Sesaat sebelum waktu untuk menentukan segalanya dimulai, disaat hadir seorang lelaki yang tengah siap berbagi secarik kertas putih nan kosong, kulihat seseorang yang menolehkan kepala. Kanan kiri kanan kiri, waspada layaknya akan datang badai menghantam. Berpikir sejenak tentang tingkah anehnya.
Kertas suci kosong telah diberi, waspada tetap menanti orang tersebut. Sebenarnya hal apa yang ia waspadai. Usut demi usut, terungkap bahwa ia sedang berusaha memantau situasi dan kondisi sekitar sini, smartphone digenggaman tangan yang mungil itu. Hanya rasa heran yang ada, berpikir tentang smartphone saya yang sudah tersimpan rapih di tas warna merah itu.
Pertanyaan mengapa, mengapa engkau melakukan perbuatan tercela itu. Alasan apa yang membuat engkau melakukannya? Bingung menguasai diri ini yang siap menuntaskan ujian. Belajar pun tidak, tetapi diri ini tahu bahwa mencontek itu bukanlah suatu hal yang bisa dibenarkan. Lalu mengapa? CURANG!! Sebuah kata sederhana yang saya pikirkan saat itu.
Mencontek merupakan suatu hal yang tidak bisa dibenarkan. Namun, mencontek sudah seperti menjadi budaya oleh masyarakat kita. Mencontek sudah sering kita jumpai bahkan di jenjang sekolah dasar. Pada tingkat SMP, SMA, Bahkan Kuliah, mencontek semakin marak dijumpai.
Tidak bisa dihindari bahwa saya sendiri pernah melakukannya. Alasan tidak belajar menjadi awal dari budaya ini berkembang. Padahal kita tahu bahwa bukan hanya kita sendiri yang tidak belajar. Namun tetap saja kita mengacuhkannya. Mereka yang tidak belajar banyak yang memilih untuk tetap mengerjakan ujian dengan jujur. "Lebih baik nilai jelek tapi hasil sendiri dari pada nilai bagus hasil hp" sebuah kalimat yang dipegang teguh oleh orang yang memilih untuk mengerjakan secara jujur.
Sedangkan kaum yang memilih mencontek kebanyakan memercayai kata-kata "Lebih baik nilai bagus tapi mencontek daripada nilai jelek tapi mencontek". Jika dipahami, kata-kata tersebut hanya sebuah kata-kata pembelaan akan tindakan mereka. Intinya lebih baik jika kita mendapat nilai bagus dari hasil mencontek. Karena banyak ditemukan orang dengan nilai yang kecil tetapi mencontek. Tetapi tetap saja salah.
Alasan lain yang digunakan oleh para kaum pencontek adalah mereka takut dikucilkan oleh teman-teman mereka. Orang-orang yang mencontek akan meminta jawaban kepada orang yang mereka anggap pintar dalam ujian yang sedang berlangsung. Tidak jarang para pencontek akan mengancam orang tersebut dengan ancaman mereka akan membully orang itu. Alhasil orang tersebut takut dengan ancaman yang diberikan. Sering ditemukan juga para korban yang diancam malah ikut terjerumus kedalamnya.
Dari situ kita tahu bahaya akan mencontek. Mencontek ibarat sebuah rokok yang jika kita mencobanya akan menimbulkan rasa ketagihan. Sensasi dari rasa gelisah yang mereka dapatkan saat mencontek benar-benar berbeda dengan rasa gelisah yang kita jumpai pada kesempatan sebelumnya. Mencoba mentutupi siasat dan menghalalkan segala cara agar mendapatkan jawaban. Dua hal itu menjadi asal muasal rasa gelisah yang unik ini hadir.
Pernah saya mendengar kata-kata yang keluar dari mulut para kaum pencontek, "mencontek adalah seni untuk bertahan hidup". Memang benar jika kita ingin survive kita harus mempertahankan diri kita dengan standar-standar yang ada. Namun, perbuatan tersebut tidak bisa dibenarkan walaupun dengan mencontek sebenarnya kita bisa survive. Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan seperti belajar.
Memang bagi kita yang tidak memiliki tingkat kepintaran yang tinggi akan merasa kesulitan dalam belajar. Namun kita bisa memulainya secara perlahan, tidak perlu terburu. Hasil yang memuaskan tidak akan datang dengan cepat. Hanya saja kita mudah menyerah dengan keadaan yang ada.