusif, sedangkan Instagram cenderung menciptakan eksklusivitas dalam lingkaran sosial.  

Kedua platform memiliki dampak positif, seperti membuka peluang berkarya, koneksi global, dan penciptaan identitas digital. Namun, dampak negatifnya juga signifikan, seperti ketergantungan pada interaksi online, tekanan sosial, dan kecemasan akan citra diri.  

Untuk mengatasi ini, beberapa solusi dapat diterapkan:  

1. Digital Detox: Mengurangi waktu penggunaan media sosial untuk meningkatkan interaksi dunia nyata.  

2. Penggunaan Produktif: Menggunakan platform untuk berkarya tanpa terjebak pada standar sosial yang tidak realistis.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun