Lirikkan mata samuraimu, Soemirno
Bahkan ketika raja langit bersinar terang
Dan tak bisa lagi tatapmu menyala lalu merangsang
Tapi kau cinta lamaku, Bang Soem
Ngomong-ngomong katanya sudah almarhoem
Tak boleh lagi diharap datang
Karena rindu dan tulusnya tak akan senyaman awal rindu dalam peluk petang
Mungkin kau sudah bosan dengan bualan syair kelabuku
Tapi seperseratus selku terus berkiblat pada sinarmu
Meski telah kau tumpahi air gorong hinga derajatku bagai cucurut bau
Akulah pengecut yang tak mau mengaku namun terus mengigau namamu
Di bawah lampu disko, ku menari namun tak bergoyang, karena bayangmu yang tak kau hentikan
Di bawah gelap malam, aku berandal jadi galau jadi judi jadi ingusan
Tolong elap umbel-umbelku, jika itu inginku tuk membuatmu lebih hina
Biarkan aku tak merasamu, biar aku menang sekali saja
Setelah tercecoki otakku dengan gengsi dan kecewa di dekat kuil gong Februari
Ketika engkau bermufakat terhadap dirimu sendiri untuk sudahilah kita sudahi
Tapi ketika kau bilang sudahi kau ludahi aku juga
Kutampung ludahmu dalam kendi hingga berbau kotor jelaga kusimpan kukenang jua
Lebih baik kau sakiti diriku lagi saja
Lebih baik aku terinjak-injak dalam iring-iringan Barongsai Februari saja
Karena sekarang aku sudah lupa bagaimana rasanya jatuh cinta
Sedang mencari penggantimu saja niatnya sia-sia
Seperti menyeruput Mee Sua tanpa air rebusannya
Bandung. 26 Oktober 2011.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H