Mohon tunggu...
Avid Nurmeida
Avid Nurmeida Mohon Tunggu... -

Spirit of LIfe to Future its beautiful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konflik Antarsektor di Kabupaten Klaten

17 Mei 2012   03:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:11 2020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



A.Latar Belakang

Indonesia termasuk salah satu Negara yang diproyeksikan akan mengalami krisis air pada 2025 karena pengelolaan air yang lemah, terutama pemakaian air yang kurang efisien. Derajat kelangkaan air makin meningkat. Penduduk yang bertambah dengan cepat disertai pola hidup yang menuntut penggunaan air yang relatif banyak, makin menambah tekanan terhadap kuantitas air.

Air adalah kebutuhan mutlak yang ketersediaannya diperlukan oleh makhluk hidup. Namun kini masyarakat di Klaten harus menelan kondisi pahit bahwa sumber air mereka mengering dan mengganggu kehidupan sehari-hari mereka.

Kekeringan yang dialami penduduk kecamatan Karangdowo, kabupaten Klaten, Jawa Tengah terasa semakin parah dibanding tahun sebelumnya. Warga merasakan sulit sekali mendapatkan sumber air, bahkan sungai yang melintas di wilayah itu pun turut kering.

Pemanfaatan air untuk berbagai penggunaan cenderung melebihi pasokan air yang tersedia dan belum terintegrasi dengan upaya konservasi air. Pengguna air umumnya mengabaikan usaha konservasi air yang seharusnya dilakukan. Hal ini makin memberikan tekanan terhadap ketersediaan sumber daya air dan pasokan air untuk berbagai penggunaan. Proporsi pemanfaatan air untuk setiap sektor sangat besar. Sumber mata air yang terletak di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang terjadi sejak 2002 mengeksploitasi air dari sumber mata air si gedang. Mayoritas penduduk di daerah tersebut juga menopang kehidupannya dari pertanian. Karena debit air menurun sangat drastis sejak Aqua beroperasi di sana, sekarang para petani terpaksa harus menyewa pompa untuk memenuhi kebutuhan irigasi sawahnya.

B.Rumusan Masalah

Masalah akan makin kompleks dengan adanya keragaman ketersediaan air antarwaktu dan antarwilayah pada musim kemarau, sehingga kemampuan pasokan air untuk keperluan pertanian, domestik, dan rumah tangga menurun. Di Klaten, tedapat konflik alokasi air antarsektor dan antarwilayah cenderung meningkat, bahkan dari konflik tertutup menjadi konflik terbuka.

Eksploitasi air yang dilakukan oleh perusahaan AQUA yang kini telah menjadi semacam nama generik dari produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) serupa di Indonesia.

Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah, antara lain:

1.Apa saja yang menjadikan gejolak antar sektor di sumber mata air si gedang Klaten?

2.Bagaimana usaha dterahadap pengelolaan sumber daya air di Indonesia sesuai UU

No.7 Tahun 2004?



1.Gambaran umum

A.Ketersediaan sumber air di Indonesia

Indonesia yang menduduki urutan kelima negara-negara yang kaya air setelah Brazil, Rusia, Cina, dan Kanada. Hal ini tercermin dari potensi ketersediaan air permukaan (terutama sungai) yang menurut catatan Depkimpraswil rata-rata mencapai 15.500 m3/kapita/tahun, jauh melebihi rata-rata dunia yang hanya 600 m3/kapita/tahun. Namun, ketersediaan air sangat bervariasi menurut ruang dan waktu. Sebagai contoh, Jawa yang penduduknya mencapai 65% dari total penduduk Indonesia, hanya tersedia 4,5% potensi air tawar nasional. Faktanya, jumlah air yang tersedia di Jawa yang mencapai 30.569,2 juta m3/tahun tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air bagi seluruh penduduknya. Artinya di pulau yang terpadat penduduknya ini selalu terjadi defisit air paling tidak hingga tahun 2015. Defisit akan terus meningkat jika tidak ada upaya konservasi air dan efisiensi pemanfaatannya.

B.Ketersediaan dan potensi sumber air di Klaten

Lokasi si gedang adalah sumber air bagi sawah di lima kecamatan. Mata air itu kini dikuasai pabrik air minum kemasan, PT Tirta Investama, produsen air minum merk Aqua-Danone yang datang pada Oktober 2002.

Kebutuhan air makin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan ragam kebutuhan yang menuntut sumber daya air dalam jumlah banyak, baik untuk rumah tangga, industri, irigasi, penggelontoran, energi, rekreasi, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Indeks penggunaan air (IPA) atau rasio kebutuhan dan ketersediaan air sudah melebihi satu, artinya sumber daya air yang ada sudah tidak cukup untuk menopang kebutuhan penggunaannya. Kurangnya ketersediaan air untuk kebutuhan irigasi pertanian. beberapa sawah tidak kebagian air dan mengandalkan air dari air hujan saja. Akibatnya, banyak sawah kekeringan pada musim kemarau.

Debit air menurun sangat drastis sejak Aqua beroperasi di sana, sekarang para petani terpaksa harus menyewa pompa untuk memenuhi kebutuhan irigasi sawahnya. Untuk kebutuhan sehari-hari, penduduk harus membeli air dari tangki air dengan harga mahal karena sumur-sumur mereka sudah mulai kering akibat “pompanisasi” eksploitatif yang dilakukan oleh Aqua. Hal ini sangat ironis mengingat Kabupaten Klaten merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya air. Di satu Kabupaten ini saja sudah terdapat 150-an mata air.

Aqua memiliki ijin untuk mengambil air sebanyak 18 liter per detik melalui sumur bor di dekat mata air Sigedang, yang juga merupakan air sumber irigasi untuk lahan pertanian di lima kecamatan. Ironisnya, saat kurangnya air irigasi ini memicu konflik di antara petani itu sendiri dalam soal perebutan sumber air yang semakin mengering demi sawah-sawah mereka, Aqua malah mengajukan permintaan menaikkan debit dari 18 liter menjadi 60 liter per detik. Salah satu hal yang juga menjelaskan mengapa ide swasembada pangan semakin menjadi angan-angan belaka.

2.Kesesuaian di dalam pelaksanaan berdasar Undang-undang

Usaha mengembangkan SDA, dengan mentaati azas-azas manfaat, ekonomi dan berwawasan lingkungan untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Berikut tindakan atau usaha yang seluruhnya harus dilakukan bersama :

(1)Melaksanakan Undang-undang dan peraturan yang mengatur pemanfaatan dan

prioritas pemanfaatan potensi SDA untuk mengurangi pertentangan yang akan timbul.

(2)Melakukan perlindungan dan pelestarian sumber daya air yang ditujukan untuk melestarikan sumber daya air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan disebabkan oleh tindakan manusia seperti tertera pada pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang SDA.

(3)Melakukan usaha penataan dan perbaikan sistem distribusi.

(4)Memberdayakan undang-undang dan peraturan-peraturan yang mencegah pencemaran lingkungan, khususnya terhadap sungai dan sumber daya air lainnya.

(5)Mengatur dan mencegah penggunaan berlebih terhadap sumber daya air (sungai) dan air tanah khususnya pada lembah sungai untuk mencegah terjadinya “over  exploitation” terhadap SDA agar kelestariannya terpelihara.

(6)Drainase termasuk dalam bab I Ketentuan Umum No. 7 Tahun 2004 tentang SDA.

(7)Memberdayakan lembaga koordinasi antar sektoral.

(8)Perlu dilakukan sosialisasi tentang fungsi SDA sebagai penunjang kehidupan dan perkembangan ekonomi serta perlu dilakukan pencegahan pencemaran lingkungan.

A.Masalah air antarsektor dan dampaknya

Produk peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman yang merupakan turunan dari UU No.7 Tahun 2004 tentang SDA yang diharapkan menjadi landasan hukum, rambu dan sekaligus menjadi panduan operasional dalam pelaksanaan pengelolaan SDA masih merupakan pekerjaan rumah yang perlu segera dikejar penyelesaiannya. Banyak program, kegiatan dan langkah-langkah operasional yang terpaksa mengalami stagnasi karena terkendala oleh keterbatasan produk peraturan, standar atau pedoman.

Secara umum alokasi kebutuhan air dibagi menjadi 3 kategori yaitu kebutuhan air domestik, pertanian dan industri. Kondisi ini sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan memicu kerusakan lingkungan air. Peristiwa rebutan air antara warga dan PT Tirta Investama pun terjadi. Produsen air mineral itu menyedot dengan pompa berdaya besar sehingga pasokan air untuk hektaran sawah di sekitar mata air itu pun kering, berdampak warga kekurangan air. Untungnya warga berinisiatif membuat sistem penjatahan air dan pembagian masa tanam. Karena bila hal tersebut tidak dilakukan, air tidak akan cukup untuk mengairi seluruh lahan pertanian.

Krisis air semakin meluas, sehingga dirasakan pula oleh warga di beberapa kecamatan sekitar yaitu kecamatan Ceper, Pedan dan Delanggu. Hal ini diakui Fainta Susilo Negoro sebagai juru bicara PT. Tirta Investama Klaten, “Di awal operasi, yang diambil 23 liter per detik. Kini menjadi 30 liter per detik. Artinya, tiap hari, ada hampir 3 juta liter air disedot dari mata air Sigedang”.

Meskipun pihak perusahaan memberikan kenaikan kompensasi dari Rp 1 menjadi Rp 5,39 per liter untuk setiap air yang disedotnya, namun kekeringan sudah semakin merajalela. Akibat krisis air bahkan mendatangkan dampak buruk lainnya seperti konflik antar petani ataupun warga dengan petani yang berebut air. Peningkatan kebutuhan air setiap sektor makin menekan potensi pasokan air yang tersedia, dan ini berdampak pada makin meningkatnya potensi konflik antarsektor. Sektor pertanian merupakan pengguna air terbesar di antara sektor pengguna air. Kurangnya ketersediaan air untuk kebutuhan irigasi pertanian.

Produksi AMDK amat boros air. Menurut catatan ASPADIN (Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia), perusahaan AMDK di seluruh Indonesia setiap tahun membutuhkan sekitar 11,5 miliar liter air bersih, namun yang pada akhirnya menjadi produk AMDK hanya sebanyak 7,5 miliar liter per thn. Sisanya, 4 miliar liter air bersih, terbuang percuma untuk proses pencucian dan pemurnian air.

Masalah ini dialami oleh para petani dari hampir semua kampung di kawasan desa. Saat ini para petani di beberapa kampung tersebut saling berebut air karena ketersediaan air yang sangat kurang. Bahkan beberapa sawah tidak kebagian air dan mengandalkan air dari air hujan saja. Akibatnya, banyak sawah kekeringan pada musim kemarau dan tentu saja hal ini menimbulkan masalah perekonomian yang cukup serius bagi para petani.

Dua fenomena besar yang meresahkan petani dan masyarakat kelas menengah bawah adalah: (1) penguasaan absolut atas sumber mata air oleh sektor tertentu yang tidak terkendali, dan (2) belum tersedianya pola, sistem, dan mekanisme dalam penetapan pembagian air, implementasi, pemantauan, dan penyelesaian konflik sehingga masing-masing pemangku kepentingan mendapat perlakuan yang adil. Kedua isu tersebut terus mengemuka, karena selain air menguasai hajat hidup orang banyak, air juga menjadi komponen utama penyusun makhluk hidup. Sementara itu, secara kuantitas ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan terus menurun akibat rusaknya daur hidrologi dan pencemaran. Kondisi ini akan mendorong masyarakat masuk dalam perangkap krisis air yang secara akumulatif dapat memicu munculnya konflik air secara horizontal maupun vertikal.

B.Strategi implementasi dan kebijakan pembagian air secara proporsional

Dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk, kontribusi sektor pertanian, air minum, industri, serta potensi lestari pemanfaatan mata air dan lingkungan, dapat ditetapkan alokasi penggunaan air masing-masing pemangku kepentingan. Alokasi penggunaan air yang dimaksud harus mempertimbangkan potensi sumber daya air dalam hal volume yang tersedia menurut  ruang dan waktu, serta permintaan dari berbagai pemangku kepentingan dengan segala konsekuensi logis dan risiko paling minimum.

Pemanfaatan air secara efisien dengan mempertimbangkan kebutuhan yang rasional dan pasokan yang makin terbatas perlu dilakukan. Setiap pengguna air harus melakukan upaya konservasi air dan ini perlu dituangkan dalam peraturan perundangan yang mengikat dan dilaksanakan secara konsisten. Pemerintah perlu memfasilitasi pengguna air dalam melaksanakan konservasi air. Penerapan inovasi teknologi panen air dan konservasi air seperti embung, dam parit, sumur resapan, dan rorak perlu dilakukan. Proporsi penggunaan air untuk setiap sektor perlu ditetapkan melalui analisis kebutuhan air setiap sektor, identifikasi potensi sumber daya air permukaan dan bawah permukaan, serta curah hujan efektif dalam pengisian air bawah permukaan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut serta pertimbangan rasionalitas, efisiensi, dan efektivitas pengelolaan itulah UU No.7 Tahun 2004 kemudian memperkenalkan istilah Wilayah Sungai sebagai basis wilayah pengelolaan SDA, dengan definisi sbb: “Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan SDA dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil”. Konsepsi pengelolaan terpadu SDA yang berbasis DAS ataupun wilayah sungai dikenal oleh masyarakat internasional dengan istilah Integrated Water Resources Management (IWRM) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan Pengelolaan Terpadu SDA dan terkadang disebut juga Pengelolaan SDA Terpadu bahkan ada pula yang menyebut Pengelolaan SDA Menyeluruh dan Terpadu. Sebuah organisasi yang bernama Global Water Partnership, 2000 telah merumuskan definisi dan interpretasi IWRM, yaitu “suatu proses yang mengintegrasikan pengelolaan air, lahan, dan sumber daya terkait lainnya secara terkoordinasi dalam rangka memaksimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara adil tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem yang vital. Prinsip pengelolaan terpadu ini dikembangkan sebagai respons terhadap pola pengelolaan SDA yang selama ini dilakukan secara terfragmentasi. Rumusan IWRM tersebut kemudian dikerucutkan lagi dalam pertemuan Global Water Partnership-South East Asia, 2004 menjadi sbb: “Co-ordinated management of resources in natural environmental (water, land, flora, fauna)based on RIVER BASIN as geographical unit, with objective of balancing man’s needs withnecessity of conserving resources to ensure their sustainability”. IWRM is not dogmatic frameworks, but a flexible, common-sense approach to water management and development”.

Dari kedua interpretasi tentang IWRM tersebut, penulis berpendapat bahwa konsepsi IWRM perlu dimulai dengan proses membangun persepsi tentang asal muasal air dan kemana perginya air, proses membangun komitmen untuk mendayagunakan air disertai kesadaran tentang pentingnya konservasi serta menyikapi secara kolektif tentang bagaimana cara mengelolanya agar dapat didayagunakan dengan hasil yang optimal dan berkelanjutan”. Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan SDA adalah menanamkan pemahaman terhadap konsepsi IWRM kepada semua pihak yang terkait untuk dimengerti. Keterpaduan pengelolaan SDA mencakup dua komponen besar yaitu sistem alami dan non alami. Keterpaduan pada komponen pengelolaan sistem alami, mencakup:

üKawasan hulu dengan kawasan hilir.

üKuantitas air dengan kualitas air.

üAir hujan dengan air permukaan, dan air bawah tanah.

üPenggunaan lahan (land use) dengan pendayagunaan air (water use).

Sedangkan keterpaduan pada komponen pengelolaan sistem non alami, sekurang-kurangnya mencakup :

1)Keterpaduan antar sektor yang terkait dalam perumusan kebijakan, dan program di

tingkat pusat dan daerah, Keterpaduan dalam aspek ini diperlukan untuk menyelaraskan

kebijakan pembangunan ekonomi dengan kebijakan pembangunan sosial serta

lingkungan hidup.

2)Keterpaduan antar semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam perencanaan dan

pengambilan keputusan. Keterpaduan dalam aspek ini merupakan elemen penting dalam

menjaga keseimbangan dan keberlanjutan pendayagunaan air. Saat ini masing-masing

pihak yang terkait masih menempatkan prioritas kepentingan yang berbeda-beda, bahkan

seringkali bertentangan satu sama lain. Dalam kaitan ini perlu dikembangkan instrumen

operasional untuk menggalang sinergi dan penyelesaian konflik.

3)Keterpaduan antar wilayah administrasi baik secara horisontal maupun vertikal. Dalam aspek ini tidak saja perlu ada kejelasan tentang pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan, tetapi perlu juga dikembangkan pola kerjasama antar daerah atas dasar saling menggantungkan dan saling menguntungkan. Pengelolaan terpadu merupakan proses menerus yang tak boleh terhenti. Setiap proses harus memiliki target capaian berdasarkan tahapan yang jelas. Setiap tahapan proses yang dirancang harus dapat dinilai akuntabilitasnya. Keberhasilannya perlu terukur melalui tiga criteria utama, yaitu:

(1)Efisiensi ekonomi. Didepan mata, permintaan jasa pelayanan air kian meningkat, sementara itu di berbagai tempat terjadi kelangkaan atau keterbatasan air yang bersih dan sumber daya finansial. Dalam situasi seperti itu, efisiensi ekonomi dalam pendayagunaan SDA harus menjadi perhatian.

(2)Keadilan. Air adalah salah satu kebutuhan dasar yang mutlak diperlukan oleh setiap orang, karena itu akses untuk memperoleh air yang bersih perlu diupayakan bagi setiap orang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup yang sehat dan produktif.

(3)Keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. Pendayagunaan SDA tidak hanya mengejar kepentingan ekonomi jangka pendek, tetapi harus memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang, karena itu setiap upaya pendayagunaannya harus diimbangi dengan upaya konservasi yang memadai.

Kesimpulan

Air adalah kebutuhan mutlak yang ketersediaannya diperlukan oleh makhluk hidup. Namun kini masyarakat di Klaten harus menelan kondisi pahit bahwa sumber air mereka mengering dan mengganggu kehidupan sehari-hari mereka. Pemanfaatan air untuk berbagai penggunaan cenderung melebihi pasokan air yang tersedia dan belum terintegrasi dengan upaya konservasi air. Hal ini makin memberikan tekanan terhadap ketersediaan sumber daya air dan pasokan air untuk berbagai penggunaan.

Kontribusi sektor pertanian, air minum, industri, serta potensi lestari pemanfaatan mata air dan lingkungan, dapat ditetapkan alokasi penggunaan air masing-masing pemangku kepentingan. Alokasi penggunaan air yang dimaksud harus mempertimbangkan potensi sumber daya air dalam hal volume yang tersedia menurut  ruang dan waktu, serta permintaan dari berbagai pemangku kepentingan dengan segala konsekuensi logis dan risiko paling minimum.

Untuk itu dapat menerapkan dengan baik undang-undang yang telah dibuat sehingga tidak menimbulkan  konflik baik masyarakat dengan perusahaan (antarsektor).

Referensi

Mulyanto. 2007. Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ansori, Imam. 2007. Konsepsi PSDA menyatu dan menyeluruh

http://pusham.uii.ac.id/upl/article/id_ekosob1gun.pdf diunduh pada pukul 13.50 WIB.

Mahasiswa Universitas Brawijaya. 2010. Dahaga Di Atas Mata Air. http://apokalips.go.id di

unduh pada pukul 15.08 WIB

Mulyanto, Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007, hlm. 23.

Solopos, 30 Desember 2008

Dalam http://air.bappenas.go.id/main/doc/pdf/seminar_lokakarya/Prosiding%20Lokakarya%20II.pdfDiunduh pada tanggal 18 November 2011 pukul 12.35 WIB.

Dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/5105122135_1411-7924.pdf. Diunduh pada tanggal 20 November 2011 pukul 12.35 WIB.

Ibid.,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun