Hal inilah yang membuat resah para peserta ujian masuk universitas yang pernah mencoba dan paham dengan sistem penilaian yang diterapkan. Hal ini bisa saya lihat dari komentar-komentar teman saya di media sosial.
Menurut teman saya yang mencoba melakukan ujian kembali, yakni Rendi. Menurutnya dengan adanya ujian dengan soal penalaran akan merugikan bagi dirinya.Â
Alasannya adalah akan semakin banyak peserta yang melakukan lintas jurusan dari bidang ilmu sains ke ilmu sosial.Â
Alasan yang kedua adalah persaingan akan semakin ketat saat peserta yang berasal dari Sekolah Menengah Kejuruan, karena banyak yang ikut mendaftar karena soal yang disajikan hanya penalaran saja.
Tapi disisi lain, Rendi merasa diuntungkan dengan adanya ujian tersebut. Rendi merupakan mahasiswa dari program studi ilmu sejarah di salah satu universitas yang ada di Yogyakarta.Â
Rendi merasa jika ujian tahun ini terdapat soal dengan bidang ilmu yang pernah ia tekuni sebelumnya seperti geografi, ekonomi, hingga sosiologi, ia akan merasa kesulitan untuk belajar. Karena ia juga harus fokus pada mata kuliah di jurusannya .
"Ujian masuk universitas yang diselenggarakan kali ini lebih efektif, karena dengan adanya ujian berbasis penalaran kali ini lebih mengandalkan logika berpikir, karena jika kita lihat tahun sebelumnya seperti geografi, sosiologi, ekonomi, dan sejarah, tes ujian tersebut bisa kita tuntaskan dengan kemampuan mengingat kita." Tambahnya.
Ada juga teman saya yang bernama Yoga. Yoga merupakan mahasiswa program studi ilmu komunikasi pada salah satu universitas. Menurut Yoga, ujian kali ini lebih merugikan bagi dirinya mengingat semakin banyaknya peserta yang melakukan lintas jurusan.Â
Namun baginya, hal tersebut malah membuat semakin asik karena ketatnya persaingan yang ada. Entah itu lintas jurusan atau tidak, persaingan tetaplah persaingan.
Tidak hanya Rendi dan Yoga, banyak dari para peserta yang merasa dirugikan juga. Hal tersebut membuat mereka merasa gelisah karena semakin ketatnya persaingan yang mereka perangi.Â
Akan tetapi tetap saja, persaingan tetaplah persaingan. Terlepas dari untung atau ruginya, asalkan para peserta tetap bersaing secara sehat, menurut saya itu boleh-boleh saja.