Mohon tunggu...
aviciena zanjabil
aviciena zanjabil Mohon Tunggu... Lainnya - dosen dan penasihat keuangan syariah

seorang yang antusias dibidang ekonomi syariah, perencana keuangan syariah, asuransi syariah, industri halal (hotel syariah dan konvensional) serta pergudangan dan pengadaan barang/jasa. senang menambah pengetahuan dengan membaca, menulis dan berdiskusi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Fenomena Sosial Budaya Virtual Melalui Kacamata Jean Bauddrillard

15 Agustus 2023   14:00 Diperbarui: 15 Agustus 2023   14:03 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

           Jean Bauddrillard adalah seorang teoritikus social budaya yang paling provoktafi selama tahun 1970-an sampai dengan 1980-an. Ia adalah seorang pemikir yang memikirkan bahwa telah berlalunya zaman modern. Sehingga zama sekarang sudah termasuk dalam zaman postmodern. Konsep post modern sangan berbeda dengan konsep masyarakat modern dalam hal paradigma model, kode, komunikasi, informasi dan media.

            Ia mengemukakan tentang matinya realitas lama dan munculnya realitas baru yang ia sebut hyperreality melalui teknik simulasi. Pergantian realitas dari “realitas” lama ke realitas baru yang disebutnya “hiperealitas” adalah perubahan ontologi yang menuntut pula pemahaman tentang teori, metode dan konsep-konsep baru yang tidak ditemui pada kajian sosial-budaya modern.  Istilah dan konsep yang dikemukakan Baudrillard sesungguhnya cukup jelas untuk mendukung gagasannya yang menyatakan ada jurang dalam (diskontinuitas) yang memisahkan antara kebudayaan dan pemikiran modern dengan kebudayaan dan pemikiran postmodern.

            Jean bauddrillard juga meluncurkan buku yang berjudul simulations. Melalui buku Simulations ia mengemukakan tentang kondisi masyarakat Barat sekarang ini yang  menurutnya merupakan representasi dari dunia simulasi. Dunia simulasi adalah dunia yang dibentuk oleh berbagai hubungan tanda dan kode secara acak tanpa acuan (referensi) yang jelas. Kode (code) adalah cara pengkombinsian tanda yang disepakati secara sosial, sehingga dimungkinkan  satu pesan disampaikan dari seseorang ke orang lainnya.  Hubungan tanda melibatkan tanda real (fakta) yang terbentuk melalui proses reproduksi, serta tanda semu (citra) yang tercipta dari proses reproduksi. Dalam kebudayaan simulasi, realitas faktual dan citraan berjalin dan berbaur, menumpuk. Baudrillard menyatakan.  Simulasi tidak berkaitan dengan sebuah teritori, dengan sebuah referensi atau sebuah substansi. Simulasi adalah era yang dibangun oleh model-model tanpa tanpa asal-usul atau realitas; Ia sebuah duniua hiperrealitas.

            Pada dunia simulacra ini, kita tidak lagi dapat membedakan secara tegas mana yang asli, yang real, yang palsu dan, yang semu. Kesatuan dari berbagai realitas inilah yang disebut Baudrillard dengan “simulacra”. Realitas simulacra ini telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari Masyarakat Barat  dan Amerika sekarang ini. Simulacra adalah perpaduan antara nilai, fakta, tanda, citra, dan kode. Pada realitas ini kita tidak lagi menemukan referensi atau representasi kecuali simulacra itu sendiri.  Dalam dunia dan wacana simulasi, batas antara yang real dengan yang imajiner atau palsu, tiruan tidak hanya berbaur, akan tetapi simulasi atau citraan lebih unggul dan lebih dipercaya dari fakta.

            Istilah simulacra (simulacrum) dan simulasi (simulation) memiliki perbedaan yang tipis. The Oxford English Dictionary, memberikan pengeratian simulacra dengan “aksi atau tindakan menirukan dengan maksud menipu” selanjutnya dikemukakan penjelasan lain, asumsi atau penampilan palsu, kemiripan permukaan, tiruan dari sesuatu. Konsep simulasi seperti ini bisa diberikan penjelasan dengan simulasi sebagai tiruan pesawat terbang ketika, seorang calon pilot belajar menerbangkan pesawat terbang melalui tiruannya. Sementara simulacra didefinisikan sebagai, sebuah citra material, dibuat sebagai sebuah representasi dari beberapa dewa, orang, atau sesuatu. Sesuatu yang hanya memiliki bentuk atau penampilan  tertentu, tanpa memiliki substansi, hanya citra (gambaran) yang kurang menunjukkan sesuatu yang real.

            Konsep simulacra, simulasi sekarang ini menjadi konsep penting sebagai akibat perkembangan teknologi dan perkembangan ekonomi, terutama dengan berkembangnya reproduksi mekanis, dan kemudian produksi elektronik dunia virtual. Meskipun Jean Budrillard menggunakan istilah ini dalam konteks perkembangan tekonolgi tinggi (informasi)  sekarang ini, namun upaya untuk memahami pengeratian dan asal usul istilah simulacra ini, membawa kita pada istilah mimesis pada Plato, konsep Plato untuk menjelaskan hubungan antara realitas asli atau yang real (dunia idea) dengan tiruan (realitas tiruannya).

            Pada budaya simulasi model, kode, komunikasi, informasi dan media telah menimbulkan perbedaan yang radikal antara budaya modern dengan  postmodern. Perubahan ini menyebabkan teori sosial-budaya modern menjadi tidak relevan digunakan  untuk memahami fenomena sosial-budaya postmodern. Kebudayaan postmodern adalah kebudayaan yang memabukkan, dan subyektivitas yang terpecah-belah, bahkan lenyap atau mati  (antiesensilis). Baudrillard justru menyatakan bahwa dirinya adalah diri yang terpecah-belah. Posmodernis mengajukan konsep subyek yang cair, subyek yang dibentuk oleh faktor social-budaya (becoming). Subyek tidaklagi dilihat sebagai satu hal yang menetap (esensialis), akan tetapi menjadi subyek yang mengalir dan terus menerus dibentuk oleh lingkungan social-budaya. Dalam psikologi  sekarang ini diterima adanya “self” atau personalitas yang plural, persona sebagai topeng yang dapat mengganti topengnya ketika ia bertindak sebagai dosen, Ibu yang galak, atau Pembina darma wanita yang berbudaya.

            Dalam masyarakat informasi, masyarakat postindustri, atau kapitalisme lanjut (late capitalism) dimana barang-barang mewah melimpah dan masyarakat Barat yang makmur, nilai guna dan nilai tukar sudah tidak relevan dan kadua nlai itu telah disingkirkan oleh nilai tanda dan nilai simbolik. Pada masyarakat yang makmur nilai tanda  dan nilai simbolik satu barang telah menggantikan nilai guna, fungsi dan nilai tukar. Nilai kegunaan atau fungsi benda (komoditas) telah tidak berarti dihadapan nilai tanda,nilai simbolik, dan dalam dunia citraan. Simulacra dan simulasi sekarang mendukung sistem sosial, struktur ideologi dan politik (kekuasaan), karena kekuasaan senantiasa menjual hasil fantasi-fantasi, harapan-harapan secara terus melalui media.

            Baudrillard membedakan tiga tatanan simulacrum, yang kemudian dilengkapinya lagi dengan tatanan keempat. Keempat tatanan itu adalah:

Tatanan pertama, dimulai sejak saman Renaisans sampai masa awal revolusi industri. Pada tatanan pertama ini pemalsuan atau peniruan terhadap yang asli terjadi, misalnya dengan pemolesan dan mencontoh yang asli. Di sini kontrol  masyarakat hanya memberikan petanda pada pemalsuan.

Tatanan kedua, berawal dari  Era industri  yang dicirikan oleh produksi dan rangkaian reproduksi murni dari obyek, dan identik dengan “pengulangan obyek yang sama” misalnya industri mobil dan industri lainnya, mengahasilkan reproduksi yang sama atau hampir sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun